JATIMTIMES - Upaya advokasi Tragedi Kanjuruhan yang dilakukan keluarga korban terus berlanjut. Laporan terkait dugaan maladministrasi yang telah disampaikan beberapa waktu lalu ke Ombudsman RI akhirnya ditindaklanjuti. Terbaru, Ombudsman menemui Polres, Kejari, dan Pemkab Malang untuk melakukan klarifikasi terkait dugaan tersebut, Senin (25/11/2024).
Dugaan maladministrasi terkait proyek renovasi stadion sebelumnya dilaporkan ke Ombudsman RI oleh pihak keluarga korban pada awal Maret 2024. Yakni oleh Devi Athok Yulfitri, ayah dari Natasya Debi Ramadani (16) dan Naila Debi Anggraini (13) yang ikut menjadi korban tewas dalam tragedi 1 Oktober 2022 itu. Pihak yang dilaporkan adalah Kementrian PUPR selaku pelaksana renovasi stadion.
Baca Juga : Anggota DPRD Jatim Puguh Wiji Pamungkas Kecam Aksi Pembunuhan dan Pemerkosaan Siswi MI di Banyuwangi
Menurut pantauan JatimTIMES, Senin (25/11/2024), pertemuan Ombudsman memang dilakukan di Polres Malang secara tertutup. Selain kepolisian, klarifikasi itu melibatkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang, dan Pemkab Malang yang diwakili Wakil Bupati Malang Didik Gatot Subroto. Tim Ombudsman juga sempat mendatangi lokasi Gate 13 Stadion Kanjuruhan.
Devi Athok, melalui kuasa hukumnya Imam Hidayat membenarkan laporan dugaan tersebut. Dalam tindak lanjut Ombudsman Senin kemarin, pihak Devi Athok bersama kuasa hukum juga sempat ditemui oleh Ombudsman.
Imam menyebut telah menyampaikan beberapa poin penting yang didesak ke Ombudsman RI berkaitan dengan proses hukum dan laporannya. Sebab, selama ini laporan ke Bareskrim Polri dinilai masih jalan di tempat.
"Sebelumnya memang ada laporan mas Devi Athok beberapa waktu lalu, yang artinya ditindaklanjuti. Ombudsman menemui Devi Athok untuk melakukan klarifikasi dan sebagai bekal keterangan. Sebelum kemudian melakukan pemanggilan atau bertemu dengan Polres, Kejaksaan, dan Wabup Malang," ujar Imam saat dikonfirmasi, Selasa (26/11/2024).
Ia merincikan, setidaknya ada 4 penekanan yang diharapkan jadi bekal Ombudsman dalam menindaklanjuti laporan dan proses hukum lain. Di antaranya meminta Ombudsman untuk memfasilitasi Devi selaku keluarga korban untuk Hearing atau mediasi dengan Komisi III DPR RI. Pihaknya meminta proses hukum di Bareskrim Polri bisa segera ditindaklanjuti.
"Kemudian kami beranggapan bahwa pembongkaran Gate 13 yang dilakukan saat masa renovasi termasuk Obstruction of Justice, penghilangan barang bukti. Kemudian kami juga berencana akan melaporkan pihak-pihak yang melakukan pembongkaran Gate 13 Kanjuruhan," tambahnya.
Dikatakan Imam, Ombusman telah menanggapi dengan baik dan akan berhubungan dengan LPSK untuk pendampingan. Selain itu Ombudsman akan berusaha memdapatkan pernyataan secara tertulis dari Polres Malang untuk mengawal keluarga korban dalam mencari keadilan.
"Sebelumnya untuk proses hukum, laporan di Dumas dialihkan penanganannya ke Karowassidik (Kepala Biro Pengawas Penyidikan) Bareskrim. Yang mana kami nilai masih stagnan. Oleh karena itu upaya ini terus berlanjut untuk mengintervensi," jelasnya.
Dugaan maladministrasi itu, sambung dia, juga bukan tanpa dasar. Ia juga membandingkan dengan adanya kasus perusakan ketika adanya pembongkaran pagar stadion beberapa waktu setelah Tragedi Kanjuruhan. Kasus tersebut bergulir hingga penegakan pidana.
Baca Juga : Siap Amankan Pilkada, Pj Wali Kota Malang Berangkatkan 3.131 Personel ke TPS
"Nah, ini kenapa yang pembongkaran Gate 13 lancar saja tidak ada proses lebih lanjut. Padahal bagi keluarga korban yang masih menolak, itu merupakan alat bukti terakhir yang dipertahankan," terang ketua kuasa hukum TATAK (Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan) itu.
Dirinya berharap, tindak lanjut Ombudsman ini bakal membawa dampak baik untuk proses keluarga korban mencari keadilan. Diketahui sebelumnya, pelaporan dari keluarga korban sudah dilayangkan ke Mabes Polri pada 24 Oktober 2023 karena diberhentikannya laporan Model B yang dilayangkan ke Polres Malang pada 9 November 2022 lalu.
Kendati proses hukum masih berjalan, renovasi tetap dilakukan. Proses renovasi dianggap semakin mempersempit ruang bagi korban dan keluarga korban serta aparat penegak hukum untuk dapat mengakses Stadion Kanjuruhan sebagai tempat kejadian perkara.
Atas hal itulah, korban dan keluarga korban melalui kuasa hukumnya telah melakukan upaya-upaya untuk mengingatkan Kementerian PUPR beserta PT Waskita Karya (Persero) dan PT Brantas Abipraya (Persero) untuk membuka ruang dialog atas renovasi Stadion Kanjuruhan dan menghentikan proses renovasi selama proses hukum berjalan melalui beberapa surat.
Devi Athok, menyampaikan jika pihaknya sudah beberapa kali bersurat untuk penghentian renovasi stadion. Tiga di antaranya merupakan surat somasi. Namun, hingga pengaduan dugaan maladministrasi dibuat, pihak terkait Kementrian PUPR dan PT Waskita Karya dan PT Brantas Abipraya dinilai belum menunjukkan respon permintaan untuk menghentikan renovasi.
"Sampai saat inimasih menolak renovasi Stadion Kanjuruhan. Karena merupakan salah satu alat bukti, termasuk Gate 13 yang dalam masa renovasi sempat dibongkar. Bagi saya ini tetap jadi upaya penghilangan barang bukti," ucap Devi.