JATIMTIMES - Sejarah Kerajaan Cirebon tidak hanya dipenuhi kisah tentang perang, penaklukan, dan penyebaran agama, tetapi juga diwarnai dengan kisah cinta dan diplomasi yang melibatkan berbagai tokoh penting. Salah satu kisah yang paling menarik dan penuh nuansa adalah perjalanan Ratu Mas Rarasumanding, yang dikenal juga dengan nama Ong Tien, putri asal Negeri Cina, yang datang berlayar ke Cirebon untuk menikahi Sunan Gunung Jati.
Perjalanan ini menjadi titik penting dalam sejarah Cirebon, tidak hanya sebagai sebuah kisah cinta, tetapi juga sebagai simbol persahabatan dan hubungan diplomatik antara Cina dan Kerajaan Cirebon pada abad ke-16.
Baca Juga : Kapolres Tuban AKBP Oskar Syamsuddin Sambangi Ponpes Mansyaul Huda 02 Senori
Sunan Gunung Jati: Dakwah dan Perannya dalam Penyebaran Islam di Nusantara
Sunan Gunung Jati, salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam di Indonesia, adalah putra Sultan Hud dan Rara Santang. Dalam naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Sultan Hud digambarkan sebagai keturunan Bani Hasyim yang memiliki garis keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW melalui jalur Zainal Abidin bin Imam Husein, yang merupakan putra dari Sayyidah Fatimah binti Muhammad SAW. Dengan silsilah yang menghubungkannya langsung ke Nabi Muhammad SAW, Sunan Gunung Jati memiliki nasab yang sangat terhormat.
Keberadaan nasab ini bukan hanya menegaskan kemuliaan darahnya, tetapi juga memberikan landasan kuat bagi kepemimpinannya di Cirebon. Dengan legitimasi yang kuat dari garis keturunan ini, Sunan Gunung Jati berhasil mendirikan dan mengembangkan Kerajaan Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam dan kebudayaan Islam di Jawa Barat. Kepemimpinan dan dedikasinya menjadikan Cirebon sebagai wilayah yang strategis dalam penyebaran ajaran Islam di nusantara, sekaligus meneguhkan posisi pentingnya dalam sejarah Islam di Indonesia.
Sunan Gunung Jati tidak hanya fokus pada pengajaran agama Islam melalui metode dakwah, tetapi juga menerapkan strategi yang matang dalam membangun kekuatan politik dan militer. Beliau menyadari bahwa untuk menyebarkan ajaran Islam secara lebih luas, diperlukan aliansi dengan tokoh-tokoh yang memiliki kekuatan politik, militer, dan karisma.
Di antara pengikutnya yang terkenal adalah tokoh-tokoh seperti Ki Dipati Keling, Nyimas Gandasari (juga dikenal sebagai Nyimas Panguragan), Pangeran Karangkendal, Pangeran Panjunan, Pangeran Sukalila, serta mertuanya sendiri, Pangeran Cakrabuana, yang bergelar Sri Mangana.
Perjalanan Panjang dari Cina
Kisah Ong Tien bermula dari istana megah di Cina, di mana ia hidup sebagai putri bangsawan yang memiliki segala kelebihan, baik dari segi kekayaan maupun kemewahan hidup. Namun, kisah hidupnya berubah ketika ia mendengar tentang Sunan Gunung Jati, seorang tokoh besar dari tanah Jawa yang tidak hanya dihormati sebagai penguasa, tetapi juga seorang ulama besar yang menyebarkan ajaran Islam di wilayah Nusantara.
Keputusan Ong Tien untuk meninggalkan kemewahan hidup di Cina dan berlayar ke Cirebon bukanlah sesuatu yang mudah. Dalam buku Sejarah Cirebon karangan Pangeran Sulaiman Sulendraningrat, dijelaskan bahwa Ong Tien melakukan perjalanan panjang selama berbulan-bulan melintasi laut demi bertemu dengan Sunan Gunung Jati. Bersama rombongan pengiringnya, ia membawa berbagai barang berharga, termasuk bokor kuningan yang kelak akan memainkan peran penting dalam hidupnya di Cirebon.
Sesampainya di Pelabuhan Muara Jati di Cirebon, Ong Tien merasa kecewa karena Sunan Gunung Jati yang ia cari tidak berada di tempat. Pada saat itu, Sunan Gunung Jati sedang berada di Luragung, sebuah wilayah yang terletak di pedalaman, sekitar 50 kilometer dari Cirebon. Sunan Gunung Jati sedang dalam misi penting untuk mengislamkan penguasa Luragung bersama uwaknya, Pangeran Cakrabuana.
Tidak mau menyerah dengan kekecewaannya, Ong Tien memutuskan untuk menyusul Sunan Gunung Jati ke Luragung. Ditemani oleh rombongan besar dari Cina, ia melakukan perjalanan darat menuju pedalaman untuk bertemu dengan orang yang telah membuatnya rela menempuh perjalanan jauh. Ketika akhirnya mereka bertemu di Luragung, kisah cinta keduanya mulai terjalin. Sunan Gunung Jati, yang pada saat itu berhasil mengislamkan penguasa Luragung beserta para pembesarnya, menerima Ong Tien dengan penuh penghormatan.
Sesampainya di Luragung, Ong Tien dan rombongannya memutuskan untuk memeluk Islam. Dalam proses tersebut, Ong Tien mendapatkan nama baru, yaitu Ratu Mas Rarasumanding. Nama ini bukan hanya sekadar nama baru sebagai seorang muslimah, tetapi juga mencerminkan peran pentingnya sebagai istri Sunan Gunung Jati, yang kelak akan memainkan peran penting dalam sejarah Cirebon.
