free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Mengenal Pusaka Kesultanan Yogyakarta: Penjaga Sejarah, Tradisi, dan Harta Karun Budaya Jawa

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

08 - Jul - 2024, 18:22

Placeholder
Panji Kyai Tunggul Wulung, salah satu pusaka berharga dari Kesultanan Yogyakarta.(Foto: Istimewa)

JATIMTIMES - Kesultanan Yogyakarta adalah salah satu dari dua kesultanan yang masih ada hingga saat ini di Indonesia. Didirikan pada tahun 1755 oleh Sultan Hamengkubuwono I setelah Perjanjian Giyanti, kesultanan ini menjadi pusat kekuasaan dan kebudayaan yang penting di Jawa. 

Namun, nama "Yogyakarta" sendiri telah ada jauh sebelum kerajaan ini resmi berdiri. Nama ini berasal dari istilah Jawa "Ngayogyakarta," yang berarti "kedamaian dan kesejahteraan." Nama tersebut mencerminkan cita-cita luhur untuk menciptakan negeri yang makmur dan harmonis bagi rakyatnya.

Asal-Usul Nama Yogyakarta

Baca Juga : Pembekalan Relawan TPS Mulai Dilakukan

Nama "Yogyakarta" memiliki akar sejarah yang panjang. Sebelum menjadi nama resmi dari salah satu pecahan Kesultanan Mataram, kata ini sudah dikenal sebagai "Ngayogyakarta".

Terbentuk dari dua kata Jawa, "ngayogya" yang berarti "kedamaian" atau "pantas," dan "karta" yang berarti "sejahtera," istilah ini mencerminkan visi sebuah negeri yang adil dan makmur. Menariknya, kata "ayodya" juga merujuk pada kota bersejarah di India yang terkenal melalui wiracarita Ramayana, mengisyaratkan hubungan budaya dan spiritual yang mendalam.

Kejayaan Kesultanan Yogyakarta

Setelah didirikan, Kesultanan Yogyakarta tumbuh menjadi salah satu kerajaan paling berpengaruh di Jawa. Meskipun tetap berada di bawah pengawasan VOC sesuai dengan Perjanjian Giyanti, kesultanan ini berhasil mempertahankan kedaulatannya melalui strategi politik yang cerdas. Bahkan, kebesarannya sempat menyaingi Kasunanan Surakarta dan mengalahkan pengaruh VOC di wilayah Jawa.

Pusaka Kesultanan Yogyakarta: Simbol Kekuasaan dan Kebudayaan

Salah satu elemen yang paling mencolok dari Kesultanan Yogyakarta adalah koleksi pusakanya yang kaya. Pusaka-pusaka ini tidak hanya merupakan simbol kekuasaan dan kehormatan, tetapi juga warisan yang kaya akan nilai sejarah dan spiritual. Mereka berperan penting dalam upacara adat dan kehidupan kerajaan, serta dianggap memiliki kekuatan magis yang besar.

Berikut ini adalah beberapa kategori pusaka penting yang menjadi bagian dari warisan Kesultanan Yogyakarta:

 1. Senjata

     Keris

- Keris Kangjeng Kyai Ageng Kopek: Ini adalah keris khusus yang hanya dikenakan oleh Sultan sendiri. Sebagai simbol otoritas dan kekuatan spiritual, keris ini diyakini memiliki asal-usul sejak Kerajaan Demak dan pernah dimiliki oleh Sunan Kalijaga, salah satu Walisongo. Keris ini melambangkan kepemimpinan dan tanggung jawab Sultan sebagai pemimpin tertinggi baik dalam urusan spiritual maupun duniawi.

- Keris Kangjeng Kyai Joko Piturun: Dikenakan oleh putra mahkota, keris ini menandakan kedudukan dan kewajiban calon penerus tahta. Namanya sendiri berarti "turun dari surga," mengisyaratkan asal-usul ilahiah dari kekuasaan kerajaan.

- Kangjeng Kyai Toyatinaban: Keris ini dikenakan oleh Gusti Pangeran Harya Hangabehi, putra tertua Sultan, dan melambangkan kekuatan serta keberanian. Toyatinaban diartikan sebagai "keteguhan dalam menghadapi tantangan," mencerminkan peran putra tertua sebagai pelindung keluarga dan kerajaan.

