free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Raden Ayu Lasminingrat: Pelopor Perempuan Intelektual Indonesia yang Terlupakan

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : A Yahya

09 - Jun - 2024, 23:35

Placeholder
Raden Ayu Lasminingrat (tengah, pelopor perempuan intelektual di Indonesia.(Foto: Ist)

JATIMTIMES - Ketika memperingati Hari Kartini setiap 21 April, perhatian bangsa seringkali hanya tertuju pada sosok Raden Ajeng Kartini. Memang, tidak bisa disangkal bahwa Kartini adalah ikon emansipasi perempuan di Indonesia. 

Namun, di balik kemegahan perayaan tersebut, ada satu sosok perempuan dari tanah Sunda yang kontribusinya bagi dunia literasi dan pendidikan perempuan jauh mendahului Kartini. Sosok ini adalah Raden Ayu Lasminingrat, seorang pionir yang layak diakui sebagai pelopor perempuan intelektual pertama di Indonesia.

Lahir di Tengah Keharuman Sastrawan Sunda

Baca Juga : Rekomendasi Kipas Angin AC dan Kipas Angin Blower Cocok untuk Ruangan

Raden Ayu Lasminingrat lahir pada 29 Maret 1854 di Garut, Jawa Barat. Ia adalah putri dari Raden Haji Moehammad Moesa, seorang perintis kesusastraan cetak Sunda, ulama, dan tokoh terkemuka pada abad ke-19. Sejak kecil, Lasminingrat sudah terpapar dengan dunia literasi melalui karya-karya sang ayah yang menjadi pionir dalam penerbitan literatur berbahasa Sunda.

Meskipun lahir dari keluarga terpandang, perjalanan pendidikan Lasminingrat tidaklah mudah. Pada usia muda, ia harus pindah ke Sumedang untuk melanjutkan pendidikannya. Di sana, ia belajar membaca, menulis, dan mempelajari bahasa Belanda, sebuah langkah yang tidak biasa bagi perempuan pada masa itu. Ketekunan dan semangat belajar yang tinggi ini menjadi fondasi dari perjalanan intelektualnya yang luar biasa.

Menyadur Cerita Grimm untuk Perempuan Sunda

Lasminingrat memiliki visi yang jelas untuk membawa wawasan dan kebijaksanaan dari cerita-cerita klasik Eropa kepada masyarakat Sunda. Salah satu karyanya yang paling dikenal adalah saduran dari cerita-cerita Grimm yang populer di Eropa pada abad ke-19. Melalui proses sadur yang teliti, ia mentransformasikan kisah-kisah ini agar relevan dan dapat dinikmati oleh kaumnya, perempuan Sunda. Tujuannya bukan sekadar menerjemahkan, tetapi menyajikan kembali cerita-cerita tersebut dengan penyesuaian yang dapat dipahami dan diresapi oleh pembaca lokal.

Kumpulan cerita hasil sadurannya diterbitkan pertama kali pada tahun 1875 dengan judul "Tjarita Erman", tahun dimana Lasminingrat pada waktu itu berusia 21 tahun. Buku ini diterbitkan oleh Landsdrukkerij, percetakan milik pemerintah. Dengan penerbitan ini, Lasminingrat berhasil membawa dunia yang jauh di Eropa lebih dekat kepada masyarakat Sunda, memungkinkan mereka untuk belajar dan mengambil hikmah dari cerita-cerita yang memiliki nilai universal. "Tjarita Erman" tidak hanya menjadi jendela ke dunia luar tetapi juga alat untuk memperkuat literasi dan pendidikan di kalangan perempuan Sunda.

Memperkaya Literasi Lokal dengan Karya-karya Berikutnya

Semangat Lasminingrat untuk memperkaya literatur Sunda tidak berhenti pada satu karya saja. Pada tahun berikutnya, 1876, ia menerbitkan karya kedua yang diberi judul "Warnasari atawa Roepa-roepa Dongeng". Buku ini juga diterbitkan oleh Landsdrukkerij dan berisi beragam cerita yang sarat dengan nilai-nilai dan pelajaran moral.

Dalam "Warnasari atawa Roepa-roepa Dongeng," Lasminingrat kembali menunjukkan keahliannya dalam menyadur dan menyajikan cerita dengan cara yang menarik bagi pembaca lokal. Dengan memasukkan unsur-unsur budaya Sunda dan pesan-pesan moral yang relevan, ia memastikan bahwa karya-karyanya bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga menjadi sarana pendidikan yang berharga. Buku ini memperkaya literasi Sunda dengan memberikan akses kepada cerita-cerita yang sebelumnya hanya dapat diakses melalui bahasa dan budaya asing.

