JATIMTIMES - Belakangan ini, masyarakat dihebohkan dengan tren beras "Zero Sugar" yang diklaim lebih sehat dan aman bagi mereka yang ingin mengurangi konsumsi gula. Namun, menurut dr. Dion Haryadi, seorang dokter umum sekaligus Certified Nutrition & Health Coach, konsep ini sebenarnya tidak sepenuhnya akurat.
Dalam penjelasannya, dr. Dion mengatakan bahwa semua jenis beras pada dasarnya memiliki kandungan gizi yang mirip. “Saya izin meluruskan ya, jadi kalau ngomongin beras, mau jenis apapun itu nilai gizinya sebenarnya mirip-mirip. Dan ya memang nggak ada kandungan gula dalam beras, paling kalau ada hanya sekitar 0, sekian gram,” jelas dr. Dion, dilansir Instagramnya @dionharyadi, Rabu (2/10/2024).
Baca Juga : 7 Rahasia Toilet Umum Pintunya Terbuka Bagian Bawah
Meskipun beras diklaim "Zero Sugar", yang sebenarnya perlu diperhatikan kata dr. Dion adalah kandungan karbohidratnya, bukan gulanya. “Kandungan karbohidrat dalam beras itu tinggi, sekitar 70-80%. Tapi ya ini bergantung jenis beras, ada yang lebih tinggi, ada juga yang lebih rendah,” lanjutnya.
Dr. Dion juga menambahkan bahwa meskipun beras mengandung karbohidrat, karbohidrat tersebut merupakan karbohidrat kompleks. "Kamu harus tahu juga bahwa karbohidrat, spesifiknya karbohidrat kompleks, adalah rantai gula yang panjang. Saat dikonsumsi, akan dipecah oleh enzim pencernaan menjadi gula yang lebih kecil, yang nantinya akan diserap dan digunakan oleh tubuh,” kata dr. Dion.
Namun, meski karbohidrat pada akhirnya dipecah menjadi gula, efek makan nasi tidak sama seperti mengonsumsi gula pasir secara langsung. Sebagai perbandingan, dr. Dion menyebut bahwa 100 gram nasi putih dengan sekitar 130 kalori setara dengan 40 gram gula pasir atau 2,5 sendok makan gula. "Tentu nasi putih punya volume yang lebih besar dan bisa memicu rasa kenyang lebih baik daripada gula pasir,” jelasnya.
Selain itu, nasi putih biasanya dikonsumsi bersama lauk pauk yang kaya protein dan serat. “Nasi putih bisa dikombinasikan dengan lauk pauk yang membuat meal tersebut lebih seimbang dan bergizi dengan tambahan protein dan serat,” ungkap dr. Dion.
Jadi, daripada hanya berfokus pada jenis beras yang dikonsumsi, penting untuk memperhatikan bagaimana beras tersebut dikombinasikan dengan sumber nutrisi lainnya. Menurut dr. Dion, kombinasi ini akan membantu menurunkan glycemic index (GI) nasi, yang berarti efek lonjakan gula darah dapat diminimalkan.
Mengenai jenis beras yang paling baik, dr. Dion menyatakan bahwa ini tergantung pada preferensi dan kebutuhan individu. "Jenis nasi berwarna seperti nasi merah atau coklat memiliki serat lebih tinggi sedikit dan teksturnya lebih kering, sehingga bisa bikin kita makan lebih sedikit," jelasnya.
Baca Juga : Sering Dihindari, Benarkah Air Hujan Bisa Membuat Sakit? Ini Faktanya
Namun, secara kalori, tidak ada perbedaan signifikan antara nasi putih, nasi merah, atau beras basmati. "Secara kalori, nasi putih, nasi merah, basmati sebenarnya tidak beda jauh," tambahnya. Bahkan, perbedaan glycemic index pun tidak begitu berarti, terutama ketika nasi dimakan bersama lauk pauk.
Pada akhirnya, dr. Dion menekankan bahwa nasi yang terbaik adalah yang bisa dimakan dalam porsi yang tepat dan dikombinasikan dengan makanan sehat lainnya. “Intinya, nasi yang terbaik adalah nasi yang bisa kamu makan dengan porsi tidak berlebihan, yang kamu nikmati bersama sayur dan lauk sehat, serta diiringi dengan gaya hidup aktif,” tegas dr. Dion.
Jadi, daripada terjebak dalam tren "Zero Sugar" atau beras tertentu, dr Dion menyarankan agar lebih mementingkan untuk menjaga pola makan seimbang dan gaya hidup yang sehat.