JATIMTIMES - Kejaksaan Negeri Bondowoso telah menahan dua tersangka kasus kredit fiktif. Keduanya oknum karyawan salah satu bank negara.
Tersangka yakni kepala unit berinisial YA dan mantrinya berinisial RAN. Keduanya telah digiring ke Lapas Klas II B Bondowoso dari Kantor Kejaksaan Negeri setempat, Kamis (3/10/2024).
Baca Juga : Unisma Bangun dan Kuatkan Jiwa Leadership Mahasiswa, Hadirkan Pemimpin Bank Ternama
Kajari Bondowoso Dzakiyul Fikri mengungkapkan, para pelaku tersebut memiliki peran yang berbeda. Mantri berinisial RAN bertugas mencari atau memproses setiap permohonan. Selanjutnya permohonan yang diduga semua dipalsukan termasuk agunan itu, diajukan kepada tersangka YA sebagai kepala unit yang memverifikasi kredit.
"Apakah ada peran pihak lain, itu sangat mungkin. Data dari mana, keterangan domisili dari mana, pihak mencari data," ujarnya.
Ia menyebut ada sekitar 90 korban yang mayoritas berusia 60 tahun ke atas dari dugaan kredit fiktif ini. Mirisnya 20 orang di antaranya bahkan disebut telah meninggal dunia.
"Dan total uang bank yang dikeluarkan, dengan proses yang tak benar itu lebih dari Rp 5 miliar," jelasnya.
Ia menyebut, sepintas dari penyidikan motif dari kredit fiktif ini karena internal perbankan membangun hunian menggunakan pihak ke tiga.
Namun, tak bisa membayar. Dari situlah muncul niat jahat. Meminta bantuan data identitas nama-nama warga Bondowoso sekitar unit perbankan. "Mengkondisikan domisili, domisili di tempat A dipindah ke tempat B," urainya.
Karena indikasi inilah, pihaknya akan menelusuri semuanya hingga terungkap. Bahkan, Kejaksaan Negeri Bondowoso disebut bahkan meminta keterangan dinas terkait.
Untuk informasi, pada 19 September 2024 lalu sejumlah korban dugaan kredit fiktif menggelar aksi dukungan pada penegak hukum di depan Kantor Kejaksaan Negeri Bondowoso, pada Kamis (19/9/2024).
Baca Juga : Menyusul Kades Tambakrejo, Rekanan Pembuat Nota Fiktif Dijebloskan ke Penjara
Menurut pengacara para korban, Nurul Jamal Habaib, korban-korban yang mayoritas Lansia ditunggangi kredit dengan nominal beragam. Terendah Rp 50 juta, dan bahkan ada yang Rp 600 juta. “Lain desa lain, datangi posko kami,” ujarnya.
Salah seorang korban, Adima (70), warga Desa Wonosari, Kecamatan Grujugan, menjelaskan, tak pernah merasa mendatangi perbankan untuk mengambil kredit.
Karena itulah, dirinya kaget ketika ditagih utang senilai Rp 100 juta dari perbankan. “Jangankan ke perbankan, saya ke pasar dekat rumah saja hampir bisa dihitung dengan jari,” kata wanita yang sehari-hari bekerja serabutan itu.
Kondisi serupa dialami Buhari, warga desa yang sama. Ia sangat terkejut punya utang hingga Rp 75 juta di salah satu perbankan.
Bahkan, disebut namanya yang tiba-tiba berubah telah menjadi warga Desa Jurang Sapi, Kecamatan Tapen. Padahal KTP nya sendiri ada padanya dan tak pernah melakukan pemindahan. “Saya dipanggil sini (Kejaksaan, red) ditanya apakah saya pindah ke Jurang Sapi,” pungkasnya.