JATIMTIMES - Debat publik kedua dalam rangkaian Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar pada Rabu malam 30 Oktober berlangsung sengit dengan tema utama antikorupsi.
Dua pasangan calon yang bersaing dalam pilkada, yaitu pasangan nomor urut 01 Bambang Rianto (Bambang Kawit)-Bayu Setyo Kuncoro yang didukung PDIP, Golkar, dan PPP, serta pasangan nomor urut 02 H Syauqul Muhibbin (Mas Ibin)-Elim Tyu Samba (Mbak Elim) yang diusung koalisi PKB, Demokrat, PAN, Nasdem, PSI, dan PKS, memaparkan rencana mereka dalam mengatasi korupsi, yang selama ini menjadi persoalan serius di Blitar.
Baca Juga : Pahami Tentang Penyakit Alzheimer, Simak Penjelasan Dokter Neurologi RSI Unisma
Dalam debat tersebut, panelis menyoroti besarnya kerugian negara akibat korupsi di Blitar. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2023, total kerugian negara mencapai Rp 10 miliar, terutama terkait pengadaan barang dan jasa. Selain itu, sekitar 35 persen anggaran untuk infrastruktur dan pelayanan dasar dikabarkan terbuang sia-sia.
Survei pada awal 2024 menunjukkan bahwa 70 persen masyarakat menilai korupsi menghambat pembangunan.
Panelis kemudian meminta tanggapan dan rencana konkret dari setiap pasangan calon untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, sekaligus mengimplementasikan program pendidikan antikorupsi di kalangan pegawai negeri dan masyarakat.
Pasangan Bambang Kawit dan Bayu Setyo Kuncoro, yang dikenal dengan visi antikorupsinya, menekankan pentingnya pembenahan moral sebagai langkah awal. Bambang Kawit menyatakan bahwa upaya pemberantasan korupsi harus dimulai dari diri sendiri, terutama para pemimpin daerah. “Korupsi ini harus diawali dari dalam diri kita sendiri. Kita berjanji dan berkomitmen untuk tidak merugikan masyarakat,” ujar Bambang.
Menurut dia, pemimpin yang tidak mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi akan sulit untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih.
Tidak hanya sekadar komitmen. Bambang menyampaikan langkah konkret yang akan diambil jika dirinya terpilih sebagai wali kota Blitar. Menurut Bambang, pelatihan dan pembekalan antikorupsi akan digelar secara rutin bagi seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) di Blitar. “Kami akan bekerja sama dengan aparat penegak hukum (APH) untuk memberikan pembekalan kepada OPD agar kebocoran anggaran di Pemerintah Kota Blitar dapat ditekan,” ucap dia.
Bagi Bambang, transparansi juga menjadi kunci utama dalam membangun kepercayaan masyarakat. Ia menegaskan pentingnya membuka informasi seluas-luasnya kepada publik agar tata kelola pemerintahan menjadi lebih akuntabel.
Bayu Setyo Kuncoro, yang mendampingi Bambang sebagai calon wakil wali kota, menambahkan bahwa korupsi berkaitan erat dengan moralitas. Baginya, pendidikan antikorupsi harus dimulai sejak dini agar generasi penerus Blitar memahami betul bahaya korupsi.
“Korupsi adalah masalah moral. Saya sangat mendukung pembinaan sejak usia dini. Pendidikan dasar perlu memasukkan pelajaran tentang antikorupsi agar generasi kita tidak menghadapi masalah yang sama di masa depan,” ungkap Bayu.
Ia juga menyebutkan rencananya untuk memperkuat pembinaan kepada para birokrat di Blitar agar pengawasan anggaran bisa berjalan efektif sejak awal.
Mas Ibin dan Mbak Elim, pasangan calon nomor urut 02, turut mengemukakan pendekatan yang berbeda dalam memberantas korupsi. Mas Ibin menekankan bahwa korupsi kerap muncul karena gaya hidup yang berlebihan dan penyalahgunaan wewenang di birokrasi. Menurut dia, upaya antikorupsi harus mencakup pembenahan pola hidup para pejabat dan birokrat.
“Korupsi ini adalah penyakit yang luar biasa, terutama terkait gaya hidup. Kita perlu mengajari para birokrat, baik eksekutif maupun legislatif, tentang gaya hidup yang sederhana dan tidak memanfaatkan wewenang secara sembarangan,” ujar Ibin.
Ia juga menambahkan bahwa integritas harus terus dibangun melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan agar budaya korupsi dapat diberantas dari akar.
Baca Juga : Bawaslu Kabupaten Blitar Kawal Ketat Pengiriman Logistik Surat Suara Pilgub Jatim
Dalam tanggapan lanjutannya, Bambang Kawit menyoroti berbagai bentuk korupsi yang berpotensi merugikan masyarakat. Selain korupsi yang merugikan keuangan negara, terdapat pula korupsi dalam bentuk regulasi yang menyimpang dari aturan yang lebih tinggi. Bambang berencana membangun komunikasi yang baik dengan APH dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar regulasi di Blitar selalu sesuai dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. “Aturan-aturan di Pemerintah Kota harus sejalan dengan regulasi di tingkat pusat. Dengan demikian, ada penyesuaian dan kesepahaman antara pemerintah kota, masyarakat, dan aparat hukum,” tegasnya.
