JATIMTIMES- Memperingati Hari Wayang Nasional yang jatuh setiap tanggal 7 November, calon Wakil Bupati Blitar, Abdul Ghoni, menyuarakan aspirasi kuatnya untuk menjadikan tradisi Siraman Wayang Kiai Bonto sebagai ikon wisata budaya Kabupaten Blitar.
Menurut Ghoni, acara ini bukan sekadar ritual lokal, tetapi sebuah potensi besar yang bisa menarik minat wisatawan sekaligus memperkenalkan kekayaan budaya tradisional Blitar kepada dunia.
Baca Juga : Siap-siap Deg-degan, Menuju Grand Final Anugerah ASN Berprestasi Kabupaten Malang 2024
Abdul Ghoni, berkomitmen menjadikan ritual Jamasan Wayang Kiai Bonto sebagai ikon wisata budaya Kabupaten Blitar jika terpilih nanti. “Wayang Kiai Bonto memiliki sejarah dan nilai-nilai budaya yang kuat. Kita akan dorong agar lebih dikenal, tidak hanya di Blitar, tapi juga di tingkat nasional,” ujar Ghoni dalam sebuah wawancara, Kamis (7/11/2024).
Menurutnya, pengembangan budaya lokal ini adalah momen yang tepat untuk mendukung sektor pariwisata lain, seperti wisata pantai dan Jalur Lintas Selatan.
Sebagai langkah awal, Ghoni mengungkapkan akan fokus pada revitalisasi dan pelestarian ritual Siraman Wayang Kiai Bonto. Jika terpilih jadi wakil bupati, Ia berencana memaksimalkan fungsi pemerintah daerah untuk memberikan dukungan penuh terhadap ritual tersebut.
Bentuk dukungan yang direncanakan mencakup dana pelestarian serta fasilitas yang memadai. Selain itu, Ghoni berinisiatif mendokumentasikan prosesi siraman ini secara berkala. “Dengan begitu, tradisi ini akan terjaga dan terdokumentasi dengan baik sebagai bagian dari budaya Blitar,” imbuhnya.
Wayang Kiai Bonto bukan sekadar artefak budaya, tetapi mengandung nilai historis mendalam. Berdasarkan cerita lisan masyarakat, asal-usul wayang ini bermula dari Pangeran Prabu, seorang bangsawan Mataram yang menyingkir ke Blitar.
Beliau membawa sekotak wayang krucil dan sebuah gong, yang kini dikenal sebagai Gong Kiai Pradah di Lodoyo. Wayang Kiai Bonto dipercaya memiliki kekuatan keramat, dengan prosesi Siraman yang selalu menarik perhatian warga setempat.
Lebih lanjut, Ghoni berencana mengembangkan wisata edukasi dan budaya di sekitar ritual ini. Dengan adanya fasilitas edukasi berupa pusat informasi atau museum mini di lokasi ritual, masyarakat, terutama generasi muda, bisa belajar mengenai filosofi dan sejarah yang terkandung dalam Wayang Kiai Bonto.
Ghoni melihat potensi ini sebagai daya tarik bagi wisatawan lokal maupun internasional yang tertarik pada budaya Jawa. Ia berharap wisata edukasi tersebut dapat menjadi jendela bagi Blitar untuk memperkenalkan budaya lokal yang kaya akan nilai-nilai sejarah.
Tak berhenti di situ, Ghoni juga mengusulkan penyelenggaraan Festival Budaya Kiai Bonto sebagai acara tahunan yang bisa menarik wisatawan. Festival ini diharapkan memuat berbagai kegiatan budaya seperti pementasan wayang, pameran kerajinan lokal, dan bazar kuliner khas Blitar.
Menurut Ghoni, acara tahunan seperti ini akan memperkuat posisi Wayang Kiai Bonto sebagai ikon budaya Blitar. “Dengan adanya festival budaya, kita bisa menarik lebih banyak pengunjung, sekaligus mempromosikan warisan budaya yang kita miliki,” tuturnya.
Baca Juga : 2 Paslon Bupati dan Wabup Siap Deklarasi Damai Pilkada Serentak 2024
Pengakuan wayang sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia oleh UNESCO pada 2003 mempertegas urgensi pelestarian ini. Ghoni berniat menjalin kemitraan dengan pemerintah pusat dan lembaga budaya nasional, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk meningkatkan promosi dan pendanaan.
Dukungan dari pemerintah pusat diharapkan dapat menjadikan Wayang Kiai Bonto sebagai situs cagar budaya, sehingga mendapat perhatian lebih dari segi pelestarian.
Untuk memperluas jangkauan dan daya tarik, Ghoni juga merencanakan promosi melalui media sosial dan digitalisasi budaya. Pihaknya akan bekerja sama dengan influencer budaya dan memanfaatkan platform digital untuk mempromosikan keunikan Wayang Kiai Bonto. Dokumentasi visual berupa video pendek atau film dokumenter tentang ritual Siraman Kiai Bonto akan diunggah di media sosial, agar lebih mudah diakses masyarakat, terutama generasi muda.
Sebagai bagian dari pendidikan budaya, Ghoni ingin memperkenalkan Wayang Kiai Bonto ke dalam kurikulum lokal di sekolah-sekolah Blitar. Ia berharap generasi muda Blitar dapat memahami dan mencintai warisan budaya mereka sejak dini. Kegiatan ini juga bisa berupa kunjungan ke lokasi ritual atau workshop pembuatan wayang yang melibatkan siswa.
Rencana Ghoni ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat Blitar yang memandang Wayang Kiai Bonto sebagai simbol budaya mereka. Tradisi Siraman Wayang Kiai Bonto telah lama dipercaya membawa berkah bagi warga, seperti air bekas siraman yang diyakini mampu menyembuhkan penyakit dan menjaga awet muda. Tak sedikit warga yang berbondong-bondong datang untuk mengambil air bekas siraman tersebut.
Ghoni melihat antusiasme ini sebagai bentuk cinta masyarakat terhadap budayanya, yang ia harap bisa terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Jika semua langkah tersebut terwujud, Ghoni optimistis jamasan Wayang Kiai Bonto akan menjadi salah satu ikon budaya yang tidak hanya dikenal di Blitar, tetapi juga menjadi kebanggaan nasional. “Ini bukan hanya soal melestarikan, tetapi juga menghidupkan kembali budaya kita agar terus relevan dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang,” pungkasnya.