JATIMTIMES – Tahun ini, Blitar genap berusia 700 tahun. Hari Jadi Blitar diperingati setiap tanggal 5 Agustus berdasarkan Prasasti Balitar I yang diresmikan oleh Raja Jayanegara pada hari Minggu Pahing, bulan Srawana, Tahun Saka 1246 atau 5 Agustus 1324 Masehi. Tanggal tersebut yang tercantum pada prasasti akhirnya ditetapkan sebagai Hari Jadi Blitar setiap tahunnya.
Setiap daerah memiliki metode unik dalam menentukan hari jadinya. Meski penetapan Hari Jadi Blitar pada 5 Agustus didasarkan pada Prasasti Balitar I dari abad ke-14, masih ada perdebatan mengenai usianya yang sebenarnya.
Baca Juga : Resmi Bermarkas di Blitar, Inilah Harga Tiket Pertandingan Arema FC
Beberapa kalangan berpendapat bahwa Blitar mungkin telah ada sejak lebih dari 700 tahun yang lalu berdasarkan bukti lain. Meskipun kajian saat ini baru mencakup Prasasti Balitar I, penting untuk menegaskan bahwa Blitar memiliki sejarah peradaban yang sangat tua di Nusantara. Salah satunya dibuktikan dengan adanya Prasasti Karangtengah dari abad ke-7 Masehi.
Kelurahan Karangtengah di Kota Blitar kini menarik perhatian berkat penemuan dan kajian intensif terhadap Prasasti Karangtengah. Prasasti yang berangka tahun 671 Saka atau sekitar tahun 749 Masehi ini merupakan bukti kuat adanya peradaban maju di Blitar sejak abad ke-7 Masehi. Penemuan ini membuka tabir sejarah yang menegaskan pentingnya Blitar pada masa lalu.
Gus Dian, seorang antropolog yang telah mengkaji prasasti ini, menjelaskan bahwa prasasti ini berasal dari era Mataram Hindu Kuno. Tepatnya, pada masa Kerajaan Kalingga terakhir.
"Kami menemukan angka tahun 671 Saka di prasasti ini, yang jika dikonversi ke Masehi menjadi tahun 749. Ini adalah masa pemerintahan Kerajaan Kalingga terakhir," jelasnya pada Selasa (6/8/2024).
Gus Dian juga menyebutkan bahwa kajian terhadap prasasti ini belum final dan masih membutuhkan kontribusi dari berbagai pihak.
"Kajian ini belum final. Kami berharap para ahli di bidangnya dapat memberikan kontribusi untuk memperdalam pemahaman tentang prasasti ini," tambahnya.
Dalam kajian awal, Gus Dian menemukan bahwa Prasasti Karangtengah, atau yang juga dikenal sebagai Prasasti Kinarang, berisi informasi tentang seorang raja besar yang menetapkan wilayah agraris di Karangtengah sebagai bebas dari pajak.
"Prasasti ini mengindikasikan bahwa seorang raja besar menetapkan bumi agraris di wilayah ini bebas dari pajak tanah maupun pajak penghasilan lainnya. Ini sebagai penghargaan kepada masyarakat yang telah membantu memenangkan peperangan," ungkapnya.
Lebih lanjut, Gus Dian menjelaskan bahwa hadiah tanah bebas pajak ini diberikan oleh Raja Kalingga terakhir, Shri Mahaprabhaja Panangkarama.
"Raja Kalingga terakhir, Shri Mahaprabhaja Panangkarama, memberikan hadiah sima swatantra atau tanah bebas pajak kepada warga Karangtengah sebagai bentuk penghargaan," terangnya.
Shri Mahaprabhaja Panangkarama dikenal sebagai penerus Ratu Sima, tokoh terkenal dalam sejarah Kalingga. Setelah Ratu Sima melakukan upacara moksa adiraga, kepemimpinan Kerajaan Kalingga dilanjutkan oleh putranya, Shri Mahaprabhaja Panangkarama.
"Prasasti Karangtengah menunjukkan bahwa meskipun masa pemerintahan Shri Mahaprabhaja Panangkarama tidak sepopuler era Ratu Sima, beliau tetap memainkan peran penting dalam sejarah Kalingga. Penetapan tanah bebas pajak ini menunjukkan komitmennya untuk menghargai masyarakat setempat," tambah Gus Dian.
Penemuan prasasti ini memungkinkan kita memahami lebih dalam tentang transisi kepemimpinan dan kebijakan di Kerajaan Kalingga setelah masa kejayaan Ratu Sima. Ini memperkaya pemahaman kita tentang sejarah Blitar dan Kalingga, serta menegaskan bahwa peradaban di Blitar memiliki akar sejarah yang dalam dalam konteks Nusantara.
Prasasti Karangtengah menunjukkan bahwa peradaban di Kelurahan Karangtengah, yang kini menjadi bagian dari Kota Blitar, lebih tua dari Kerajaan Majapahit. Dia menambahkan bahwa daerah ini dulunya merupakan wilayah agraris yang sangat penting dan produktif.
Baca Juga : Berhasil Kendalikan Inflasi Daerah, Pemkot Blitar Terima Penghargaan Insentif Fiskal dari Kemendagri RI
"Peradaban di Kelurahan Karangtengah ini lebih tua dari Majapahit," tegas Gus Dian.
Ketua Pokdarwis Wono Madyo Kelurahan Karangtengah, Sasmitro, juga menekankan pentingnya prasasti ini dalam sejarah Blitar. Sasmitro juga menekankan bahwa prasasti ini merupakan fakta sejarah, bukan sekadar mitos.
"Prasasti ini sebagai tonggak sejarah menunjukkan bahwa Blitar sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Dengan mengangkat prasasti ini, kami ingin mengedukasi masyarakat tentang sejarah panjang daerah kami," ujarnya.
Prasasti Karangtengah juga mengungkapkan bahwa daerah ini dikenal sebagai penghasil padi lulut, sejenis padi yang tahan terhadap banjir dan lahar.
"Padi lulut dulu setinggi tebu, tahan banjir dan lahar. Padi ini memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan padi sekarang dan merupakan produk asli Nusantara," jelas Gus Dian.
Budayawan Karangtengah, Anwar Hakim Darajad, juga menggarisbawahi betapa pentingnya prasasti ini bagi sejarah Blitar.
"Prasasti ini membuktikan bahwa sejak abad ke-7, Blitar sudah menjadi daerah penting dan berperadaban maju," katanya.
Keberadaan Prasasti Karangtengah memberikan gambaran bahwa Blitar bukanlah daerah yang baru berkembang, melainkan memiliki sejarah panjang dan signifikan dalam peradaban Jawa. Penemuan ini diharapkan menjadi daya tarik wisata edukatif, sehingga tidak hanya masyarakat lokal, tetapi juga wisatawan dari luar daerah dan mancanegara dapat mengenal lebih dekat sejarah panjang Blitar.
Dengan penemuan dan kajian ini, masyarakat Blitar diharapkan dapat lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya mereka.
"Kami berharap dengan mengangkat prasasti ini, masyarakat Blitar dapat lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya yang ada," ungkap Sasmitro.
Prasasti Karangtengah adalah bukti nyata bahwa Blitar memiliki peradaban maju sejak abad ke-7 Masehi. Keberadaan prasasti ini membuka lembaran baru dalam sejarah Blitar dan menegaskan bahwa daerah ini merupakan pusat peradaban penting di masa lalu. Dengan terus mengkaji dan melestarikan peninggalan sejarah ini, Blitar dapat terus berkembang dan dikenal sebagai daerah yang kaya akan warisan budaya.