free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Raden Saleh: Seniman dan Ilmuwan yang Disebut Penghancur Candi Simping Makam Pendiri Kerajaan Majapahit

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

27 - Apr - 2024, 19:08

Placeholder
Candi Simping yang tinggal reruntuhan dan Raden Saleh.(Foto: Istimewa)

JATIMTIMES - Ketika nama Raden Saleh disebut, pikiran kita langsung terhanyut pada lukisan-lukisan epik yang mempersembahkan keindahan alam dan keberanian binatang. Namun, siapakah sebenarnya sosok Raden Saleh di balik karya seni spektakuler itu? 

Di balik kegemilangan seni, tersembunyi cerita menarik tentang sisi ilmiah dan eksentrik dari sang maestro seni Indonesia tersebut.

Baca Juga : 9 Kesalahan yang Sering Dilakukan saat Membersihkan Rumah

Saleh Sjarif Boestaman, yang juga dikenal sebagai Raden Saleh, adalah seorang pelukis keturunan Arab-Jawa yang menjadi pioner dalam seni modern Indonesia pada masa Hindia Belanda. Lahir pada bulan Mei 1807 dan meninggal pada 23 Februari 1880, Raden Saleh menciptakan lukisan-lukisan yang mencerminkan perpaduan antara gaya romantisisme yang populer di Eropa pada zamannya dengan unsur-unsur yang memperlihatkan akar budaya Jawa sang pelukis.

Raden Saleh dikenal terutama karena karyanya yang monumental, "Penangkapan Pangeran Diponegoro," yang menggambarkan momen tragis pengkhianatan terhadap Pangeran Diponegoro yang mengakhiri Perang Jawa pada tahun 1830. Lukisan ini memvisualisasikan saat Diponegoro, yang telah dibujuk menghadiri pertemuan di Magelang untuk membicarakan gencatan senjata, ditangkap oleh pihak Belanda yang tidak memenuhi jaminan keselamatannya. Lukisan ini tidak hanya menjadi penanda peristiwa bersejarah, tetapi juga merupakan karya yang menggugah dan mendalam yang menggambarkan tragedi tersebut.

Pada masa Saleh, lukisan peristiwa tersebut sudah ada, dilukis oleh pelukis Belanda Nicolaas Pieneman dan dikomisikan oleh Jenderal de Kock. Saleh, diduga terinspirasi dari lukisan Pieneman, memberikan perubahan signifikan pada lukisannya dari sudut pandang yang berlawanan hingga ekspresi Diponegoro yang lebih tegar. Saleh juga mengganti judul lukisan "Penyerahan Diri Diponegoro" menjadi "Penangkapan Diponegoro".

 Perubahan ini dipandang sebagai ekspresi nasionalisme Saleh terhadap tanah kelahirannya. Setelah selesai pada 1857, lukisan tersebut dipresentasikan kepada Raja Willem III di Den Haag. Lukisan ini kembali ke Indonesia pada tahun 1978 sebagai bagian dari perjanjian antara Indonesia dan Belanda tentang pengembalian kebudayaan milik Indonesia yang pernah dibawa ke Belanda. Lukisan tersebut saat ini dipajang di Istana Negara, Jakarta.

Raden Saleh bukanlah hanya seorang seniman, namun juga seorang ilmuwan yang berpengaruh. Menurut catatan sejarah, pada pertengahan abad ke-18, ia menjadi salah satu anggota pendiri Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) di Delft, Belanda. Di samping kegiatannya sebagai seniman, ia juga berperan aktif dalam ekskavasi arkeologis, mencari fosil-fosil purba, dan mengumpulkan manuskrip-manuskrip kuno di Jawa.

Namun, di balik prestasi-prestasi gemilangnya, terdapat satu kontroversi besar yang melekat pada nama Raden Saleh. Sebuah tuduhan kontroversial muncul dari sejarawan Ancah Yosi Cahyono, yang menyebut Raden Saleh sebagai "Sang Juru Gangsir" yang menjadi biang keladi di balik keruntuhan Candi Simping di Blitar. Candi Simping, juga dikenal sebagai Candi Sumberjati, merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang diyakini terkait erat dengan Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit. 

