JATIMTIMES – Di tengah suhu politik yang terus memanas, ratusan massa dari Front Masyarakat Petani dan Nelayan (FMPN) Kabupaten Blitar menggelar aksi turun ke jalan pada Selasa, 19 November 2024. Mereka memusatkan perhatian pada dua titik vital: kantor DPRD Kabupaten Blitar dan Kantor Bupati Blitar di Kanigoro.
Tujuan utama aksi ini adalah untuk menuntut penuntasan kasus pemalsuan dokumen yang mencatut nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hingga kini belum terungkap siapa aktor intelektual di baliknya.
Baca Juga : DPR RI Riyono: Kenaikan PPN 12 Persen di 2025 Akan Bebani Petani, Peternak dan Nelayan Semakin Berat
Aksi ini dipimpin oleh Koordinator Aksi, Ibnu Harris Priandoko yang dengan tegas menyatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk mempertahankan demokrasi yang adil dan bebas dari jeratan konspirasi hukum. Dalam orasinya, Priandoko menyebutkan bahwa kasus pemalsuan surat yang terjadi pada Oktober 2018 tersebut yang melibatkan nama besar mantan Bupati Blitar Rijanto dan beberapa pejabat di Pemerintah Kabupaten Blitar masih belum jelas siapa yang bertanggung jawab.
Ia juga menyoroti bagaimana manipulasi hukum ini telah mencemarkan nama baik aktivis anti korupsi Muhammad Trijanto. Priandoko dalam pernyataannya menegaskan bahwa apa yang terjadi di Blitar adalah contoh nyata bagaimana hukum bisa digunakan sebagai alat represi oleh pihak-pihak yang berkuasa.
"Kami ingin mengingatkan bahwa demokrasi Pancasila yang kita junjung harus dijaga dari tangan-tangan kotor yang ingin membungkam kebenaran," ujar Priandoko, seraya menekankan pentingnya pengungkapan siapa yang berada di balik pemalsuan surat KPK tersebut.
Massa yang hadir dalam aksi ini juga menyerukan agar penyelidikan kasus ini dilakukan secara transparan dan tuntas. "Sudah enam tahun berlalu sejak surat palsu KPK ini diterima, dan hingga sekarang tidak ada kejelasan. Kami mendesak penegak hukum untuk segera mengungkap aktor intelektual yang ada di baliknya," kata Priandoko yang berharap kepolisian dapat menindaklanjuti kasus tersebut dengan serius.
Kasus ini sendiri bermula pada 15 Oktober 2018, ketika sejumlah pejabat di Pemkab Blitar, termasuk Bupati Blitar Rijanto, menerima surat panggilan yang tercatat dari KPK. Surat tersebut ternyata palsu dan dimaksudkan untuk menjerat sejumlah pejabat dalam sebuah konspirasi. Seiring waktu, meskipun Polres Blitar sempat mengedarkan sketsa wajah pelaku dan menetapkan tersangka, hingga kini sosok pengirim surat palsu tersebut masih belum terungkap. Massa yang hadir dalam aksi ini sangat kecewa dengan lambannya penanganan kasus ini.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar, Muhammad Rifai, memberikan respons yang tegas. Rifai mengungkapkan bahwa dirinya mendukung penyelidikan lebih lanjut atas kasus pemalsuan surat KPK.
"Kasus ini mencoreng nama baik banyak pihak dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah. Kami berharap penegak hukum dapat bekerja lebih transparan dan mengungkap siapa di balik kejadian ini," kata Rifai.
Ia juga menambahkan bahwa DPRD siap mendukung segala upaya untuk menuntaskan kasus ini, demi kepentingan masyarakat Blitar. Selain menuntut pengungkapan kasus pemalsuan surat KPK, massa juga menyerukan agar pemimpin di Blitar lebih transparan dan bertanggung jawab. Mereka menekankan pentingnya pemimpin yang tidak hanya menjaga posisinya, tetapi juga berpihak pada rakyat.
"Kami membutuhkan pemimpin yang berjiwa besar, yang siap mendengarkan dan melayani rakyat dengan keadilan, bukan hanya yang melayani kepentingan pribadi atau kelompok," ujar Priandoko.
Baca Juga : Profil Isa Zega, Transgender yang Disemprot Anggota DPR RI dan MUI usai Umrah Pakai Hijab
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan di depan kantor DPRD, FMPN juga menuntut agar ada perlindungan bagi warga yang menyuarakan kebenaran, serta penghentian segala bentuk intimidasi terhadap mereka yang berjuang untuk keadilan. "Kami tidak ingin ada lagi yang merasa takut untuk berbicara atau mengungkapkan kebenaran," ujar Priandoko.
Tuntutan ini menunjukkan betapa pentingnya keberlanjutan demokrasi dan penegakan hukum yang adil di Kabupaten Blitar. Di mata masyarakat, demokrasi tidak hanya berarti hak untuk memilih, tetapi juga hak untuk berbicara dan memperjuangkan keadilan tanpa takut akan intimidasi.
"Kami ingin agar Blitar menjadi contoh bagi daerah lain, bahwa di sini, keadilan dan demokrasi dijaga untuk semua orang," tegas Priandoko.
Aksi ini berlangsung dengan damai, Pihak keamanan terlihat mengawasi jalannya aksi, namun tidak ada bentrokan yang terjadi. Massa tetap bertahan di lokasi dengan membawa spanduk dan poster yang berisi tuntutan mereka.
Aksi ini, meskipun berakhir tanpa kericuhan, meninggalkan pesan kuat tentang pentingnya transparansi dalam proses hukum dan perlunya pemimpin yang berkomitmen pada nilai-nilai demokrasi dan keadilan. Pemkab Blitar dan aparat penegak hukum kini dihadapkan pada tantangan besar untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar mendengarkan dan merespons aspirasi masyarakat.
"Kami akan terus memperjuangkan keadilan, hingga semua yang bertanggung jawab atas pemalsuan surat ini dapat diungkapkan," ujar Priandoko, menutup orasinya.