Setelah Ong Tien, yang kini dikenal sebagai Ratu Mas Rarasumanding, memeluk Islam, pernikahan antara dirinya dan Sunan Gunung Jati pun dilangsungkan di Luragung. Pernikahan ini menjadi simbol persatuan antara dua dunia, yaitu dunia Timur dan Nusantara. Ratu Mas Rarasumanding membawa serta berbagai tradisi dari Cina, yang kemudian turut mewarnai kehidupan di Keraton Cirebon.
Setelah pernikahan selesai, Sunan Gunung Jati beserta istri barunya dan rombongan pengiring yang telah memeluk Islam kembali ke Cirebon. Perjalanan ini menandai kembalinya Sunan Gunung Jati ke pusat pemerintahannya setelah berhasil mengislamkan Luragung dan mempererat hubungan antara Cirebon dengan Cina melalui pernikahannya dengan Ratu Mas Rarasumanding.
Kehidupan di Cirebon dan Peran Ratu Mas Rarasumanding
Ratu Mas Rarasumanding menjalani kehidupan barunya di Cirebon dengan penuh kesungguhan. Meskipun ia berasal dari negeri yang jauh dengan budaya dan tradisi yang berbeda, ia berhasil menyesuaikan diri dengan kehidupan di keraton Cirebon. Selama empat tahun setelah pernikahannya, Ratu Mas Rarasumanding hidup dalam kedamaian di Cirebon, meskipun pernikahannya tidak dikaruniai anak.
Baca Juga : Bupati Malang Sanusi Targetkan Penurunan Stunting Capai 50 Persen di 2025
Namun, dalam empat tahun singkat itu, ia tetap memainkan peran penting sebagai istri Sunan Gunung Jati. Dalam catatan sejarah, meskipun tidak banyak diceritakan secara mendetail tentang perannya di pemerintahan, kehadirannya membawa pengaruh positif terhadap hubungan diplomatik antara Cina dan Cirebon. Pernikahan ini juga menjadi simbol kuat bagi keraton Cirebon dalam memperluas pengaruhnya, tidak hanya di Nusantara tetapi juga di luar negeri, khususnya Cina.
Salah satu kisah yang menarik dari perjalanan hidup Ratu Mas Rarasumanding adalah mengenai anak angkatnya, Pangeran Kuningan. Ketika Ong Tien datang ke Cirebon, ia membawa sebuah bokor kuningan, sebuah benda berharga dari negeri asalnya. Bokor ini kemudian menjadi penanda pertukaran simbolis dalam adopsi seorang bayi yang kelak menjadi Pangeran Kuningan.
Bayi tersebut adalah anak penguasa Luragung, yang diberikan kepada Sunan Gunung Jati sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan atas ajaran Islam. Bayi ini kelak dibesarkan oleh Gedheng Kemuning, salah satu tokoh penting di Cirebon, dan kemudian dikenal sebagai Adipati Kuningan. Adipati Kuningan tidak hanya menjadi penguasa Kuningan, tetapi juga diakui sebagai putra angkat Sunan Gunung Jati, yang berperan besar dalam penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat.
Kehidupan Ratu Mas Rarasumanding di Cirebon tidak berlangsung lama. Setelah empat tahun menetap di Cirebon, ia meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan. Meski demikian, ia dikenang sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah Cirebon, terutama karena kisah perjalanannya dari Cina hingga menjadi bagian dari keluarga besar Sunan Gunung Jati.
Ratu Mas Rarasumanding dimakamkan di Astana Agung Gunung Jati, kompleks pemakaman keluarga besar Sunan Gunung Jati di Cirebon. Makamnya menjadi salah satu tempat yang dihormati di Cirebon dan sering dikunjungi oleh para peziarah yang ingin mengenang kisahnya. Meskipun usianya di Cirebon tidak panjang, namun pengaruhnya dalam sejarah Cirebon tetap dikenang sebagai bagian penting dari hubungan antara Nusantara dan Cina.
Kedatangan Ratu Mas Rarasumanding ke Cirebon tidak hanya membawa dampak pada kehidupan pribadi Sunan Gunung Jati, tetapi juga pada hubungan diplomatik antara Cirebon dan Cina. Kisah pernikahan ini menjadi simbol persahabatan antara dua kerajaan yang berbeda budaya, bahasa, dan keyakinan. Bahkan, hingga kini, kisah kedatangan Ong Tien atau Ratu Mas Rarasumanding masih diceritakan dalam berbagai naskah sejarah, termasuk dalam Sejarah Cirebon yang disusun oleh Pangeran Sulaiman Sulendraningrat.
Di sisi lain, pengaruh budaya Cina yang dibawa oleh Ong Tien juga turut memperkaya kebudayaan Cirebon. Pengaruh ini bisa terlihat dalam berbagai aspek, seperti seni, arsitektur, hingga tradisi yang berkembang di keraton Cirebon. Hubungan diplomatik yang terjalin melalui pernikahan ini juga membawa dampak pada perdagangan, di mana Cirebon semakin dikenal sebagai pusat perdagangan yang strategis, menghubungkan Nusantara dengan dunia luar, termasuk Cina.
Kisah kedatangan Ratu Mas Rarasumanding ke Cirebon bukan hanya sekadar kisah cinta antara seorang putri dari Cina dan seorang raja di Nusantara, tetapi juga simbol dari hubungan yang lebih besar antara dua peradaban. Melalui pernikahan ini, Cirebon tidak hanya memperkuat posisinya sebagai pusat penyebaran Islam di Jawa, tetapi juga sebagai pusat perdagangan dan diplomasi yang menghubungkan berbagai wilayah di Asia. Warisan dari kisah ini masih bisa kita rasakan hingga saat ini, dalam berbagai aspek kehidupan di Cirebon, baik dalam hal budaya, diplomasi, maupun sejarah.