JATIMTIMES - Tajikistan merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk Islam. Namun belakangan, mencuat kabar bahwa di Kajikistan setiap wanitanya dilarang memakai jilbab.
Tak hanya itu saja, di negara tersebut pemerintah juga melarang para orang tua menggunakan nama Arab pada anak mereka.
Baca Juga : Viral Seorang Wanita Minta Kapolri Beri Contoh Ujian Praktik SIM di Taiwan: Lebih Related
Langkah ini merupakan bagian dari serangkaian peraturan yang semakin memperketat larangan terhadap simbol dan praktik keagamaan.
Dilansir dari Euro News, rupanya pelarangan memakai hijab ini bukanlah aturan yang pertama yang mengejutkan kaum Muslim, namun di negara ini juga terdapat beberapa aturan lainnya. Berikut sejumlah fakta mengenai pelarangan di Kajikistan:
Larangan Penggunaan Hijab dan Pakaian Keagamaan
Pemerintah Tajikistan, yang merupakan negara bekas Uni Soviet di kawasan Asia Tengah, mengesahkan undang-undang yang melarang hijab di negaranya pada akhir pekan.
Undang-undang itu sebelumnya telah disetujui oleh majelis tinggi parlemen Tajikistan, atau yang disebut Majlisi Milli, pada Kamis (20/6) pekan lalu.
Disahkannya undang-undang larang hijab itu dipandang mengejutkan, karena menurut sensus terakhir tahun 2020 lalu, Tajikistan yang berpenduduk 10 juta jiwa ini memiliki sekitar 96 persen penduduk beragama Islam.
Pada intinya, undang-undang itu melarang penggunaan "pakaian asing" yang termasuk hijab atau jilbab, atau penutup kepala yang dikenakan oleh perempuan Muslim. Sebaliknya, warga Tajikistan dianjurkan untuk mengenakan pakaian nasional negara tersebut.
Mereka yang melanggar undang-undang itu akan dikenai hukuman denda dengan besaran yang bervariasi. Mulai dari denda sebesar 7.920 Somoni Tajikistan (Rp 12 juta) untuk warga negara biasa, denda 54.000 Somoni (Rp 82,6 juta) untuk pejabat pemerintah dan denda 57.600 Somoni (Rp 88 juta) untuk tokoh keagamaan.
Undang-undang yang melarang pemakaian hijab itu merupakan yang terbaru dari serangkaian 35 tindakan terkait agama yang dilakukan pemerintah Tajikistan.
Dalam penjelasannya, pemerintah Tajikistan menggambarkan langkah yang diambilnya tersebut sebagai tindakan untuk "melindungi nilai-nilai budaya nasional" dan "mencegah takhayul dan ekstremisme".
Dilarang Menggunakan Nama Arab
Pada awal 2016, Tajikistan juga pernah merancang undang-undang yang melarang penggunaan "nama asing", terutama yang berbau Arab dan Islam.
Dalam pembahasan amandemen UU tentang Keluarga dan Pencatatan Sipil pada Januari 2016 itu, Menteri Kehakiman Tajikistan Rustam Shohmurod menilai nama "asing" telah menyebabkan perpecahan dalam masyarakat Tajik.
Menurut media lokal saat itu, larangan soal nama ini bertujuan melawan tren yang berkembang di negara Asia Tengah tersebut, di mana semakin banyak orang tua yang memberikan nama anak-anak mereka dengan nama khas Arab.
RUU ini muncul setelah Presiden Rahmon memerintahkan parlemennya mempertimbangkan larangan pendaftaran nama yang dianggap terlalu Arab, kata seorang pejabat di departemen catatan sipil Kementerian Kehakiman kepada Interfax seperti dikutip The Guardian pada 2015 lalu.
Baca Juga : Testimoni Mahasiswa : Kuliah di FIK UM Asik, Pembelajaran Seperti Bermain
"Setelah peraturan ini disahkan, kantor pendaftaran tidak akan mendaftarkan nama yang salah atau asing dengan budaya setempat, termasuk nama yang menunjukkan benda, flora dan fauna, serta nama asal Arab," kata seorang pejabat di Kementerian Pencatatan Sipil Tajikistan, Jaloliddin Rahimov.
Anak di Bawah 18 Tahun Dilarang Masuk Masjid
Anak-anak di bawah 18 tahun dilarang memasuki masjid tanpa izin khusus. Larangan ini diterapkan dengan alasan untuk melindungi anak-anak dari pengaruh ekstremisme dan memastikan mereka fokus pada pendidikan formal.
Larangan Tradisi Idul Fitri
Beberapa masjid diubah fungsinya menjadi kedai teh dan pusat kesehatan. Langkah ini adalah bagian dari kebijakan pemerintah untuk mengurangi jumlah masjid dan mengalihkan fungsi bangunan-bangunan tersebut ke layanan masyarakat yang lebih umum.
Masjid Dialihfungsikan Jadi Kedai Teh dan Pusat Kesehatan
Beberapa masjid yang ditutup tersebut kekinian diubah fungsinya menjadi kedai teh dan pusat kesehatan. Langkah ini adalah bagian dari kebijakan pemerintah untuk mengurangi jumlah masjid dan mengalihkan fungsi bangunan-bangunan tersebut ke layanan masyarakat yang lebih umum.
Cukur Paksa Janggut
Laporan menunjukkan bahwa penegak hukum Tajikistan sering mencukur paksa laki-laki yang memiliki janggut lebat. Meskipun tidak ada hukum resmi yang mengatur tentang larangan janggut, tindakan ini mencerminkan kecurigaan pemerintah terhadap pria berjanggut sebagai tanda potensial dari ekstremisme agama.
Penutupan Ribuan Masjid
Pada tahun 2017, Komite Urusan Agama Tajikistan mengumumkan penutupan 1.938 masjid dalam satu tahun. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengendalikan kegiatan keagamaan dan mencegah penyebaran ideologi yang dianggap ekstremis.
Orang Tua yang Menyekolahkan Anak ke Luar Negeri untuk Pendidikan Agama Kena Sanksi
Undang-undang Tanggung Jawab Orang Tua di Tajikistan melarang orang tua menyekolahkan anak mereka ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan agama. Jika ditemukan pelanggaran, orang tua akan dikenakan sanksi berat.