JATIMTIMES - Putusan Pengadilan Negeri Surabaya pada sidang restitusi Tragedi Kanjuruhan menuai kekecewaan keluarga korban. Sebab, nilai restitusi yang dikabulkan jauh dari yang dituntut sebelumnya. Dari semula permohonan sebesar Rp 17,5 miliar, hanya diputus sebesar Rp1,025 miliar untuk 71 korban meninggal dunia.
Jika diserahkan ke masing-masing keluarga korban, jumlahnya diperkirakan sekitar Rp15 juta per orang. Pengadilan juga memutuskan restitusi untuk korban luka masing-masing Rp10 juta.
Baca Juga : Ini Jadwal Sambang Desa Bupati Sanusi di 33 Kecamatan Selama 33 Hari di Awal Tahun 2025
Putusan hakim pada sidang yang digelar Selasa (31/12/2024) itu lantas memicu kekecewaan dan kemarahan keluarga korban yang hadir. Di antaranya adalah Devi Athok Yulfitri yang bersama dengan sejumlah keluarga korban melayangkan laporan model B atas dugaan pembunuhan dan pembunuhan berencana pada Tragedi Kanjuruhan.
"Nilai 15 juta per korban meninggal dan 1 juta untuk korban luka sangat ringan," ujarnya, Rabu (1/1/2025).
Ayah dari mendiang Tasya dan Lala itu menekankan, jumlah tersebut tidak adil dan berpotensi menyebabkan terulangnya tragedi serupa di masa depan. Devi Athok dan keluarga korban lainnya merasa hakim tidak menjalankan hukum restitusi yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung dan aturan yang diatur oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia.
Terlebih, sambungnya, alasan hakim salah satunya adalah lantaran keluarga korban telah menerima banyak santunan. Padahal, status restitusi merupakan bentuk pengakuan kesalahan atas tindak pidana dan salah satu unsur pemulihan keadilan.
Devi memastikan, langkah hukum yang akan diambil selanjutnya keluarga korban lainnya adalah mengajukan banding. Saat ini, proses laporan model B yang diajukan oleh mereka masih dalam tahap dumas di Bareskrim Mabes Polri Jakarta. Akan tetapi, mereka menghadapi kendala karena tidak adanya intervensi dari lembaga negara seperti DPR RI dan Presiden untuk memproses ulang laporan tersebut.
"Respons dari pihak berwenang terhadap laporan model B yang diajukan oleh keluarga korban juga belum menunjukkan perkembangan," ungkap Devi Athok.
Baca Juga : MK Hapus Persyaratan Ambang Batas Pencalonan Presiden, Semua Parpol Peserta Pemilu Bisa Ajukan Capres
Ia berharap proses hukum yang sedang berjalan dapat memberikan keadilan yang semestinya, dengan pasal pembunuhan, bukan kelalaian, serta hukuman yang setimpal bagi para pelaku polisi dan pemecatan dari kepolisian.
Ia merasa, dukungan dari masyarakat dan organisasi terkait terhadap perjuangan keluarga korban Kanjuruhan cukup besar. Dikatakannya, organisasi massa dan supporter dari luar kota, termasuk Paguyuban Bonek Arema jalur damai, banyak yang mendukung.
Kepada pihak berwenang Devi menuntut supaya kasus genosida di Stadion Kanjuruhan tidak terulang lagi dan ada jaminan keamanan penonton bola di Indonesia. Ia berharap tragedi menjadi isyarat perdamaian bagi supporter sepak bola seluruh Indonesia.
"Karena tidak ada sepak bola seharga nyawa dan kemanusiaan di atas segalanya. Hentikan fanatisme buta yang hanya akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk memecah belah persatuan Bangsa Indonesia. No justice, no peace," tandasnya.