JATIMTIMES - Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023 menjadi sorotan luas lantaran banyak permasalahan dan kesulitan yang dialami jemaah Indonesia.
Salah satu jemaah haji 2023 membagikan pengalamannya saat berada di Arab Saudi. Ia berharap pengalaman yang dibagikan itu bisa diantisipasi oleh jemaah haji yang berangkat pada 2024 ini.
Baca Juga : Ini 10 YouTuber Terkaya di Indonesia Tahun 2024, Atta Halilintar dan Raffi Ahmad Kalah Jauh
Melalui akun YouTubenya, Arsal Bagindo menyebutkan jika pelaksanaan puncak haji sejatinya hanya berada di tiga lokasi. Yakni wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan mabit serta melontar jumrah di Mina. Durasi waktu di puncak haji di tiga lokasi ini antara 4-5 hari.
"Meski hanya 4-5 hari, namun selalu ada masalah di sini. Misalnya, di Arafah terjadi perebutan tenda sesama jamaah dalam satu provinsi maupun dengan jamaah luar provinsi. Hal ini terjadi karena tanda yang disiapkan oleh petugas kurang. Dan ditambah lagi adanya petugas kloter yang tidak tahu dimana lokasi kloternya," jelas Arsal.
"Ketidaktahuan di mana lokasi tenda kloternya itu terjadi karena pada survei tidak ikut. Sehingga saat sampai di Arafah, kebingungan mencari lokasi tendanya," tambahnya.
Lebih menyedihkan lagi, dijelaskan Arsal, ada tenda yang sudah ditempati oleh petugas kloter lainnya, dan diklaim bahwa tenda itu diperuntukkan untuk kloternya. Hal ini memicu keributan antar jemaah haji.
"Hal ini merupakan pengalaman kami, sehingga kami dengan beberapa orang lainnya terpaksa pindah ke musala yang juga sudah dipenuhi jamaah yang tidak kebagian tenda," ceritanya.
Selain itu, saat mabit di Muzdalifah juga terjadi masalah. Di mana para jemaah terlambat dievakuasi dengan alasan transportasi macet. Hal ini terjadi karena banyaknya jamaah haji yang berjalan kaki menuju Mina, sehingga membuat kendaraan tak bisa bergerak.
"Menurut pengamatan kami, keterlambatan evakuasi ini adalah akibat dari tidak adanya perencanaan yang matang yaitu kontijensi plan yang dilakukan oleh masyarif, sebagai kontraktor yang melayani evakuasi dari Muzdalifah ke Mina dalam hal transportasinya," jelasnya.
Tak hanya itu, di Mina juga terjadi berbagai masalah. Mulai dari kurang dan sempitnya tenda, kurangnya jumlah WC dan toilet hingga pendistribusian konsumsi yang sering terlambat.
"Jadi saat itu sesuatu pemandangan yang lazim terlihat sangat banyak di antara jemaah yang menempati antara gang-gang tenda dan di emperan dan sebagainya. Karena tenda tak cukup," ungkapnya.
Masalah lain di Mina juga terjadi, seperti jemaah Indonesia tidak bisa menyatu dan berkumpul satu penempatan. Di mana sebagian ada di mina Jadid dan sebagian lagi di Mina Muashim. Hal ini menurut Arsal akan mempersulit petugas saat hendak mengontrol jemaah haji.
Selain itu, kata Arsal, di 2023 juga banyak aturan kelonggaran untuk membatasi jumlah jemaah haji. Menurut dia, kala itu banyak jemaah haji yang hanya menggunakan visa ziarah atau umrah. Akibatnya, banyak jamaah haji membludak.
Baca Juga : Diskominfotik Kota Blitar Gelar Bimtek Keamanan Informasi dan Persandian Tahap ke-4
"2023 lalu, menurut pemerintah Arab Saudi adalah jumlah jemaah haji terbanyak. Atau diperkirakan sekitar 2,5 juta sampai 3 juta orang," ungkapnya.
Tak heran jika tahun 2024 ini, pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan, termasuk tindakan nyata agar pelaksanaan haji lebih baik. Termasuk untuk mengontrol jamaah haji ilegal, pemerintah Arab Saudi telah mengeluarkan smart card atau Kartu Pintar.
"Kartu ini menjadi kartu kontrol bagi yang akan memasuki Armuzna. Smart card atau Kartu Pintar ini berisi sejumlah data seperti nama jemaah, foto, tempat tanggal lahir dan lainnya," ujarnya.
Diketahui, Smart Card ini adalah kartu yang wajib dipakai di Armuzna. Baik ketua kloter hingga ketua jemaah harus mengingatkan para jemaah agar smart card jangan sampai hilang dan selalu dibawa kemanapun.
"Oleh karena itu, di 2024 ini, razia jemaah haji ilegal diperketat. Mulai dari hotel, masjid Bir Ali, kendaraan, hingga di jalanan. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah calon jamaah haji itu menggunakan paspor dan visa haji atau bukan," jelasnya.
"Dengan adanya smart card ini akan mengurangi jemaah haji ilegal, karena bisa mengontrol masuknya jemaah haji ke Armuzna," imbuh Arsal.
Kebijakan lainnya di 2024, adanya penyatuan penempatan jemaah haji Indonesia di Mina Muaishim dan tidak ada lagi perempatan di Mina Jadid.
"Kebijakan lain juga dilakukan dengan menempatkan tabung-tabung air dekat tenda jemaah haji, di Mina dan juga ada penambahan toilet WC yang selama ini menjadi masalah dari tahun ke tahun," ujarnya.
Terakhir, Arsal menyimpulkan kebijakan dan tindakan nyata yang dikeluarkan oleh pemerintah Arab Saudi dan pemerintah Republik Indonesia jauh lebih baik daripada pelaksanaan haji pada 2023 yang lalu.