JATIMTIMES - Mengonsumsi harta dari hasil judi bukan hanya melanggar hukum agama, tetapi juga membawa dampak buruk bagi kehidupan dunia dan akhirat. Apa saja dampak negatif jika makan uang hasil judi?
Dalam Islam, berjudi adalah perbuatan haram yang dilarang keras oleh Allah SWT. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah (50) ayat 90 menyatakan:
Baca Juga : Sosialisasi Gempur Rokok Ilegal, Begini Arahan Pj Wali Kota Kediri
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
Tak hanya dilarang dan hukumnya haram bagi umat islam, rupanya nafkah yang diperoleh dari sumber yang haram juga tidak akan mendapatkan berkah. Dampaknya bisa merusak keharmonisan keluarga dan menimbulkan dosa besar.
Melansir laman Kemenag RI, hukum seorang istri, anak, dan keluarga yang memakan makanan hasil judi dari suami atau ayahnya adalah haram. KH. M. Sjafi’i Hadzami dalam buku "100 Masalah Agama" menyatakan bahwa seseorang yang sudah dewasa yang mengetahui bahwa sesuatu yang dimakannya itu haram, wajib untuk meninggalkannya. Ini didasari oleh pandangan bahwa harta haram akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Syekh Zainuddin al-Malibary dalam kitab "Fathu al-Mu‘in" juga menjelaskan bahwa jika seseorang mengetahui barang tersebut haram, maka ia akan dituntut di akhirat. Imam Nawawi dalam kitab "Raudhatut Thalibin" menegaskan bahwa jika seseorang diundang makan dan mengetahui makanan yang dihidangkan haram, maka haram baginya untuk memenuhi undangan tersebut.
Jika dalam kondisi darurat, seperti ancaman kelaparan yang bisa membahayakan, maka dibolehkan memakan makanan haram sekadar untuk bertahan hidup. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah [5] ayat 3:
فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Baca Juga : Memasuki Musim Bediding: Penjelasan dan Tips Menghadapinya
KH. M. Sjafi’i Hadzami juga menyatakan bahwa anak-anak yang belum dewasa dan masih bergantung pada nafkah orang tua, dibebaskan dari dosa karena belum dibebani taklif syar’i.
Namun jika anak atau istri mengetahui bahwa suami atau ayahnya berjudi, maka mereka harus mengingatkan bahwa menafkahi keluarga dari harta yang haram adalah haram. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah [2] ayat 188 berbunyi:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Menafkahi keluarga dengan harta haram menimbulkan dampak negatif baik bagi pemberi maupun penerima nafkah. Imam Ghazali dalam kitab "Bidayatul al-Hidayah" menjelaskan bahwa memakan yang haram dapat mengeraskan hati, merusak pikiran, dan menguatkan nafsu yang merupakan pasukan setan.
Imam Ghazali menegaskan bahwa kenyang dari yang halal adalah awal dari segala keburukan, apalagi yang haram. Oleh karenanya, mencari segala sesuatu yang halal adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Menurut Imam Ghazali beribadah tiap waktu tapi makan yang haram, sama halnya membangun rumah di atas pasir.