JATIMTIMES - Maraknya fenomena "ronsen kuburan" dan klaim sepihak yang mengubah makam-makam leluhur menjadi makam habib palsu semakin mengkhawatirkan di wilayah Blitar dan sekitarnya. Salah satu kasus yang mencuat adalah ancaman terhadap Makam Tiga Putri Mataram di Blitar.
Budayawan dan Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar, Raden Tumenggung Dr. Arif Muzayin Shofwan Dwijodipuro, M.Pd., menegaskan pentingnya langkah-langkah untuk melindungi warisan sejarah dan budaya dari praktik-praktik yang merusak ini.
Baca Juga : Puluhan Early Warning System Perlintasan Kereta Api di Blitar Rusak, Perbaikan Terkendala Biaya
Makam Tiga Putri Mataram dalam Ancaman
Makam Tiga Putri Mataram, yang terletak di Kelurahan Blitar, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, adalah situs sakral yang dihormati oleh masyarakat setempat. Makam ini adalah tempat peristirahatan terakhir bagi tiga putri dari Kerajaan Mataram pada abad ke-17: Roro Rayung, Roro Wandansari, dan Roro Bondan Palupi. Namun, situs bersejarah ini sedang menghadapi ancaman serius setelah kabar bahwa sekelompok oknum berusaha mengklaim makam tersebut sebagai makam habib keturunan Yaman.
Arif Muzayin Shofwan menyatakan bahwa fenomena "ronsen kuburan" atau pemalsuan makam oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab adalah ancaman serius bagi integritas sejarah lokal. “Fenomena ini terkadang tidak hanya berasal dari kelompok yang mengaku habib, tetapi juga dari kelompok lainnya. Jika tidak ditangani dengan hati-hati, bisa menimbulkan kebencian dan perpecahan di antara kelompok-kelompok masyarakat,” ujarnya, Selasa (25/6/2024).
Mencontoh Kebijakan Pemkab Blitar dalam Merawat Situs Sejarah
Arif Muzayin Shofwan mengapresiasi kebijakan Pemkab Blitar yang telah menerapkan Peraturan Bupati Blitar nomor 43 tahun 2015. Peraturan ini membahas Hak Asal Usul dan Kewenangan Desa, yang mencakup perawatan makam atau petilasan cikal-bakal desa, serta pelestarian tradisi dan seni budaya lokal.
“Dalam merawat situs bersejarah, Pemkot Blitar perlu mencontoh Pemkab Blitar. Peraturan ini sangat komprehensif dalam melindungi makam-makam leluhur dan tradisi budaya desa. Langkah-langkah seperti ini sangat penting untuk mencegah klaim sepihak dan pemalsuan makam oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” jelas Arif.
Peraturan ini mencakup berbagai aspek penting seperti perawatan makam atau petilasan cikal-bakal (proklamator) desa, kegiatan budaya seperti sedekah bumi, sedekah laut, ziarah kubur, dan pelestarian seni budaya lainnya. Menurut Arif, inisiatif semacam ini harus diadopsi oleh Pemkot Blitar untuk melindungi warisan budaya yang ada.
Kepedulian dari Tingkat Desa adalah Kunci
Arif Muzayin Shofwan juga menekankan pentingnya peran masyarakat desa dalam merawat makam-makam leluhur. Ia percaya bahwa kepedulian dari tingkat desa adalah kunci untuk menjaga warisan sejarah dan budaya dari ancaman pemalsuan dan klaim palsu.
“Pemerintahan desa perlu menggalakkan warganya untuk merawat makam-makam leluhur, terutama makam cikal-bakal (proklamator) desa. Banyak masyarakat desa yang kurang peduli dengan situs-situs bersejarah di daerah mereka. Kepedulian ini sangat penting untuk menghindari pemalsuan makam yang marak terjadi saat ini,” kata Arif.
Ia menegaskan bahwa merawat sejarah desa sama pentingnya dengan merawat sejarah negara. “Dari pendirian desa-desa inilah akhirnya muncul sebuah negara. Jika kita membiarkan sejarah desa hancur dan banyak terjadi pemalsuan makam serta klaim sepihak, maka lama kelamaan hal ini akan merusak integritas dan keberlanjutan negara,” tambahnya.
Baca Juga : KPU Kabupaten Malang Target Pantarlih Lakukan 10 Coklit di Hari Pertama Bertugas, Ambisi Pecahkan Rekor MURI
Kasus di Kabupaten Tulungagung dan Sentono Lodoyo
Arif Muzayin Shofwan juga mengingatkan bahwa fenomena klaim makam habib palsu tidak hanya terjadi di Blitar. Beberapa makam di Kabupaten Tulungagung juga mengalami perubahan nisan menjadi nisan Yaman. Selain itu, ia menyebut kasus di Sentono Lodoyo, yang menurutnya sangat mencurigakan.
“Termasuk di Sentono Lodoyo dulu, masa zaman Pangeran Prabu, yang membawa Gong Kiai Pradah dari Mataram sekitar abad ke-17, sudah dikenal ada habib? Ini sepertinya juga ada keajaiban dari fenomena ronsen kuburan,” ujarnya dengan nada prihatin.
Ajakan untuk Bersatu Melindungi Warisan Sejarah
Di tengah maraknya pemalsuan makam dan klaim palsu ini, Arif Muzayin Shofwan mengajak semua pihak untuk bersatu melindungi dan melestarikan warisan sejarah. Ia percaya bahwa dengan kerjasama dan komitmen yang kuat dari pemerintah dan masyarakat, situs-situs bersejarah seperti Makam Tiga Putri Mataram dapat terus dijaga dan dilindungi dari ancaman yang merusak.
“Masyarakat harus peduli dan aktif dalam menjaga situs-situs bersejarah. Dengan merawat sejarah dan budaya kita, kita juga menjaga masa depan bangsa,” pungkasnya.
Dengan kesadaran dan aksi yang tepat, ancaman terhadap warisan sejarah dan budaya bisa diatasi, menjaga identitas dan integritas masyarakat dari generasi ke generasi.