Pada suatu waktu, candi itu lenyap dari peradaban, hanya meninggalkan  serpihan-sarpihan batu yang berserakan. Dan yang mengejutkan, tuduhan janggal pun muncul bahwa Raden Saleh adalah dalang di balik kehancuran candi tersebut.

Menurut catatan sejarah, pada 4 April 1866, Raden Saleh diduga telah melakukan pembongkaran total terhadap Candi Simping. Hal ini menciptakan kontroversi besar karena tindakan tersebut tidak hanya dianggap merusak, namun juga menghapuskan bagian berharga dari warisan budaya bangsa.

Perjalanan ekspedisi ke Candi Simping di  Kabupaten Blitar itu dimulai pada Maret 1865. Ketika itu  Raden Saleh memohon izin dan dukungan dari pemerintah kolonial untuk melakukan perjalanan budaya yang ambisius. Rencananya, ia akan menjelajahi Pulau Jawa dengan tujuan mencari benda-benda arkeologi dan manuskrip yang masih tersimpan di tangan keluarga-keluarga pribumi.

Setelah mendapat dukungan dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW), Raden Saleh berangkat dalam ekspedisi yang menjadi awal dari perjalanan ilmiahnya. Kelak, BGKW sendiri menjadi pendiri Museum Nasional di Jakarta.

Pada bulan Desember 1865, Raden Saleh memulai ekskavasi pertamanya di Banyunganti, Kabupaten Sentolo, Jawa Tengah. Di sini, bersama dengan 60 kuli, ia menemukan sejumlah besar fosil hewan purba di kaki sebuah bukit dekat reruntuhan batu kapur putih.

Ekskavasi berlanjut ke Kalisono, sekitar 11 kilometer dari lokasi pertama. Di sana Raden Saleh juga berhasil menemukan banyak fosil hewan purba.

Namun, ekskavasi di lokasi ketiga hanya menghasilkan dua persendian tulang, sementara di Gunung Plawangan, ekskavasi keempatnya menghasilkan fosil dua persendian dan satu gigi. Meskipun beberapa ekskavasi dilakukan setelahnya, hasilnya masih terbatas pada fosil mamalia.

Di samping itu, dari perjalanannya ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, Raden Saleh berhasil membawa pulang 38 manuskrip kropyak serta berbagai benda arkeologi berbahan logam dan etnografi. Semua hasil penelitiannya kemudian diserahkan kepada BGKW, termasuk satu wadah unik berbentuk gelas zodiak dari 150 benda arkeologi yang berhasil dikumpulkannya.

Karena kontribusinya yang luar biasa dalam bidang arkeologi, Raden Saleh sering diakui sebagai arkeolog pertama dari Indonesia. Sebelumnya, hanya arkeolog asing yang aktif di wilayah ini.

Baca Juga : Kenakan Pakaian Era Kolonial, Pj Wali Kota Malang Pimpin Rombongan Pawai Budaya HUT Ke-110

Pernyataan ini disampaikan oleh Profesor Harsja Bachtiar, seperti yang diungkapkan oleh Oyen. Hal ini menegaskan pentingnya peran Raden Saleh dalam mengangkat nama Indonesia dalam dunia penelitian arkeologi serta menunjukkan kemampuan lokal dalam meneliti dan menghargai warisan budaya sendiri.

Meskipun banyak sumbangan artefak untuk Museum van Het BGKW (sekarang Museum Nasional) yang membuat Raden Saleh diperhitungkan, pandangan tentang ekskavasi yang dilakukannya tidak selalu positif. Arkeolog Belanda N.W. Hoepermans mengecam ekskavasi Raden Saleh dengan keras.

Sejarawan Ancah Yosi Cahyono menjuluki Raden Saleh sebagai "Sang Juru Gangsir" menurut unggahannya di Facebook. Yosi menegaskan bahwa Raden Saleh bertanggung jawab atas kehancuran bangunan Candi Simping.

