free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Politik

Ramai Tagar #KawalPutusanMK, Apa Maksudnya?

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

22 - Aug - 2024, 08:49

Placeholder
Peringatan Darurat hingga Tagar Kawal Putusan MK menjadi trending sejak Rabu (21/8/2024) malam lantaran DPR diduga menganulir putusan MK. (Foto: X)

JATIMTIMES - Pada Kamis, 22 Agustus 2024, berbagai daerah di Indonesia serentak menggelar aksi demonstrasi dengan mengusung tagar #KawalPutusanMK. Aksi ini muncul sebagai respons terhadap revisi UU Pilkada yang tengah dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.  

Demonstrasi tersebut diikuti oleh mahasiswa dan masyarakat dari berbagai lapisan yang menuntut agar revisi UU Pilkada tetap mendukung demokrasi yang lebih inklusif. 

Namun, apa sebenarnya yang melatarbelakangi munculnya gerakan #KawalPutusanMK ini? 

Baca Juga : Usai Menerima Formulir B1-KWK dari PKS, Pasangan Dhito-Dewi Kembali Diusung Partai Amanat Nasional

Menurut Ardianto Satriawan, seorang dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB), melalui akun X-nya menjelaskan bahwa gerakan ini berawal dari ketegangan politik terkait pencalonan Gubernur DKI Jakarta.  

Ardianto menjelaskan bahwa pada awalnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berencana mencalonkan pasangan Anies Baswedan dan Sohibul Iman dengan tagline "Jakarta Aman". Anies dan Sohibul dipilih karena elektabilitas mereka yang tinggi. 

Namun, ada kendala besar, yaitu ambang batas pencalonan gubernur yang mensyaratkan partai atau koalisi partai memiliki minimal 20% kursi di DPRD untuk bisa mencalonkan pasangan kepala daerah. 

Untuk mencapai ambang batas tersebut, PKS awalnya berencana berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasdem, seperti yang terjadi pada Pilpres sebelumnya. Namun, rencana ini terganggu ketika ketiga partai tersebut mendapat tekanan untuk bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM). 

Ardianto menjelaskan bahwa ada sejumlah ancaman yang memaksa partai-partai tersebut bergabung dengan KIM. Nasdem menghadapi ancaman terkait kasus hukum, PKB melalui Cak Imin diancam dengan potensi konflik internal antara PKB dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), sedangkan PKS ditawari posisi wakil gubernur sebagai imbalan. 

Akhirnya, PKS mundur dari rencana pencalonan Anies Baswedan dan memilih untuk mencalonkan pasangan Ridwan Kamil - Suswono, didukung oleh koalisi besar yang terdiri dari 12 partai. 

Selain drama di antara partai politik, ada juga keributan terkait pasangan calon independen untuk Pilkada DKI Jakarta, yaitu Dharma Pongrekun dan Kun Wardana. Pasangan ini menjadi kontroversial karena diduga mengumpulkan KTP pendukung menggunakan data curian, termasuk KTP anak dari Anies Baswedan. 

Banyak warga yang protes dan melaporkan kasus ini ke polisi, namun polisi menyatakan bahwa kasus tersebut berada di bawah kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena berkaitan dengan Pilkada. Meskipun demikian, pencurian data KTP seharusnya tetap dianggap sebagai tindak pidana umum. 

Meski dinilai problematik, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana tetap ditetapkan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), menambah ketegangan dalam proses Pilkada DKI Jakarta. 

Baca Juga : Hari Ini, Seluruh Daerah di Indonesia Gelar Aksi Serentak #KawalPutusanMK

Ketegangan ini semakin meningkat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan penting pada Selasa, 20 Agustus 2024. Dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah, yang semula sangat membatasi partai-partai kecil dan independen. 

Dengan putusan ini, partai politik di provinsi dengan populasi antara 6 hingga 12 juta jiwa bisa mengusung calon jika memperoleh minimal 7,5% suara, menyamakan persyaratannya dengan calon independen. 

Putusan ini juga mengubah syarat batas usia calon kepala daerah. Batas usia calon Gubernur dan Wakil Gubernur kini ditetapkan minimal 30 tahun saat calon ditetapkan oleh KPU, bukan saat dilantik. Sementara untuk calon Wali Kota, Wakil Wali Kota, Bupati, dan Wakil Bupati, batas usia minimalnya adalah 25 tahun. 

Putusan MK ini berdampak besar pada peta politik Pilkada 2024. Beberapa partai seperti PDI-P dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kini dapat mencalonkan pasangan kepala daerah tanpa perlu berkoalisi dengan partai lain. Sebaliknya, putusan ini membuat putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep tidak bisa mencalonkan diri karena terganjal usia. 

Putusan MK tersebut langsung direspons oleh pemerintah dan DPR. Presiden Jokowi yang telah mengganti Menkumham Yasonna Laoly (PDIP) dengan pejabat baru yang bukan berasal dari PDI-P. Hal tersebut menimbulkan spekulasi tentang maksud di balik reshuffle kabinet ini. 

Namun, yang paling memicu kehebohan adalah langkah DPR yang langsung menggelar rapat untuk membahas revisi UU Pilkada. Baleg DPR RI telah menyepakati draf RUU Pilkada pada Rabu, 21 Agustus 2024, dan DPR berencana mengesahkannya dalam rapat paripurna pada Kamis pagi, 22 Agustus 2024. Langkah ini dianggap oleh banyak pihak sebagai upaya untuk menganulir putusan MK. 

Ardianto menilai bahwa langkah ini sangat kontroversial karena deadline pendaftaran calon kepala daerah tinggal beberapa hari lagi. Sehingga perubahan aturan di saat-saat terakhir dapat mempengaruhi proses pencalonan.


Topik

Politik Kawal Putusan MK putusan mk demo mahasiswa demokrasi baleg



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Binti Nikmatur

Editor

Sri Kurnia Mahiruni