Keberhasilan Lasminingrat dalam menyadur dan menerbitkan cerita-cerita ini menunjukkan betapa besar visinya dalam memajukan pendidikan dan literasi, khususnya di kalangan perempuan Sunda. Ia tidak hanya berperan sebagai seorang penulis dan penerjemah, tetapi juga sebagai pendidik yang berkomitmen untuk membekali perempuan dengan pengetahuan dan kebijaksanaan dari berbagai belahan dunia.

Lasminingrat memandang literasi sebagai jembatan untuk memperluas wawasan dan pemahaman. Dengan membawa cerita-cerita Grimm dan cerita lainnya ke dalam bahasa Sunda, ia membuka pintu bagi perempuan Sunda untuk mengeksplorasi dunia yang lebih luas. Melalui karya-karyanya, Lasminingrat berupaya untuk memberikan mereka alat untuk memahami dan merenungkan kehidupan, tidak hanya dalam konteks lokal mereka, tetapi juga dalam konteks global yang lebih luas.

Tidak berhenti hanya pada penerbitan buku, Lasminingrat aktif mempromosikan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Pada tahun 1907, ia mendirikan Sekolah Kautamaan Isteri di Garut, sebuah sekolah yang didedikasikan untuk memberikan pendidikan kepada kaum perempuan. Inisiatif ini sangat revolusioner pada masanya, karena membuka kesempatan bagi perempuan untuk memperoleh pendidikan formal yang sebelumnya hanya terbatas bagi kaum laki-laki.

Sekolah Kautamaan Isteri di Garut, yang ia bangun dengan semangat untuk menyediakan pendidikan bagi perempuan, masih berdiri kokoh hingga hari ini. Gedung sekolah ini bukan hanya sebuah struktur fisik, tetapi juga simbol perjuangan Lasminingrat untuk memajukan pendidikan perempuan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengakui pentingnya warisan ini dengan menetapkan sekolah tersebut sebagai salah satu Bangunan Cagar Budaya (BCB), sebuah pengakuan yang melindungi dan melestarikan nilai sejarahnya.

Jejaknya dalam Pendidikan: Pengaruh dan Perjuangan

Perjuangan Lasminingrat dalam dunia pendidikan tidak hanya terbatas pada pendirian sekolah. Sebagai istri dari Bupati Garut, Raden Adipati Aria Wiratanudatar VIII, ia menggunakan pengaruhnya untuk memperluas akses pendidikan bagi perempuan. Sekolah Kautamaan Isteri yang ia dirikan berkembang pesat, dengan jumlah siswa mencapai 200 orang. Keberhasilan ini memaksa dibangunnya lima ruang kelas tambahan dan cabang-cabang sekolah di daerah Bayongbong dan Cikajang.

Lasminingrat juga memiliki hubungan erat dengan Raden Dewi Sartika, tokoh pendidikan perempuan lainnya dari Sunda yang mendirikan Sekolah Keutamaan Istri di Bandung pada tahun 1904. Dukungan Lasminingrat terhadap Sartika menunjukkan solidaritas dan semangat kebersamaan di antara para pelopor pendidikan perempuan pada masa itu. Lasminingrat membantu Sartika dalam memperoleh izin untuk mendirikan sekolahnya, sebuah bentuk dukungan yang sangat berarti dalam perjuangan pendidikan perempuan di Indonesia.

Pada tahun 1875, ketika Lasminingrat dengan penuh dedikasi menyadur dan memperkenalkan cerita-cerita Eropa kepada masyarakat Sunda, Kartini belum lahir. Kartini baru dilahirkan empat tahun kemudian pada tahun 1879. Dewi Sartika, yang kelak menjadi pelopor pendidikan perempuan di Jawa Barat, baru lahir sembilan tahun setelah itu, pada tahun 1884. Sementara Rahmah El-Yunusiyah, yang akan menjadi tokoh penting dalam pendidikan di Sumatera Barat, lahir dua puluh lima tahun kemudian, pada tahun 1900.

Lebih dari Sekadar Tokoh: Ibu Literasi Pertama Indonesia

Baca Juga : 10 Serial Terbaik di Netflix Awal Juni, The Atypical Family Segera Tamat

Warisan Lasminingrat dalam literasi dan pendidikan perempuan sungguh luar biasa. Ia dikenang sebagai tokoh perempuan intelektual pertama di Indonesia dan sering kali disebut sebagai "Ibu Literasi Pertama Indonesia". Namun, ironisnya, pengakuan resmi sebagai pahlawan nasional masih belum dianugerahkan kepadanya, meskipun kontribusinya sangat signifikan dalam memajukan perempuan di tanah air.

