JATIMTIMES - Koordinator Juru Bicara WALI (Wahyu Hidayat-Ali Muthohirin) Dito Arief Nurakhmadi mengajak masyarakat untuk menyukseskan Pilkada Kota Malang. Dalam hal ini, pihaknya tidak ingin masyarakat memilih pemimpin yang salah.
Menurut Dito, dalam dunia politik, kemungkinan untuk terjebak dalam lingkaran korupsi sangat besar. Tetapi, juga banyak politisi yang tetap berpendirian teguh untuk tegak lurus terhadap kepentingan masyarakat.
Baca Juga : Bebas dari Hukuman, Andre ”Cobra” Oktaviansyah Siap Tampil Lawan Persib
Dito pun mengaku Kota Malang pernah terjerumus pada lingkaran korupsi yang membawa eksekutif dan legislatif ke penjara. Hal itu pun sangat mencoreng nama Kota Malang.
Oleh karena itu, Dito meminta agar masyarakat dapat melihat rekam jejak pemimpin Kota Malang. Dia tidak ingin masyarakat Kota Malang terjebak untuk kali kesekian.
“Itu fakta politik ya, rekam jejak pemimpin kita kan jelas gitu. Artinya dari tiga pasangan calon masyarakat Kota Malang yang secara pendidikan, secara karakter, pemilih rasional bisa melihat rekam jejaknya. Dan memang semakin ke sini pemberitaan atau isu terkait masa lalu salah satu kandidat yang pernah tersangkut korupsi memang menjadi bahasan di media sosial, bahkan di masyarakat,” kata Dito, Sabtu (12/10/2024).
Lalu, apakah Kota Malang akan seperti dulu lagi? Dito menjelaskan nasib warga Kota Malang dipertaruhkan pada pilkada ini. Bila dipimpin oleh pemimpin yang punya masa lalu atau punya beban masa lalu, tentunya akan sangat ironi.
“Nah saya kira memang, saya sebagai politisi Nasdem, kemudian dalam proses kemarin, proses pencalonannya, kita juga mengamati kenapa Partai Nasdem dan bersama 14 partai politik yang lain menjatuhkan pilihan kepada Pak Wahyu Hidayat, tidak kepada yang lain. Karena kami melihat ada kandidat yang lain, yang bahkan belum pada saat pencalonan, tapi pada saat proses menuju berpasangan, kami melihat indikasi hal-hal yang saya kira tidak baik dilakukannya, yaitu lelang untuk wakil wali kotanya,” beber Dito.
“Nah, sedangkan di pasangan Wahyu Hidayat dan Ali Muthohirin, kan mereka bersatu dalam proses politik yang saya kira murni. Tidak ada bunyi-bunyian terkait mahar politik,” imbuh Dito.
Baca Juga : Risma-Gus Hans Kuda Hitam Pilgub Jatim: Elektabilitas Melesat Tiap Pekan
Terkait hal ini, Dito mengaku sudah tidak menjadi rahasia publik terkait mahar politik, khususnya di kalangan partai politik. Bahkan, Dito pernah mendengar ada kandidat yang mahal mahar politiknya untuk bisa menjadi wakil.
“Di angka Rp 15 sampai 25 miliar. Saya kira itu kan proses awal yang kurang baik. Bahkan sebelum pencalonan pun ada hal-hal seperti itu. Jadi, bagaimana Kota Malang mau melepaskan diri dari masa lalu yang pernah tersangkut masalah korupsi apabila ada salah satu kandidat yang pada proses pencalonan melakukan hal-hal seperti tersebut. Ada mahar politik bagi calon wakil wali kota agar bisa digandeng. Saya kira itu menjadi catatan kami partai politik,” ungkap Dito.
Dito pun mengaku bagaimana menghapus dosa politik, jika dalam prosesnya masih mengulangi mahar politik yang ditetapkan. “Ya saya kira ketika dimulai dengan proses yang tidak baik seperti itu, ada mahar politik, tentunya akan terulang kembali, artinya tidak belajar dari kesalahan,” beber Dito.
“Kita tidak melihat pemimpin kan harus yang, pemimpin itu harus belajar dari kesalahan. Bagaimana mau belajar dari kesalahan kalau proses untuk pencalonannya saja masih melakukan hal seperti itu,” tukas Dito.