Isu korupsi ini menjadi lebih tajam ketika publik mempertanyakan rekam jejak Bambang Rianto alias Bambang Kawit. Ia diisukan terlibat dalam kasus korupsi berjamaah yang tengah diselidiki KPK. Kasus tersebut melibatkan pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat di APBD Jawa Timur tahun anggaran 2019-2022, yang turut menyeret mantan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur,l Sahat Tua Simanjuntak beserta 21 tersangka lainnya. Isu ini diperkuat dengan kabar bahwa rumah Bambang di Blitar beberapa kali digerebek oleh KPK. Meski demikian, Bambang tetap maju sebagai calon wali kota Blitar dengan dukungan PDIP, Golkar, dan PPP.
Namun, dukungan dari partai-partai besar tampaknya memperkuat posisi Bambang di tengah kontroversi ini. Dalam debat, Bambang tidak membahas langsung isu ini, tetapi ia menekankan perlunya menata birokrasi dengan transparansi dan pendekatan moralitas. Bagi pendukungnya, penegasan tersebut menunjukkan keseriusan Bambang dalam memberantas korupsi di Blitar, meski dihadapkan dengan isu yang tengah berkembang.
Dalam menilai debat publik kedua Pilwali Kota Blitar, pengamat politik sekaligus Dosen FISIP Unisba Blitar Anwar Hakim Darajad menganggap pernyataan calon wali kota nomor urut 01 Bambang Rianto atau lebih dikenal dengan nama Bambang Kawit sebagai sebuah blunder. Menurut Anwar, pernyataan Bambang yang berbunyi, “korupsi itu harus dimulai dari diri sendiri,” berpotensi ditafsirkan secara ambigu, bahkan mungkin disalahartikan. “Bambang tampak tergelincir dengan memilih kata-kata yang bisa membawa makna ganda,” ujar Anwar.
Anwar menjelaskan bahwa, dalam konteks publik, pemilihan kata sangat penting, terutama untuk seorang calon pemimpin. Menurutnya, walaupun maksud Bambang adalah agar setiap individu memulai dengan sikap antikorupsi dari diri sendiri, frase yang digunakan justru berpotensi memberikan kesan seolah-olah korupsi dimulai secara personal dari calon itu sendiri. “Ini bukan sekadar kepleset, tapi mengindikasikan kurangnya kesiapan dalam mengomunikasikan gagasan antikorupsi yang konkret dan menginspirasi,” tambah Anwar.
Selain itu, Anwar juga menyoroti isu dugaan keterlibatan Bambang dalam kasus korupsi dana hibah, yang saat ini sedang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Anwar, situasi ini memberikan beban moral dan memperbesar tekanan terhadap Bambang dalam menjawab isu antikorupsi. “Pernyataan yang tepat, tegas, dan bijak adalah kunci bagi setiap kandidat yang ingin menumbuhkan kepercayaan publik di tengah isu-isu seperti ini,” ujarnya.
Sementara itu, Anwar memuji strategi paslon nomor urut 02, H. Syauqul Muhibbin atau yang dikenal sebagai Mas Ibin, bersama pasangannya Elim Tyu Samba. Anwar menilai bahwa pendekatan Mas Ibin yang fokus pada pemberantasan korupsi berbasis pendidikan moral dan integritas, mulai dari pendidikan dasar hingga birokrasi, adalah langkah progresif. “Mas Ibin memahami bahwa untuk memberantas korupsi, kita harus mendidik generasi sejak dini. Ini adalah strategi yang lebih holistik,” ujar Anwar.
Lebih lanjut, Anwar melihat Mas Ibin tidak hanya berfokus pada birokrasi tetapi juga merangkul semua elemen masyarakat untuk memahami dan menerapkan prinsip antikorupsi. Menurutnya, hal ini merupakan pendekatan yang inovatif dan solutif. “Pemberantasan korupsi tidak bisa hanya bertumpu pada satu lapisan, tapi harus menjadi kesadaran kolektif,” jelasnya.
Anwar menutup analisisnya dengan menyarankan agar setiap kandidat memiliki rencana konkret dan berbasis data dalam menyampaikan program antikorupsi mereka. “Pada akhirnya, kredibilitas mereka akan ditentukan dari bagaimana mereka mengartikulasikan visi antikorupsi yang tidak hanya di permukaan, tetapi menyentuh akar permasalahan,” kata Anwar.
Di akhir debat, kedua pasangan calon menegaskan komitmen mereka dalam memberantas korupsi. Masyarakat Blitar kini dihadapkan pada pilihan, apakah akan memilih pemimpin yang mengedepankan pendidikan moral antikorupsi sejak dini atau yang lebih berfokus pada penguatan integritas dan pola hidup sederhana di kalangan birokrat. Bagi warga Blitar, keputusan di bilik suara akan menjadi langkah awal menentukan arah baru yang diharapkan lebih bersih dan transparan.