 Yosi mengutip fakta awal yang diungkapkan oleh Hoepermans saat mengunjungi candi tersebut di Blitar. Hoepermans melihat bahwa candi itu telah diratakan dengan tanah oleh Raden Saleh, padahal sebelumnya masih berdiri tegak. Pada 4 April 1866, Raden Saleh datang dan meratakan candi tersebut.

"Beliaulah (Raden Saleh) yang bertanggung jawab atas hancurnya bangunan Candi Simping. Bukan rusak lagi, karena cara kerjanya ia membongkar total bagian dalam tubuh dan lantai hingga mengakibatkan candinya roboh," ujar Yosi.

Menurut catatan harian Hoepermans, Simping bukanlah satu-satunya candi yang dirobohkan Raden Saleh. Hoepermans juga mengungkapkan keheranannya tentang siapa yang memberikan izin kepada Raden Saleh untuk melakukan tindakan tersebut.

Candi Simping terletak di Desa Sumberjati, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, merupakan sebuah situs bersejarah yang memiliki jarak sekitar lima belas kilometer dari pusat Kota Blitar. Sejarah mencatat bahwa candi ini merupakan tempat pendarmaan dari Raden Wijaya, raja pertama Majapahit, dengan sebagian abunya disimpan di tempat ini.
Menurut catatan kolonial Hindia-Belanda yang tertuang dalam buku “Natuurkundig Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie” yang terbit di Batavia pada tahun 1856, Candi Simping pertama ditemukan kembali oleh Johannes Elias Teijsmann pada 30 Juli 1854. Saat penemuan tersebut, asal-usul dan nama asli candi ini masih belum diketahui.

Seperti kebanyakan candi lain di Indonesia, masyarakat lokal menyebut Candi Simping dengan nama Soengkoep (dalam ejaan lama dibaca sungkup/cungkup). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sungkup/cungkup/cung•kup/ diartikan sebagai bangunan beratap di atas makam yang berfungsi sebagai pelindung makam atau rumah kubur.

Untuk memberikan penamaan yang lebih jelas, praktik umum dalam dunia arkeologi adalah menamai candi berdasarkan nama desa tempat ditemukannya candi tersebut. Oleh karena itu, bangunan kuno ini dinamai sesuai dengan Desa Sumberjati, menjadi Tjandi Sumberdjati.

Ketika ditemukan kembali oleh Teijsmann pada tahun 1854, candi ini telah runtuh, hanya meninggalkan lantai fondasi. Bagian atasnya hancur dan tersebar di sekitar area candi. Namun, beberapa arca masih utuh, termasuk salah satunya yang  seukuran manusia, tetap mempertahankan keindahannya.

Setelah melalui serangkaian penelitian oleh para ilmuwan Hindia-Belanda, dan ditemukannya kembali Kakawin Negarakertagama oleh J.L.A. Brandes pada tahun 1894, Tjandi Sumberdjati berhasil diidentifikasi sebagai salah satu bangunan kuno peninggalan masa Kerajaan Majapahit yang dikenal sebagai Candi Simping. Temuan ini memperkuat keyakinan bahwa keberadaan Arca Hari-Hara, yang merupakan perwujudan Wisnu-Siwa di Candi Sumberdjati, diduga sebagai tempat pendarmaan bagi Raja Pertama Kerajaan Majapahit Kertarajasa Jayawardhana atau yang sering dikenal sebagai Raden Wijaya.

Dalam kutipan Kakawin Negara Kertagama, dijelaskan: "Ring saka matryaruna lina nirang narendra, drak pinratista jina wimbha sire puri jro, hantahpura ywa panelah sikana sudharmma, saiwa pratista cari teki muwah ri simping," yang mengindikasikan keberadaan dan penghormatan terhadap tempat tersebut sebagai tempat penting dalam konteks spiritual dan keagamaan pada masa itu.


Topik

Serba Serbi Raden Saleh seniman besar Indonesia Candi Simping Blitar pendiri Kerajaan Majapahit



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy