free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Pangeran Sambernyawa dan Raden Ayu Sulbiyah: Cikal Bakal Berdirinya Karanganyar

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : A Yahya

21 - Nov - 2024, 12:11

Placeholder
Kawasan Astana Mangadeg, peristirahatan terakhir Pangeran Sambernyawa. (Foto: Aunur Rofiq/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Di balik berdirinya Kabupaten Karanganyar, terjalin kisah epik yang menghubungkan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Jawa. Nama Karanganyar, yang kini dikenal sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah, memiliki akar sejarah yang tidak terpisahkan dari Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) dan Raden Ayu Sulbiyah. 

Pada awalnya, cerita ini bermula dari pertemuan takdir yang penuh makna antara dua tokoh besar—Pangeran Sambernyawa dan Nyi Dipo, yang lebih dikenal kemudian sebagai Raden Ayu Sulbiyah, istri dari Pangeran Arya Adipati Diponegoro.

Baca Juga : Isa Zega Resmi Dilaporkan ke Polisi Atas Dugaan Kasus Penistaan Agama

Kisah Nyi Dipo dan Petunjuk Gaib

Suatu hari, di tengah hutan, Nyi Dipo sedang mencari daun untuk dijual ke pasar. Namun, hari itu, nasibnya berubah ketika dia mendengar suara gaib atau sasmito yang menyampaikan pesan yang begitu jelas. Suara tersebut memberi petunjuk tentang seekor burung derkuku yang jatuh dari sarangnya di bawah pohon jati growong. Suara tersebut menyatakan bahwa Nyi Dipo harus merawat burung tersebut, yang kelak akan memiliki peran besar dalam kehidupan seseorang yang akan datang—seorang bangsawan yang akan memulai perjalanannya menuju kejayaan.

Sesuai dengan pesan tersebut, Nyi Dipo menemukan sarang burung derkuku yang jatuh dan segera merawatnya di padepokan tempat tinggalnya. Tidak lama setelah itu, datanglah seorang lelaki dengan tiga pengikutnya, yang tak lain adalah Pangeran Sambernyawa, atau yang dikenal juga dengan Raden Mas Said, bersama pengikut setianya: Ronggo Panambang, Kudonowarso, dan Nitidono.

Pertemuan Pangeran Sambernyawa dan Nyi Dipo

Raden Mas Said, yang sedang dalam perjalanan, mendengar suara derkuku yang berkicau dengan irama yang penuh arti: "Sapa mangan aku, bakal dadi luhur" (Barang siapa makan aku, akan menjadi luhur). Ketika burung tersebut terbang menuju padepokan Nyi Dipo, Pangeran Sambernyawa bersama pengikutnya pun mengejarnya. Sesampainya di padepokan Nyi Dipo, mereka pun bertemu. Raden Mas Said, yang merasa bahwa pertemuan ini adalah bagian dari takdir, meminta Nyi Dipo untuk menyajikan hidangan sesuai dengan sasmita yang diterimanya.

Hidangan yang diberikan Nyi Dipo kepada Raden Mas Said terdiri dari tiga bagian: minuman legen, jenang katul, dan masakan burung derkuku. Setiap hidangan tersebut memiliki makna yang mendalam yang kemudian dijelaskan oleh Nyi Dipo.

Raden Mas Said hanya meminum sedikit legen, yang diyakini sebagai simbol bahwa kedudukannya sebagai pemimpin besar akan segera tercapai. Selanjutnya, ia memakan jenang katul dari bagian tengah, yang mengisyaratkan bahwa perjuangannya melawan penjajah Belanda akan dimulai dari daerah pinggiran, bukan dari pusat kekuasaan. Selain itu, Raden Mas Said hanya memakan daging burung derkuku, sebuah pertanda bahwa ia akan memulihkan kewibawaannya dan meraih posisi yang tinggi dalam kehidupannya.

Perjalanan Raden Mas Said: Dari Karanganyar ke Mangkunegaran

Dengan pencerahan yang didapatkan dari pertemuan tersebut, Raden Mas Said kemudian mendirikan sebuah kerajaan baru, Kadipaten Mangkunegaran. Pada 16 Mulud 1670 atau 19 April 1745, beliau mengumumkan pendirian daerah baru yang dinamakan Karanganyar, yang diambil dari tiga arti: Kawibawaan yang dicita-citakan (Ka), Rangkapan lahir bathin (Rang), dan Perjanjian Baru yang akan diterima (Anyar). Karanganyar menjadi simbol dari harapan dan cita-cita besar yang dimiliki oleh Pangeran Sambernyawa.

Namun, perjalanan sejarah Karanganyar tidak berhenti di sana. Di bawah kepemimpinan KGPAA Mangkunegara VII pada tahun 1917, Karanganyar resmi menjadi kabupaten melalui perubahan status administratif yang tercatat dalam Ryksblad 1917 nomor 37, yang menjadikan Karanganyar sebagai Kabupaten Karanganyar. Hal ini sekaligus menandai hari lahirnya Karanganyar sebagai entitas administratif pada 18 November 1917.

Peran Pangeran Sambernyawa dalam Sejarah Perjuangan Mataram

Perjuangan Pangeran Sambernyawa, atau Raden Mas Said, dalam menghadapi kolonialisme Belanda merupakan bagian penting dari sejarah perlawanan Jawa. Di tengah Perang Suksesi Jawa III yang terjadi pada tahun 1749-1755, Pangeran Sambernyawa menjadi simbol perlawanan yang gigih. Perang ini bukan hanya perang internal antara Pangeran Mangkubumi dan pihak Kasunanan Surakarta, tetapi juga perang melawan Belanda yang berusaha menguasai Mataram.

Pangeran Sambernyawa, yang lebih memilih untuk melawan kekuasaan kolonial Belanda meskipun harus berperang melawan kerabatnya, Sunan Pakubuwono II, akhirnya memimpin perang sengit selama 16 tahun. Perjuangan ini melahirkan perjanjian-perjanjian penting, termasuk Perjanjian Giyanti pada 1755 yang membagi Mataram menjadi dua wilayah kerajaan: Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

Baca Juga : Profil Simon Jethrokusumo, Pendiri Adiputro Wirasejati yang Berdedikasi untuk Dunia Transportasi Indonesia 

Meskipun Perjanjian Giyanti menandai pembagian Mataram, semangat perlawanan Pangeran Sambernyawa tidak pernah padam. Dia tetap berjuang keras untuk menjaga martabat dan kekuasaan kerajaan yang ia dirikan. Pada akhirnya, setelah berbagai pertempuran sengit, perjanjian Salatiga pada 1757 menandai kesepakatan yang mengakui Pangeran Sambernyawa sebagai Adipati Miji, dengan gelar KGPAA Mangkunegara I. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah-daerah penting di sekitar Mangkunegaran, termasuk Karanganyar.

Raden Ayu Sulbiyah: Peran Sang Istri dalam Sejarah

Raden Ayu Sulbiyah, yang lebih dikenal dengan julukan Nyi Ageng Karang, adalah tokoh penting dalam perjuangan ini. Sebagai istri dari Pangeran Arya Adipati Diponegoro, yang merupakan putra sulung dari Sunan Pakubuwana I, Raden Ayu Sulbiyah memainkan peran yang sangat penting dalam perjalanan sejarah Karanganyar. Setelah suaminya terlibat dalam pertempuran dan akhirnya diasingkan Belanda, Raden Ayu Sulbiyah hidup dengan ketekunan di hutan dan menjadi bagian integral dari berdirinya Karanganyar.

Dalam konteks sejarah, peran Raden Ayu Sulbiyah tidak hanya terbatas pada pertemuan dengan Pangeran Sambernyawa, tetapi juga sebagai seorang wanita yang bijak, memiliki peran besar dalam menentukan arah masa depan daerah tersebut. Nama Karanganyar yang diberikan oleh Pangeran Sambernyawa merupakan simbol dari harapan akan terwujudnya kedudukan yang tinggi dan kewibawaan yang akan diterima di masa depan.

Warisan Sejarah Karanganyar

Kisah Pangeran Sambernyawa dan Raden Ayu Sulbiyah adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah Karanganyar. Dari sebuah pertemuan takdir yang melibatkan suara gaib hingga berdirinya Kabupaten Karanganyar sebagai sebuah entitas administratif, mereka berdua mewariskan nilai-nilai perjuangan, harapan, dan cita-cita yang terus dihargai hingga kini. Karanganyar, yang kini menjadi bagian dari sejarah Jawa Tengah, tidak hanya sebagai sebuah kabupaten, tetapi juga sebagai simbol dari perlawanan terhadap penjajahan dan perjuangan untuk mencapai kedudukan yang luhur dan mulia.

 


Topik

Serba Serbi Karanganyar pangeran sambernyawa NYI dipo



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

A Yahya