- Keris Kangjeng Kyai Purboniat: Digunakan oleh Patih Danureja, keris ini melambangkan kepercayaan dan kewibawaan dalam menjalankan pemerintahan. Nama "Purboniat" berarti "berniat untuk memimpin," sesuai dengan peran patih sebagai penasihat utama Sultan.

Tombak/Watang

- Kangjeng Kyai Ageng Plered: Tombak ini memiliki sejarah panjang sejak pemerintahan Panembahan Senopati di Mataram Islam. Plered adalah simbol kekuatan dan perlindungan, dengan bentuk mata tombaknya yang unik dan berdaya magis. Tombak ini dipercaya memiliki kemampuan untuk melindungi kerajaan dari ancaman.

2. Regalia/Pusaka Perlambang Sifat Sultan

Kangjeng Kyai Upacara

- Pusaka ini terdiri dari berbagai benda yang melambangkan sifat-sifat ideal seorang Sultan. Contohnya, "Banyak" (angsa) untuk kejujuran, "Dhalang" (kijang) untuk kecerdasan, dan "Hardawalika" (naga) untuk kekuatan. Setiap benda dibuat dari emas dan dibawa oleh sepuluh perawan dalam upacara kerajaan, melambangkan kemurnian dan keagungan Sultan.

3. Ampilan

Kangjeng Ampilan Dalem

- Dalam setiap prosesi kerajaan, Sultan diiringi oleh benda-benda pusaka seperti Dhampar Kencana (tahta), pedang dengan perisai, dan payung kebesaran. Enam abdi dalem wanita yang sudah tidak lagi mendapat haid dipercaya untuk membawa benda-benda ini, sebagai simbol kemurnian dan kedewasaan dalam menjaga pusaka kerajaan.

 4. Panji

Kangjeng Kyai Tunggul Wulung

- Panji ini, berwarna biru tua dan konon terbuat dari kain Kiswah Ka'bah, dihiasi dengan tulisan Arab yang mengandung Surah Al-Kautsar, Asma'ul Husna, dan Syahadat. Dalam upacara tertentu, panji ini digunakan untuk memohon kesembuhan dari wabah penyakit dengan berkeliling kota dan mengumandangkan adzan di perempatan tertentu. Panji ini adalah simbol kesucian dan perlindungan ilahi bagi kerajaan.

5. Gamelan

Perangkat Gamelan

- Terdapat 18 perangkat gamelan pusaka di Kraton Yogyakarta, masing-masing dengan nama kehormatan. Tiga yang paling terkenal adalah Kangjeng Kyai Gunturlaut, Kangjeng Kyai Maesaganggang, dan Kangjeng Kyai Gunturmadu. Gamelan ini tidak hanya digunakan dalam upacara-upacara kerajaan, tetapi juga menjadi bagian penting dari kehidupan budaya Yogyakarta. Misalnya, perangkat gamelan Kangjeng Kyai Nagawilaga dan Kangjeng Kyai Gunturmadu dimainkan di halaman Masjid Agung selama perayaan Sekaten, sebuah festival yang merayakan kelahiran Nabi Muhammad.

6. Pelana

Kangjeng Kyai Cekathak

- Pelana ini digunakan dalam prosesi kerajaan, ditempatkan di punggung kuda tanpa penunggangnya, sebagai simbol kesiapan dan perlindungan. Pelana ini melambangkan kesiapan kerajaan untuk menghadapi setiap tantangan yang datang.

7. Naskah

Naskah Suci

- Dua naskah yang dianggap pusaka adalah Kangjeng Kyai Al Qur'an dan Kangjeng Kyai Bharatayuda. Kedua naskah ini adalah karya seni kaligrafi yang indah, dengan teks yang ditulis tangan dan dihiasi dengan hiasan yang rumit. Naskah-naskah ini disimpan dengan sangat hati-hati di Prabayeksa dan hanya dikeluarkan pada saat-saat tertentu dalam kalender kerajaan, sebagai simbol kebijaksanaan dan pengetahuan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

 8. Enceh

Enceh di Makam Sultan Agung

- Empat tempayan besar di halaman makam Sultan Agung di Imogiri, yaitu Nyai Siyem, Kyai Mendhung, Kyai Danumaya, dan Nyai Danumurti, adalah bagian penting dari upacara pembersihan tahunan. Air dalam tempayan ini diganti setiap bulan Sura sebagai simbol dari penyegaran spiritual dan pengabdian kepada leluhur.

