JATIMTIMES- Lebih dari dua ratus anak di Blitar terpaksa mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama pada tahun 2024. Fenomena ini masih didominasi oleh calon pengantin perempuan yang telah hamil sebelum usia pernikahan yang diatur oleh undang-undang.
Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Kelas 1A Blitar, sejak Januari hingga 16 Desember 2024, terdapat 201 pengajuan dispensasi nikah. “Dari jumlah tersebut, sebanyak 189 permohonan telah dikabulkan oleh majelis hakim,” kata Humas Pengadilan Agama Blitar, Edi Marsis, Kamis (19/12/2024).
Baca Juga : Kota Blitar Raih APBD Award 2024: Serapan Anggaran Tertinggi Nasional
Edi menjelaskan bahwa alasan utama pengajuan dispensasi nikah tidak banyak berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Mayoritas pasangan yang mengajukan adalah anak di bawah umur yang berada dalam kondisi married by accident, atau pernikahan yang terjadi karena kehamilan di luar nikah. Situasi ini memaksa mereka untuk menikah demi masa depan calon anak yang dikandung.
“Pertimbangan hakim dalam mengabulkan dispensasi nikah salah satunya adalah nasib anak dalam kandungan. Hal ini menjadi perhatian utama majelis,” ujar Edi. Keputusan ini, menurutnya, dilakukan untuk meminimalisir dampak sosial yang mungkin muncul jika pernikahan tidak segera dilakukan.
Namun, tren pernikahan dini akibat dispensasi ini menunjukkan realitas yang tidak bisa diabaikan. Pada tahun 2023, Pengadilan Agama Blitar mencatat sebanyak 328 pengajuan dispensasi nikah yang dikabulkan. Angka tahun ini, meskipun terlihat menurun, masih menunjukkan persoalan serupa. Lonjakan pengajuan dispensasi nikah, menurut Edi, menandakan perlunya perhatian lebih serius dari berbagai pihak, terutama dalam pendidikan dan pendampingan remaja.
Dalam UU Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019, batas usia pernikahan ditetapkan minimal 19 tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan. Namun, ketentuan ini kerap diabaikan karena berbagai faktor, salah satunya adalah kehamilan di luar nikah. Pengadilan Agama menjadi jalan bagi pasangan di bawah umur untuk “memperbaiki” situasi dengan menikah secara resmi.
Kondisi ini menjadi sorotan berbagai kalangan, terutama mereka yang peduli terhadap hak-hak anak dan pendidikan remaja. Fenomena pernikahan dini bukan hanya berdampak pada aspek hukum, tetapi juga kesehatan, ekonomi, dan masa depan anak. Tanpa pendampingan yang memadai, pernikahan dini dikhawatirkan akan melanggengkan siklus kemiskinan dan keterbatasan pendidikan.
Baca Juga : Cahaya di Sendang Siwani: Kisah Rubiah, Istri Setia Pangeran Sambernyawa
Dengan jumlah pengajuan yang masih tinggi setiap tahunnya, fenomena dispensasi nikah di Blitar menegaskan perlunya kolaborasi berbagai pihak. Peran pemerintah, sekolah, dan keluarga menjadi kunci dalam mencegah pernikahan dini dan memberikan edukasi yang komprehensif kepada generasi muda.
Edi Marsis berharap tren ini dapat ditekan di tahun-tahun mendatang. “Pencegahan adalah kunci. Kami mendorong edukasi yang lebih masif agar anak-anak terlindungi dari risiko pernikahan dini,” ujarnya menutup pernyataan.