JATIMTIMES - Aplikasi ojek online Zendo, yang bermitra dengan Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU), menjadi topik hangat di tengah masyarakat. Didesain sebagai alternatif islami dalam layanan transportasi online, namun Zendo dikritik lantaran aturannya dianggap terlalu ketat bagi para mitra driver.
Kritik bermula dari beredarnya unggahan di media sosial yang memuat syarat dan ketentuan kerja bagi driver Zendo. Meski Zendo mengklaim bahwa para driver adalah mitra, sejumlah warganet menilai aturan tersebut tidak mencerminkan prinsip kemitraan sejati.
Berikut adalah beberapa poin aturan kerja Zendo yang dipermasalahkan:
- Jam Kerja
• Driver diwajibkan standby selama jam operasional yang dibagi dalam tiga shift: Pagi: 07.00 - 14.30, Siang: 14.30 - 22.00 dan Malam: 16.30 - 24.00
• Driver baru harus menjalani pelatihan wajib pada shift malam selama 30 hari.
• Dalam dua minggu pertama, driver baru tidak boleh mengambil libur, dan setelahnya, hanya diizinkan libur seminggu sekali (kecuali hari Minggu dan Senin).
- Kompetensi yang Wajib Dimiliki: Driver diharapkan memiliki sikap jujur, disiplin, bertanggung jawab, dan komunikatif, serta tidak mudah menyerah atau mengeluh.
- Regulasi Kerja
• Mematuhi aturan yang berlaku di Zendo
• Memiliki motor, STNK, SIM
• Memiliki HP Android Bisa membaca map
• Tidak gaptek
• Modal harian 300.000
• Dilarang double job dengan pekerjaan yang sama
• Setor tepat waktu
• Dilarang menggunakan celana pendek dan sandal jepit ketika bekerja
• Wajib memiliki jas hujan dan membawa tali
• Dilarang menolak orderan masuk dan memilih milih orderan
• Driver Zendo mendapat orderan dengan sistem antrian.
• Tidak ada rebutan orderan dan sangat dimungkinkan mendapat orderan jauh dan titik awal posisi driver
- Sistem Gaji
• Sistem bagi hasil: 80% untuk driver dan 20% untuk Zendo.
• Tidak ada tunjangan atau perlindungan kerja. Jika ada risiko pekerjaan, perusahaan hanya memberikan bantuan sesuai kemampuan.
Dari aturan kerja Zendo ini, lantas banyak warganet yang penasaran dengan perbedaan mendasar antara hubungan buruh-pengusaha dan hubungan kemitraan. Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM), Arif Novianto, melalui akun X pribadinya (@arifnovianto_id), memberikan penjelasan terkait batasan keduanya.
Baca Juga : Sekda Blitar Izul Marom Dorong ASN Fokus Ketahanan Pangan dan Pelayanan Publik
1. Hubungan Buruh-Pengusaha
Hubungan buruh diatur oleh UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berikut ciri-cirinya:
• Kedudukan: Buruh berada di bawah perintah pengusaha, menciptakan hierarki antara atasan dan bawahan.
• Prinsip: Pekerjaan dilakukan atas dasar perintah dengan kompensasi berupa upah.
• Pengambilan Keputusan: Dimonopoli oleh pemberi kerja.
• Dasar Hukum: Perjanjian kerja.
2. Hubungan Kemitraan
Berbeda dengan buruh, kemitraan diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang pemberdayaan UMKM dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hubungan ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Kedudukan: Mitra dianggap setara, tanpa ada yang menguasai atau diperintah.
• Prinsip: Hubungan ini didasarkan pada kepercayaan, saling menguntungkan, dan memperkuat.
• Pengambilan Keputusan: Keputusan dibuat melalui musyawarah untuk mufakat.
• Dasar Hukum: Perjanjian kemitraan.
Demikian perbedaan mendasar hubungan buruh-pengusaha dan hubungan kemitraan. Semoga informasi ini bermanfaat!