 9. Rata (Kereta)

Kereta Kerajaan

- Kesultanan Yogyakarta memiliki 20 kereta pusaka yang digunakan dalam berbagai upacara kerajaan. Setiap kereta memiliki fungsi dan makna yang berbeda, seperti Kereta Kencana yang digunakan untuk mengangkut Sultan dalam prosesi penting. Kereta-kereta ini bukan hanya alat transportasi, tetapi juga simbol status dan kebesaran kerajaan.

 Transformasi Kesultanan Yogyakarta

Baca Juga : Pendapatan Wisata Kota Blitar Ditargetkan Rp 2 Miliar, Makam Bung Karno Jadi Andalan Utama

Seiring berjalannya waktu, Kesultanan Yogyakarta terus mengalami transformasi. Dari masa ke masa, setiap Sultan memberikan sumbangsih yang unik bagi perkembangan kerajaan. Sultan Hamengkubuwono II, misalnya, terkenal karena keberaniannya melawan tekanan kolonial Belanda, meskipun harus mengalami dua kali penurunan tahta. Sedangkan Sultan Hamengkubuwono V dikenal karena kedekatannya dengan VOC, yang meskipun kontroversial, berhasil menjaga kesejahteraan dan keamanan rakyatnya.

Sultan Hamengkubuwono VII membawa kerajaan menuju modernisasi, baik dalam lingkup politik maupun kebudayaan. Ia memelopori berbagai reformasi yang mendukung perkembangan seni, pendidikan, dan organisasi masyarakat. 

### Peran Sultan Hamengkubuwono IX dalam Era Modern

Sultan Hamengkubuwono IX adalah figur penting yang memainkan peran sentral dalam transisi Kesultanan Yogyakarta dari era kolonial ke era kemerdekaan Indonesia. Di masa pemerintahannya, ia berhasil menavigasi berbagai tantangan politik dan sosial yang dihadapi oleh kerajaan dan masyarakat Yogyakarta.

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1945, Sultan Hamengkubuwono IX dengan tegas mendukung Republik Indonesia yang baru lahir. Ia mengeluarkan Dekrit 5 September 1945 yang menyatakan bahwa Kesultanan Yogyakarta menjadi bagian dari Republik Indonesia dan akan mendukung pemerintah pusat. Deklarasi ini menunjukkan komitmen sultan terhadap integrasi Yogyakarta ke dalam negara Indonesia yang merdeka, yang pada gilirannya memberikan status khusus kepada Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa.

Di bidang pemerintahan, Sultan Hamengkubuwono IX juga menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia dan memainkan peran kunci dalam upaya konsolidasi kekuasaan negara yang baru terbentuk. Kepemimpinannya yang bijaksana membantu menstabilkan situasi politik yang sering kali penuh gejolak pada masa-masa awal kemerdekaan.

### Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa

Dengan transisi dari kesultanan menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), peran Sultan berubah tetapi tetap sangat signifikan. Status DIY yang istimewa diakui secara konstitusional, yang memberikan Yogyakarta otonomi khusus dalam beberapa aspek pemerintahan. Ini termasuk hak untuk memilih pemimpin daerah mereka, yang dalam hal ini adalah Sultan Hamengkubuwono.

Selama masa jabatannya sebagai gubernur, Sultan Hamengkubuwono IX berfokus pada modernisasi infrastruktur dan peningkatan pendidikan di Yogyakarta. Usahanya dalam memperluas akses pendidikan dan mendorong pembangunan ekonomi menjadikan Yogyakarta dikenal sebagai "kota pelajar" dan pusat pendidikan di Indonesia. Universitas Gadjah Mada, salah satu universitas terkemuka di Indonesia, berdiri sebagai bukti nyata dari komitmen Sultan terhadap pendidikan.

