JATIMTIMES - Keputusan yang dinanti-nanti oleh mahasiswa akhirnya datang. Setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada Senin (27/5), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengumumkan pembatalan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Langkah ini diambil sebagai respons atas berbagai keluhan dan protes dari mahasiswa di seluruh Indonesia.
"Terima kasih atas masukan yang konstruktif dari berbagai pihak. Saya mendengar sekali aspirasi mahasiswa, keluarga, dan masyarakat. Kemendikbudristek pada akhir pekan lalu telah berkoordinasi kembali dengan para pemimpin perguruan tinggi guna membahas pembatalan kenaikan UKT dan alhamdulillah semua lancar," ungkap Nadiem, dikutip dari siaran resmi Kemendikbud, Senin (27/5).
Baca Juga : Pemkab Malang Minta Pendapat Masyarakat, Ajukan Perda Perlindungan Kesenian di 2025
Nadiem menjelaskan bahwa pihak Kemendikbud dalam waktu dekat akan mengevaluasi UKT dari seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
"Baru saja saya bertemu dengan Bapak Presiden dan beliau menyetujui pembatalan kenaikan UKT. Dalam waktu dekat Kemendikbudristek akan mereevaluasi ajuan UKT dari seluruh PTN," jelasnya.
"Saya bertemu Bapak Presiden untuk membahas berbagai hal di bidang pendidikan, salah satunya adalah perihal UKT. Saya mengajukan beberapa pendekatan untuk bisa mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa. Terkait implementasi Permendikbudristek, Dirjen Diktiristek akan mengumumkan detil teknisnya," tambah Nadiem.
Untuk diketahui, Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) diterbitkan sebagai dasar peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bagi PTN dan PTN-BH.
Nadiem menungkapkan bahwa penyesuaian SSBOPT juga mempertimbangkan fakta meningkatnya kebutuhan teknologi untuk pembelajaran. Mengingat perubahan pada dunia kerja yang juga semakin maju teknologinya, sementara SSBOPT tidak pernah dimutakhirkan sejak tahun 2019.
Melalui aturan tersebut, Kemendikbudristek mendorong perguruan tinggi agar dapat memberikan pembelajaran yang relevan kepada mahasiswa. Dalam Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 juga menekankan dua hal utama yang menjadi pertimbangan dalam penentuan UKT, yakni asas berkeadilan dan asas inklusivitas.
Baca Juga : KPU Kota Kediri Lantik 138 Panitia Pemungutan Suara Pilkada 2024
Menurut Kemendikbud, ramainya rumor soal kenaikan UKT terjadi lantaran adanya miskonsepsi yang terjadi di tengah masyarakat.
"Permendikbudristek tersebut hanya berlaku bagi mahasiswa baru; Ada kemungkinan PTN keliru ketika penempatan mahasiswa dalam kelompok UKT yang tidak sesuai kemampuan ekonominya karena data yang diberikan mahasiswa tidak akurat; Ada segelintir PTN yang sebelumnya memiliki UKT rendah atau belum disesuaikan selama lebih dari lima tahun, sehingga kenaikan UKT dirasa tidak wajar; Serta ada kesalahpahaman bahwa kelompok UKT tertinggi berlaku untuk kebanyakan mahasiswa. Padahal secara keseluruhan, hanya 3,7% mahasiswa baru yang ditempatkan pada kelompok UKT tertinggi," demikian keterangan resmi Kemendikbud.
Sebelumnya, mahasiswa Universitas Brawijaya turut memprotes adanya penambahan golongan dan kenaikan UKT. Selain demonstrasi, mahasiswa melalui Eksekutif Mahasiswa (EM) UB juga mengirimkan paket istimewa berupa surat terbuka dan pingpong kepada Mendikbud Nadiem Makarim.