JATIMTIMES - Meskipun telah dilarang di banyak negara karena risiko kesehatannya, penggunaan asbes masih umum digunakan warga Indonesia. Lantas mengapa pemerintah tidak melarang penggunaan asbes meski tahu risiko kesehatan yang ditimbulkannya?
LSM Jaringan Indonesia Larang Asbes, Muchamad Darisman mengatakan 90 persen material asbes yang masuk ke Indonesia diproses untuk penggunaan atap semen bergelombang. Jadi mayoritas itu digunakan oleh masyarakat bawah.
Baca Juga : KPK Tahan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali
"Kenapa sasaran atau market asbes ini masyarakat miskin? Ya mereka kurang akses. Yang kedua ini murah gitu ya," ungkap Darisman, dilansit YouTube DW Indonesia, Rabu (8/5).
Diketahui, serat halus pada asbes jika terlepas ke udara bisa menyebabkan asbestosis hingga kanker paru. Khususnya pada asbes yang pecah, serat halus yang bersifat karsinogesnik rawan terlepas ke udara hingga dihirup oleh manusia.
Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2020, angka kejadian kasus baru asbestosis per-tahun di Indonesia adalah 231 kasus. Meski jumlahnya relatif kecil, namun ancaman kesehatan jangka panjang yang mengintai nyata.
LSM Jaringan Indonesia Larang Asbes juga telah mendesak agar pemerintah berhenti mengimpor asbes sejak 2012. Menurut Darisman, ada lebih dari 60 negara telah melarang penggunaan asbes.
"Persoalannya kenapa di Indonesia nggak? Jadi ini ada faktor politik, ekonomi yang pasti yang terlibat di sini. Ini kan mayoritas material asbes impor gitu ya, jadi dari proses impor, Bea Cukai termasuk Kementerian Perdagangan masuk ke industri, satu departemen dengan departemen yang lain itu saling lempar tanggung jawab," ungkap Darisman.
Hingga saat ini, pencegahan yang bisa dilakukan agar serat halus asbes tidak terlepas ke udara, hanya dengan mengubur potongan-potongan asbes. Saat asbes pecah, sebaiknya segera disiram air, hal ini dilakukan untuk meminimalisir serat halus pada asbes tidak terlepas ke udara. Bahkan pengambilan pecahan asbes juga tidak bisa sembarangan, yakni harus menggunakan alat pelindung diri (APD).
Baca Juga : Viral, Pemilik Kafe Sekaligus Produser "Budi Pekerti" Diduga Telat Bayar Gaji Karyawan
Sementara itu, Pakar Kesehatan dan Keselamat Kerja dr. Anna Suraya menjelaskan jika asbes baru berdampak kalau pecah, seratnya lepas. Namun jika masih menempel di atap, tidak masalah.
"Tapi yang menjadi masalah ketika dia (asbes) robek kemudian seratnya lepas di udara, terhirup manusia," kata dr. Anna, masih dilansir YouTube DW Indonesia.
Menurut dr. Anna, dampak yang diakibatkan dari asbes ini dan menimbulkan tanda membutuhkan waktu yang lama. Di mana orang yang terpapar asbestos bisa mengalami gejala kanker paru-paru setelah 15 tahun. Sedangkan untuk kasus mesothelioma, baru terdiagnosis setelah 30 tahun paparan asbestos.