JATIMTIMES – Proses sengketa Pilkada Kota Blitar 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) tampaknya menemui jalan buntu. Gugatan pasangan calon nomor urut 1, Bambang Rianto dan Bayu Setyo Kuncoro, dinilai tidak memenuhi syarat formil sesuai Pasal 158 UU Pilkada.
Alasan Kekalahan atau Bukti Pelanggaran TSM?
Baca Juga : Kelurahan Bendogerit Kota Blitar Pindah Kantor, Siap Optimalkan Pelayanan
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, dalam sidang PHPU yang digelar di Ruang Sidang Panel 2 MK, Jakarta, Rabu (8/1/2025), secara tegas menyebutkan bahwa gugatan Bambang-Bayu tidak sesuai dengan ketentuan hukum. “Kalau memakai konstruksi Pasal 158 ini, tidak memenuhi,” kata Saldi Isra.
Pasal 158 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan bahwa selisih perolehan suara antara pasangan calon harus berada dalam ambang batas tertentu untuk dapat diajukan ke MK. Berdasarkan data rekapitulasi KPU Kota Blitar, selisih kekalahan Bambang-Bayu mencapai 6.313 suara atau sekitar 6,58 persen. Selisih ini jauh melampaui ambang batas yang diperbolehkan untuk pengajuan gugatan.
Ketua Tim Pemenangan pasangan petahana Ibin-Elim, M. Zainul Ichwan, optimistis bahwa gugatan tersebut akan ditolak oleh MK. “Insya Allah (akan ditolak),” ujarnya pada Jumat (10/1/2025). Zainul menyebut bahwa argumen yang diajukan Bambang-Bayu hanya berlandaskan pada alasan kekalahan, bukan pelanggaran yang memenuhi unsur terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Preseden Sengketa Pilkada di MK
Zainul menegaskan, MK jarang mengabulkan permohonan yang bertujuan mendiskualifikasi pasangan calon terpilih dengan alasan pelanggaran TSM. "Kalau diskualifikasi terjadi, biasanya disebabkan pelanggaran administratif yang sangat berat, seperti kasus Pilkada Kabupaten Sabu Raijua 2020, di mana ada pelanggaran terkait kewarganegaraan ganda,” jelasnya.
Dalam kasus Pilkada Kota Blitar, tidak ada bukti pelanggaran administratif maupun kecurangan yang dianggap cukup signifikan untuk memenuhi kriteria TSM. Zainul berharap MK dapat mempercepat proses keputusan demi memberikan kepastian hukum kepada publik. "Kami yakin proses ini akan diputus lebih cepat karena selisih suara sangat jauh di atas ambang batas,” katanya.
Argumen Bambang-Bayu Kian Melemah
Kuasa hukum Bambang-Bayu, Hendi Priono, sebelumnya meminta MK untuk mendiskualifikasi pasangan calon terpilih, Ibin-Elim, atau setidaknya memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah TPS. Namun, argumen ini dinilai lemah mengingat syarat formil tidak terpenuhi.
Menanti Keputusan Final MK
Baca Juga : Pembangunan Pedestrian Tahap Dua Jalan Mastrip Ditunda, Pemkot Blitar Utamakan Program Prioritas
Sidang sengketa Pilkada Kota Blitar 2024 ini menjadi sorotan karena menyangkut legitimasi proses demokrasi di tingkat lokal. Dengan perbedaan suara yang signifikan, sulit bagi Bambang-Bayu untuk membuktikan adanya pelanggaran yang dapat menggugurkan kemenangan pasangan Ibin-Elim.
Sementara itu, masyarakat Kota Blitar menanti keputusan final MK dengan harapan agar proses hukum ini dapat selesai tanpa memperkeruh suasana politik daerah. Keputusan MK nantinya tidak hanya akan menjadi acuan bagi Pilkada Kota Blitar tetapi juga memberikan preseden hukum bagi kasus serupa di masa depan.
Zainul pun mengingatkan agar pihak yang merasa kalah dapat menerima hasil demokrasi dengan lapang dada. “Demokrasi adalah tentang kebesaran hati untuk menerima kekalahan dan kemenangan. Jangan sampai argumen hukum dijadikan alasan untuk mengabaikan suara rakyat,” tutupnya.