JATIMTIMES -Selasa, 17 September 2024, menjadi hari istimewa bagi warga Dusun Pakel, Desa Kebonsari, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Ratusan warga berkumpul untuk mengikuti ritual jamasan wayang Kiai Bonto, yang digelar bersamaan dengan prosesi jamasan Gong Kiai Pradah di Alun-Alun Lodoyo. Kehadiran calon Bupati Blitar dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Rijanto, menambah keistimewaan acara ini.
Rijanto, yang dikenal memiliki perhatian khusus terhadap pelestarian budaya, tampak bersemangat saat mengikuti prosesi jamasan. Dalam sambutannya, ia menekankan betapa pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya bangsa. "Warisan budaya seperti jamasan wayang Kiai Bonto adalah bagian tak terpisahkan dari identitas kita sebagai bangsa. Tradisi ini harus terus dilestarikan untuk generasi mendatang," ujar Rijanto.
Baca Juga : Jelang Jatuh Tempo, Realisasi PBB-P2 Kabupaten Blitar Masih di Bawah 60 Persen
Pernyataan Rijanto mencerminkan komitmennya terhadap pelestarian budaya lokal yang berharga.
Acara jamasan wayang Kiai Bonto dimulai dengan pembukaan kotak hitam yang menyimpan tiga wayang krucil, termasuk Kiai Bonto, yang menjadi pusat perhatian. Jamasan wayang Kiai Bonto merupakan bagian dari tradisi yang telah ada sejak ratusan tahun lalu dan telah mendapatkan pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada tahun 2022.
Rijanto menambahkan bahwa pelestarian budaya tidak hanya berdampak pada masyarakat lokal, tetapi juga pada daya tarik wisata. "Dengan terus melestarikan tradisi seperti jamasan wayang Kiai Bonto, kita tidak hanya menjaga budaya kita, tetapi juga membantu mempromosikan Blitar sebagai destinasi wisata budaya yang menarik," tambah Rijanto. Pernyataan ini sejalan dengan visinya untuk mengembangkan sektor pariwisata di Blitar melalui pelestarian budaya.
Prosesi jamasan ini melibatkan siraman air pada wayang Kiai Bonto, yang dipercaya memiliki berbagai khasiat, mulai dari menyembuhkan penyakit hingga mendatangkan rezeki. Setelah siraman, bunga bekas siraman dicampur dengan air dan dibagikan kepada pengunjung, mirip dengan tradisi di Alun-Alun Lodoyo.
Sejarah jamasan wayang Kiai Bonto bermula dari kedatangan Pangeran Prabu dari Mataram yang membawa serta wayang krucil ke Blitar. Pangeran Prabu, yang melarikan diri setelah mengalami konflik politik, meninggalkan wayang tersebut di Dusun Pakel. Wayang Kiai Bonto kemudian menjadi bagian dari tradisi lokal yang dihormati dan dilestarikan hingga saat ini.
Baca Juga : Pemkot Blitar Selesaikan Pembangunan Drainase di 21 Titik, Anggaran Capai Rp 1,1 Miliar
Cerita mengenai wayang Kiai Bonto juga memiliki keterkaitan dengan Gong Kiai Pradah, keduanya merupakan harta pusaka Kerajaan Mataram yang dibawa oleh Pangeran Prabu. Kisah ini menjadi bagian dari warisan budaya Blitar yang sangat dihargai dan terus dirayakan setiap tahunnya.
Dengan kehadiran Rijanto dan dukungan dari berbagai pihak, prosesi jamasan wayang Kiai Bonto diharapkan tidak hanya menjadi ritual yang terus dilestarikan tetapi juga sebagai upaya untuk mempromosikan dan melestarikan budaya lokal Blitar ke seluruh Indonesia.