 Kesultanan Yogyakarta di Bawah Sultan Hamengkubuwono X

Penerus Sultan Hamengkubuwono IX, Sultan Hamengkubuwono X, melanjutkan warisan kebijaksanaan dan pengabdian terhadap rakyat. Di bawah kepemimpinannya, Yogyakarta terus berkembang sebagai pusat kebudayaan dan pendidikan. Sultan Hamengkubuwono X berfokus pada pelestarian budaya dan tradisi Jawa, sambil tetap mendorong kemajuan modernisasi.

Selama masa pemerintahannya, Sultan Hamengkubuwono X menghadapi tantangan-tantangan baru seperti globalisasi dan perubahan sosial yang cepat. Namun, dengan visi yang kuat dan komitmen terhadap nilai-nilai tradisional, ia berhasil menjaga keseimbangan antara warisan budaya dan tuntutan dunia modern. Upayanya dalam mempromosikan pariwisata budaya juga telah membawa Yogyakarta menjadi salah satu destinasi wisata utama di Indonesia, yang dikenal karena kekayaan sejarah dan budayanya.

 Pusaka Kesultanan: Jembatan ke Masa Lalu dan Masa Depan

Pusaka-pusaka Kesultanan Yogyakarta tetap menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang dan dinamis kerajaan ini. Mereka bukan hanya benda-benda bersejarah, tetapi juga sumber inspirasi dan kebanggaan bagi masyarakat Yogyakarta. Setiap pusaka membawa cerita unik dan simbolisme yang mendalam, menghubungkan masa lalu dengan masa kini dan masa depan.

Misalnya, keris-keris pusaka seperti Kangjeng Kyai Ageng Kopek dan Kangjeng Kyai Joko Piturun tidak hanya mewakili kekuatan fisik, tetapi juga kekuatan spiritual yang melekat dalam kepemimpinan Sultan. Kereta-kereta pusaka yang megah seperti Kereta Kencana menjadi simbol keagungan dan kebesaran kerajaan, digunakan dalam prosesi yang menandai peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan kerajaan.

Pusaka lainnya seperti perangkat gamelan dan naskah suci juga memainkan peran vital dalam upacara-upacara adat dan kehidupan budaya di Yogyakarta. Mereka bukan hanya alat musik atau teks religius, tetapi juga representasi dari nilai-nilai dan identitas budaya yang kaya. Gamelan-gamelan pusaka seperti Kangjeng Kyai Gunturlaut dan Kangjeng Kyai Gunturmadu menjadi bagian tak terpisahkan dari festival-festival budaya, seperti Sekaten, yang merayakan kelahiran Nabi Muhammad dan memperkuat ikatan sosial dan spiritual masyarakat Yogyakarta.

Masa Depan Kesultanan Yogyakarta

Sebagai sebuah entitas yang unik dalam struktur pemerintahan Indonesia, Kesultanan Yogyakarta terus beradaptasi dengan perubahan zaman. Meskipun tantangan-tantangan baru muncul, seperti perkembangan teknologi dan perubahan sosial, prinsip-prinsip dasar dari keadilan, kesejahteraan, dan penghormatan terhadap tradisi tetap menjadi fondasi yang kuat bagi Yogyakarta.

Sultan Hamengkubuwono X dan para pemimpin masa depan diharapkan akan terus menjaga keseimbangan ini, memastikan bahwa Yogyakarta tetap menjadi tempat di mana sejarah dan modernitas saling melengkapi. Dengan menghormati warisan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi, Yogyakarta dapat terus berkembang sebagai pusat kebudayaan dan pendidikan yang dihormati, sambil tetap memelihara esensi dan nilai-nilai yang membuatnya istimewa.

Kesultanan Yogyakarta adalah contoh hidup dari bagaimana sebuah kerajaan tradisional dapat mempertahankan relevansinya di dunia modern. Dengan komitmen yang kuat terhadap budaya dan tradisi, serta adaptabilitas terhadap perubahan, Kesultanan Yogyakarta akan terus menjadi simbol kejayaan dan identitas bagi rakyatnya, baik sekarang maupun di masa depan.


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Kesultanan Yogyakarta pusaka Yogyakarta keris



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Sri Kurnia Mahiruni