Lasminingrat wafat pada usia 94 tahun, tepatnya pada 10 April 1948. Selama hampir satu abad hidupnya, ia mendedikasikan diri untuk memajukan pendidikan dan literasi bagi perempuan. Keberaniannya untuk menembus batasan-batasan sosial dan budayanya menjadikannya pionir sejati dalam dunia pendidikan perempuan di Indonesia.

Pengakuan yang Masih Belum Datang

Meskipun telah banyak berkontribusi, nama Lasminingrat belum sepenuhnya mendapatkan tempat yang layak dalam sejarah nasional. Ketika Hari Ibu diperingati setiap 22 Desember, seharusnya ini menjadi momen untuk mengingat dan menghargai jasa-jasa perempuan seperti Lasminingrat. Kontribusinya sebagai pelopor pendidikan dan literasi perempuan seharusnya mendapatkan pengakuan yang setara dengan tokoh-tokoh perempuan lainnya seperti Kartini dan Dewi Sartika.

Ketika kita terlalu sibuk merayakan Hari Kartini, mungkin kita perlu meluangkan waktu sejenak untuk mengenang dan mengapresiasi Lasminingrat. Perjuangannya dalam memajukan pendidikan perempuan jauh mendahului Kartini dan Dewi Sartika, menunjukkan bahwa perempuan Sunda memiliki peran penting dalam sejarah pendidikan dan literasi di Indonesia.

Mengembalikan Nama Lasminingrat ke Panggung Sejarah

Kini, dengan semakin terbukanya akses informasi dan sejarah, saatnya kita memberikan pengakuan yang layak bagi Raden Ayu Lasminingrat. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menggali kembali kisah-kisah inspiratif dari tokoh-tokoh perempuan yang terlupakan ini. Mengangkat nama Lasminingrat sebagai pahlawan nasional adalah langkah awal untuk menghargai perjuangan perempuan Indonesia dalam sejarah pendidikan dan literasi.

Pengakuan ini bukan hanya sebagai bentuk penghormatan bagi Lasminingrat, tetapi juga sebagai inspirasi bagi generasi mendatang. Bahwa perempuan Indonesia, di manapun mereka berada, memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat dan bangsa. Dan bahwa sejarah perempuan Indonesia tidak dimulai dan berakhir dengan satu tokoh saja, tetapi merupakan perjalanan panjang yang penuh dengan perjuangan dan dedikasi dari banyak perempuan hebat seperti Raden Ayu Lasminingrat.

Kesimpulan: Merangkai Ulang Sejarah Perempuan Indonesia

Raden Ayu Lasminingrat adalah bukti nyata bahwa perempuan Indonesia sudah lama memiliki peran penting dalam dunia pendidikan dan literasi. Karya dan perjuangannya membuka jalan bagi perempuan untuk mendapatkan akses pendidikan yang setara. Hari ini, kita memiliki kesempatan untuk merangkai ulang sejarah, memberikan tempat yang layak bagi tokoh-tokoh seperti Lasminingrat, dan memastikan bahwa jasa mereka tidak dilupakan.

Saat kita mendekati peringatan Hari Ibu pada 22 Desember, mari kita gunakan momen ini untuk mengenang dan mengapresiasi kontribusi perempuan seperti Lasminingrat. Dengan demikian, kita tidak hanya menghormati masa lalu, tetapi juga membangun masa depan yang lebih inklusif dan adil bagi semua perempuan di Indonesia.

Mengangkat kembali kisah Raden Ayu Lasminingrat adalah upaya untuk mengisi kekosongan dalam narasi sejarah kita. Ini adalah kesempatan untuk memberi penghormatan kepada seorang perempuan yang berani dan visioner, yang berjuang melampaui zamannya untuk memajukan literasi dan pendidikan. Lasminingrat adalah pengingat bahwa kontribusi besar tidak selalu datang dari mereka yang paling terkenal, tetapi juga dari mereka yang, meski namanya terlupakan, telah memberikan dampak yang mendalam dan abadi.

Saat kita terus merayakan tokoh-tokoh seperti Kartini dan Dewi Sartika, kita juga harus mengingat Raden Ayu Lasminingrat. Kisahnya adalah pengingat bahwa sejarah penuh dengan sosok-sosok inspiratif yang mungkin tidak selalu mendapatkan tempat yang layak dalam catatan resmi, tetapi telah memberikan pengaruh yang tak terhapuskan pada masyarakat kita. Warisan Lasminingrat adalah milik kita semua, dan tugas kita adalah menjaga dan menghargainya, memastikan bahwa namanya tetap hidup dan dikenang, sebagaimana ia layak untuk diingat.

 

 


Topik

Serba Serbi Kartini hari Kartini Lasminingrat



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

A Yahya