JATIMTIMES – Seorang lelaki berinisial I (22) asal Blitar menjadi korban dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) setelah tertipu oleh janji pekerjaan sebagai admin perusahaan di Kamboja. Kisah pahit ini mengemuka setelah I melaporkan pengalaman tragisnya kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya yang kemudian diteruskan ke Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Habibus Solihin, Pengacara Publik dari LBH Surabaya mengungkapkan bahwa mereka menerima aduan dari korban enam hari yang lalu. "Kami mendapat laporan dari I yang menceritakan bahwa ia dipaksa menjadi scammer di Kamboja. Ia sempat menjalani pekerjaan itu selama satu bulan sebelum akhirnya berhasil melarikan diri dan pulang ke Indonesia," jelas Habibus dalam pernyataannya, Jumat (21/6/2024) kemarin.
Baca Juga : Rekomendasi Drakor yang Diperankan Chun Woo Hee di 2024
Kasus ini bermula saat I sedang mencari pekerjaan. Tiba-tiba, seseorang berinisial A mendengar kabar tersebut dan mendatangi rumah I dengan tawaran menarik. A menawarkan pekerjaan dengan gaji besar sekitar Rp 17 juta per bulan sebagai admin perusahaan di Kamboja. Namun, dalam proses keberangkatan, I diminta untuk membayar Rp 20 juta sebagai biaya awal.
"Dia sangat butuh pekerjaan, jadi tawaran tersebut sangat menggiurkan," tambah Habibus.
Namun, setelah tiba di Kamboja, kenyataan pahit menanti I. Pekerjaan yang dijanjikan tidak sesuai. Alih-alih bekerja sebagai admin, I justru dijebak untuk bekerja di perusahaan yang mempekerjakan karyawannya sebagai scammer. Lebih buruk lagi, perusahaan tersebut berlokasi di daerah terpencil yang jauh dari kota.
Selama satu bulan, I dipaksa bekerja sebagai scammer dan tidak diizinkan pergi dari lokasi perusahaan. "Saya dipaksa tinggal di kantor dan tidak boleh keluar. Setiap hari, saya harus melakukan penipuan online yang ditentukan oleh perusahaan," ungkap I dalam laporannya.
Untungnya, I masih bisa mengakses ponselnya. Dengan menggunakan ponsel tersebut, ia berhasil membuat laporan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kamboja. "Saya merasa sangat beruntung masih bisa menggunakan ponsel saya. Saya segera melaporkan situasi saya ke KBRI," kata I.
Menanggapi laporan I, pihak KBRI segera berkoordinasi dengan kepolisian setempat untuk menjemput I. Setelah berbagai upaya penyelamatan, I berhasil pulang ke Indonesia pada Sabtu, 15 Juni 2024.
"Kami sangat bersyukur akhirnya bisa kembali ke tanah air dengan selamat," ujar I setelah tiba di Blitar.
Baca Juga : Pilkada Jatim 2024: PDIP Pertimbangkan Tri Rismaharini dan Pramono Anung
I juga menyebutkan bahwa dalam perusahaan tersebut, masih ada sekitar 50 orang Indonesia lainnya yang bekerja sebagai scammer. "Ada banyak orang Indonesia di sana, dan sebagian besar dari mereka tidak seberuntung saya. Mereka tidak bisa mengakses handphone dan bahkan ada yang paspornya ditahan oleh perusahaan," tambahnya.
Pihak kepolisian dan LBH Surabaya kini sedang menyelidiki kasus ini lebih lanjut. A, sebagai terlapor, diharapkan segera ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kasus ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri yang terlalu menggiurkan.
"Ini adalah pengingat bagi semua orang untuk lebih berhati-hati dalam menerima tawaran pekerjaan, terutama yang melibatkan keberangkatan ke luar negeri," tegas Habibus.
Kasus I mencerminkan risiko yang sering dihadapi oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) ketika menerima tawaran kerja dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Pemerintah dan lembaga terkait terus berupaya memberikan perlindungan maksimal bagi PMI agar kejadian serupa tidak terulang kembali.