JATIMTIMES - Tiga aset tanah dan bangunan milik Dewi Maria atau pimpinan Koperasi Serba Usaha (KSU) Montana resmi disita oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang, Selasa (22/10/2024). Aset itu disita untuk dilelang untuk membayar kerugian negara sebesar Rp 2,6 miliar.
Kasi Intelijen Kejari Kota Malang, Agung Tri Radityo membenarkan adanya penyitaan aset tersebut. Dalam hal ini, Dewi Maria telah dijatuhi hukuman badan dan denda oleh majelis hakim PN Tipikor Surabaya. Dewi divonis dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan dengan denda sebesar Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.
Baca Juga : Arahan Pj Wali Kota Kediri dalam Rapat Netralitas Aparatur Negara di Pemilu 2024
“Selain itu, terpidana juga diwajibkan untuk mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus korupsi tersebut, sebesar Rp 2,6 miliar. Hari ini (kemarin, red) kami menyita tiga objek di dua titik,” ungkap Agung.
Dijelaskan Agung, ada beberapa objek yang disita Kejari Kota Malang. Pertama beralamat di Jalan Belayan, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang dengan jumlah dua objek tanah dan bangunan sebagai rumah tinggal. Sementara, satu aset lainnya berupa SHGB dengan objek rumah toko (ruko) di Jalan Ciliwung, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
“Jadi nantinya aset yang disita ini akan diserahkan kepada Seksi Barang Bukti, untuk dilelang. Apabila hasilnya lebih dari kerugian sebesar Rp 2,6 maka sisanya akan diserahkan kepada negara. Namun, apabila kurang, maka kami akan melakukan kembali penelusuran aset untuk menutup kekurangan pengembalian kerugian negara itu,” jelas Agung.
Diberitakan sebelumnya, dua petinggi KSU Montana telah ditetapkan tersangka dan ditahan oleh Kejari Kota Malang pada Senin (9/10/2023) lalu. Keduanya adalah Dewi Maria alias DM (68) warga Kelurahan Lesanpuro, Kecamatan Kedungkandang, yang merupakan Ketua KSU Montana. Kemudian bendahara KSU Montana, Veronika Dwi (47) warga Desa Wadanpuro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.
Baca Juga : Fraksi PKS Kota Malang Soroti Lahan Makam yang Semakin Habis
Keduanya, dianggap melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dana bantuan untuk UMKM ke Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM). Dengan modus memiliki data UMKM bodong, keduanya berhasil mencairkan dana sebesar Rp 5 miliar. Namun, hanya Rp 2,4 miliar saja yang dikembalikan ke LPDB-KUMKM.
Atas perbuatannya itu, keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Keduanya terancam dengan hukuman pidana penjara selama 20 tahun.