JATIMTIMES - Sidang sengketa gugatan tanah eks lokalisasi Besini di Desa Puger Kulon Kecamatan Puger Jember, yang digelar di Pengadilan Negeri Jember pada Senin (13/5/2024), dengan tergugat 1 Pemkab Jember, Tergugat 2 Pemerintah Kecamatan Puger, Tergugat 3 Pemdes Puger Kulon, serta sejumlah pihak yang turut tergugat, agenda mendengar keterangan saksi.
Dari keterangan M. Hayin, saksi yang dihadirkan di persidangan oleh kuasa hukum tergugat, diketahui, bahwa tanah tersebut, sebelum dijadikan sebagai lokalisasi Puger, merupakan tanah pekarangan yang dikelola oleh saksi.
Baca Juga : Setelah 2 Tahun, Akhirnya Kasus Meninggalnya Mahasiswi di Kos Sumbersari Malang Terungkap
Dimana, dalam keterangannya, saksi mengelola tanah milik penggugat, sebelum ada lokalisasi. "Saya mengelola tanah itu, sebelum ada lokalisasi, saya menyewa ke Pak Supren (penggugat), karena tanah tersebut dijadikan lokalisasi, ya saya berhenti mengelolanya," ujar M. Hayin.
Hayin, juga menjelaskan, bahwa batas-batas tanah di lahan yang disengketakan, tidak ada saluran irigasi, yang mana, saluran irigasi ini menjadi salah satu pokok perkara yang diklaim sebagai tanah Pemkab Jember, sebagai tanah irigasi.
Dulu waktu ia masih mengelola lahan tersebut, tidak ada irigasi sama sekali, justru saat itu, dirinya harus menggunakan mesin diesel untuk mengairi tanamannya.
"Gak ada itu irigasi, saya dulu mengairi tanaman menggunakan paralon, mengambil air dari sungai dengan diesel, setahu saya tidak ada saluran air sama sekali, saya masih ingat itu," ujarnya.
Budi Hariyanto SH., selaku kuasa hukum penggugat, usai persidangan menyatakan, bahwa keterangan saksi, semakin menguatkan status tanah milik kliennya, dimana, tanah tersebut memang tanah persil milik warga, dan bukan tanah irigasi seperti yang disampaikan oleh pihak tergugat.
"Apa yang disampaikan oleh saksi, semakin menguatkan, jika tanah sengketa tersebut, bukanlah tanah irigasi, tapi tanah persil, atas nama warga," ujar Budi.
Budi juga menjelaskan, bahwa dari hearing di Komisi A sebelum proses gugatan di PN Jember, serta bukti-bukti di persidangan, sudah jelas, Pemkab tidak memiliki bukti kuat, seperti sertifikat kepemilikan, bahkan di Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Pemkab Jember, lahan tersebut juga tidak terdaftar sebagai aset Pemkab.
"Keterangan Pemkab Jember sendiri, dalam hearing di Komisi A, mengakui, jika Pemkab tidak mempunyai bukti kepemilikan atas tanah klien kami, dan keterangan adanya saluran irigasi di tanah tersebut juga terbantahkan, ada Dam atau pengatur air, tapi itupun ada di bagian selatan, dan jauh dari objek sengketa," ujar Budi.
Gugatan sengketa lahan eks lokalisasi Puger ini sendiri, bermula saat pemilik lahan, yakni Supren dkk, hendak menawarkan tanah miliknya tersebut, untuk dijual, namun penjualan tanah ini ditentang oleh Pemerintah Desa Puger Kulon, dengan alasan, bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara.
Akibat dari pernyataan pemdes Puger Kulon, jika tanah eks lokalisasi Puger adalah tanah negara, membuat pemilik lahan melakukan gugatan.
Abdul Majid dan Sujak, yang juga menjadi saksi dalam persidangan sebelumnya menyatakan, bahwa tanah milik Supren, dijadikan sebagai tempat relokasi eks Lokalisasi Kaliputih Puger, sekitar tahun 1989.
Baca Juga : Pria di Blitar Bunuh Diri, Tidur di Rel Kereta Api
Saat itu, ada beberapa lahan milik warga lainnya yang juga menjadi tempat lokalisasi, dimana pada proses awal, beberapa warga yang lahannya dijadikan sebagai lokalisasi, didatangi oleh kepala desa dan juga anggota koramil saat itu.
"Kami didatangi oleh bapak kepala desa, saat itu dijabat oleh Pak Juremi, juga ada tentara, kami harus menyetujui lahan kami dijadikan tempat lokalisasi, alasannya waktu itu, saya harus bantu pemerintah, kalau tidak mau, saya dicap sebagai PKI (Partai Komunis Indonesia)," ujar Abdul Majid.
Karena ada tekanan dan intimidasi, Abdul Majid dan Sujak, serta beberapa warga lainnyapun, terpaksa menyetujui lahannya, dijadikan sebagai tempat lokalisasi.
"Saya takut dicap PKI pak, sebab kalau sudah dicap PKI, maka akan ditembak, jadi terpaksa saya menyetuji lahan saya digunakan sebagai tempat lokalisasi," ujar Abdul Majid saat memberikan kesaksiannya di persidangan beberapa waktu lalu.
Majid juga menyatakan, jika saat lahannya dijadikan tempat lokalisasi, warga hanya mendapat ganti rugi tanaman saja, tanpa ganti rugi tanah, sehingga tanah tersebut masih menjadi hak warga.
"Karena pada tahun 2007, lokalisasi tersebut sudah ditutup, maka kami meminta hak kami kembali, namun kami mengalami kendala, karena tanah tersebut diklaim milik Pemkab Jember, hal ini yang akhirnya kami perjuangkan," ujarnya.
Sementara Fredy Andreas Caesar SH, selaku kuasa hukum dari Pemkab Jember, ditemui usai persidangan menyatakan, bahwa kasus sengketa tanah ini, sudah pernah digugat sebelumnya, dimana dalam gugatan tersebut sudah Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). Dimana kasus tersebut tidak bisa dipersidangkan, karena dianggap cacat formil.
"Dulu sengketa ini sudah pernah digugat, dan dinyatakan NO oleh pengadilan, dan sekarang digugat untuk kedua kalinya, ya kami sudah menyiapkan semuanya dalam sidang pembuktian berikutnya, termasuk kwitansi pembelian," pungkas Andreas. (*)