JATIMTIMES - Dalam Islam, terdapat empat kewajiban terhadap jenazah. Yakni memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan.
Namun, terdapat ketentuan khusus dalam penanganan jenazah tertentu, seperti jenazah orang yang sedang ihram.
Baca Juga : Trending Berhari-hari di YouTube, Ini Lirik Lagu Sigar, Single Terbaru Denny Caknan
Bagi jenazah yang sedang ihram, terdapat aturan khusus yang harus diikuti, terutama dalam hal mengafani. Jika jenazah adalah laki-laki, maka kepalanya tidak boleh ditutup. Sedangkan jika jenazahnya perempuan, maka wajahnya yang tidak boleh ditutup. Selain itu, saat mengafani atau memandikan jenazah yang sedang ihram, tidak boleh menggunakan wewangian.
Kewajiban terhadap jenazah orang yang ihram meliputi memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan. Namun, ketika dibungkus dengan kain kafan, bagian kepala untuk laki-laki dan wajah untuk perempuan harus tetap terbuka, dan tidak boleh diberi wewangian. Hal ini difatwakan oleh Syekh Nawawi dalam Kasyifatus Saja Syarh Safinatun-Naja, halaman 94:
أما المحرم الذكر فلا يلبس محيطا ولا يستر رأسه والمرأة والخنثى لا يستر وجههما ولا كفاهما بقفازين ويحرم أيضا أن يقرب لهم طيب ككفور وحنوط في أبدانهم وأكفانهم و ماء غسلهم إبقاء لأثر الإحرام لأن النسك لا يبطل بالموت
Artinya: “Adapun jenazah orang ihram laki-laki tidak boleh memakai kain yang dijahit. Tidak boleh pula ditutupi kepalanya. Sementara jika jenazahnya perempuan atau banci maka yang tidak ditutupi adalah wajahnya. Haram hukumnya mendekatkan wewangian kepada jenazah mereka, seperti kapur dan kamper pada badan, kain kafan, dan air mandi mereka. Tujuannya untuk mempertahankan bekas ihram, karena ibadah haji atau umrah tidak batal karena kematian.”
Selain itu, Rasulullah SAW pernah memberikan arahan terkait perlakuan terhadap jenazah yang sedang ihram. Ketika seorang sahabat meninggal saat wukuf di Arafah karena terinjak unta, Rasulullah SAW bersabda:
اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ ، وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْه وَلَا تُحَنِّطُوهُ ، وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ ، فَإِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّياً
Artinya: "Mandikan ia dengan air dan bidara. Kafankan ia dengan dua lapis kain (ihram)-nya, dan jangan berikan ia al-hanuth (semacam wewangian), jangan pula kalian tutup kepalanya sebab Allah SWT akan membangkitkannya pada hari talbiyah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jemaah yang meninggal dalam keadaan ihram dianggap masih dalam proses menunaikan ibadah haji atau umrah. Sehingga ihramnya dinilai tidak batal karena kematian. Selain itu, ada beberapa keistimewaan yang diberikan kepada mereka yang meninggal di tanah suci, seperti mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW dan dikategorikan sebagai orang yang selamat.
Dalam riwayat lain, Nabi Muhammad SAW bersabda:
مَنْ مَاتَ فِي أَحَدِ الْحَرَمَيْنِ اِسْتَوْجَبَ شَفَاعَتِيْ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْ آمِنِيْ نَ
Artinya: "Barang siapa yang mampu untuk mati di Madinah, dia harus mati di sana. Karena sesungguhnya barang siapa yang meninggal di Madinah, aku akan menjadi syafaat baginya dan menjadi saksi baginya" (HR. At-Thabrani, dengan sanad hadits hasan).
Baca Juga : Kawasan Samosir Perairan Danau Toba Diguncang Gempa Lebih dari 47 Kali
Berdasarkan hadis-hadis tersebut, dapat dipahami beberapa hal penting untuk memperlakukan jenazah ihram. Di antaranya sebagai berikut:
1. Tidak diberi wewangian dan wajah atau kepalanya tidak ditutup. Karena jenazah dianggap masih dalam keadaan ihram, dan Allah SWT akan membangkitkannya dalam keadaan bertalbiyah.
2. Jenazah dikafani dengan dua lapis kain ihram, yaitu izar dan rida’, sebagai bentuk pemuliaan terhadap jenazah tersebut.
3. Mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW dan menjadi saksi semasa hidupnya.
4. Mendapatkan pahala seperti melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Dengan ketentuan-ketentuan ini, diharapkan jenazah orang yang sedang ihram tetap mendapatkan kehormatan dan pahala yang besar di akhirat. Hal ini mencerminkan betapa Islam sangat memperhatikan dan memuliakan setiap aspek kehidupan dan kematian umatnya.