free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Hiburan, Seni dan Budaya

Festival Desawarnana #2 Akan Kembali Meriahkan Desa Jimbe: Mengenang Jejak Hayam Wuruk di Blitar

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

25 - Apr - 2024, 15:01

Placeholder
Festival Desawarnana #2 akan kembali digelar di Desa Jimbe, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar.

JATIMTIMES- Desa Jimbe, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, akan kembali menjadi pusat perhatian pada tanggal 5 Mei 2024 dengan digelarnya Festival Desawarnana edisi kedua. Acara yang digelar untuk mengenang kunjungan bersejarah Raja Majapahit Hayam Wuruk ke Blitar ini akan menampilkan beragam seni dan budaya. 

Pergelaran kali ini mengusung tema Folklor Desa Jimbe Kecamatan Kademangan: Perjalanan Raja Hayam Wuruk dalam Seni.

Baca Juga : PDIP Buka Penjaringan Calon Bupati Blitar untuk Pilkada 2024: Siapa yang Berminat?

Rahmanto Adi, pegiat sejarah dan budaya yang diakui dari Sulud Sukma, menjelaskan dengan penuh semangat tentang pentingnya Festival Desawarnana#2 dalam memperingati perjalanan bersejarah Raja Hayam Wuruk ke Blitar. Dia menyoroti bahwa acara ini bukan sekadar festival biasa, melainkan merupakan sebuah peristiwa budaya yang mengangkat dan merayakan warisan sejarah yang berharga bagi masyarakat setempat.

"Dalam Festival Desawarnana#2 kali ini, kami masih memilih Desa Jimbe sebagai lokasi penyelenggaraan, seperti festival tahun lalu. Namun, kami berharap untuk kedepannya, festival ini bisa berpindah ke desa yang pernah dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada tahun 1361,” ungkap Rahmanto Adi pada Rabu (24/4/2024).

Ia menekankan pentingnya mengenang kunjungan sejarah Raja Hayam Wuruk ke Blitar sebagai inspirasi untuk acara ini. 

"Festival ini diselenggarakan untuk mengenang kunjungan Raja Hayam Wuruk ke Blitar pada tahun 1361. Nah, dari kunjungan bersejarah itu, kami terinspirasi untuk membuat kegiatan yang diikuti oleh desa-desa yang pernah dikunjungi Raja Hayam Wuruk,” imbuhnya.

Rahmanto Adi mengungkapkan bahwa gagasan Festival Desawarnana#2 bermula dari diskusi dengan pemuda dan warga Desa Jimbe tentang sejarah dan budaya lokal. 

"Kami ingin festival ini tidak hanya menjadi ajang hiburan semata, tetapi juga sarana untuk memperkaya pemahaman masyarakat akan kekayaan budaya dan sejarah Indonesia,” lanjutnya.

Sebagai inisiator Festival Desawarnana, Rahmanto Adi berbagi harapannya bahwa festival ini akan menjadi tontonan yang berkualitas bagi masyarakat. "Kami berharap festival ini benar-benar menjadi tontonan yang berkualitas bagi masyarakat. Kami ingin menyajikan acara yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik dan memperkokoh rasa kebanggaan akan warisan nenek moyang Nusantara,” tegasnya. 

Sejarah mencatat, setiap tahun, pada akhir musim dingin atau setelah panen, Raja Majapahit Hayam Wuruk (1350-1389), yang bergelar Sri Rajasanagara, memulai perjalanan keliling hingga ke luar ibu kotanya. Didampingi oleh rombongan setia, beliau berangkat menggunakan pedati yang ditarik sapi. 

Sejarah perjalanan ini tercatat dengan rinci dalam Kitab Nagarakertagama karya Mpu Prapanca, pujangga yang ikut serta dalam ekspedisi tersebut. 

Perjalanan Hayam Wuruk memiliki tujuan yang sangat penting. Yakni untuk berkunjung ke daerah-daerah kekuasaan Majapahit pada masa itu, terutama di wilayah Jawa Timur. Dalam catatan sejarah, tempat-tempat di Blitar menjadi sorotan utama dari kunjungan beliau. Di antaranya, Candi Palah (Candi Penataran), Candi Simping, Jimbe, dan Lwang Wentar (Candi Sawentar) menjadi destinasi yang tidak terlewatkan dalam perjalanan kebesaran Raja Hayam Wuruk.

Kitab Negarakertagama mencatat bahwa Raja Hayam Wuruk melakukan kunjungan ke wilayah Blitar sebanyak dua kali. Salah satunya terjadi pada tahun Saka tiga badan dan bulan (1283) Waisaka, yang terdokumentasikan dalam kutipan pupuh 61 dari teks tersebut:

“Ndan ri çakha tri tanu rawi riɳ weçaka, çri natha muja mara ri palah sabhrtya, jambat siɳ ramya pinaraniran / lanlitya, ri lwaɳ wentar mmanuri balitar mwaɳ jimbe”. Artinya: Tahun Saka tiga badan dan bulan (1283) Waisaka, baginda raja berangkat menyekar ke Palah dan mengunjungi Jimbe untuk menghibur hati. Di Lawang Wentar, Blitar menenteramkan cita.

Baca Juga : Bawaslu Kabupaten Blitar Rekrut Anggota Panwascam

Kunjungan Hayam Wuruk ke Blitar pada masa itu lebih menitikberatkan pada aspek keagamaan, dengan tujuan utama untuk memuja leluhur dan menghormati dinasti Majapahit. Kegiatan kunjungan ini jelas termanifestasi dalam perjalanan ke tempat-tempat suci yang dipercaya sebagai tempat suci yang terkait dengan leluhur.

Tempat-tempat seperti Candi Palah (Candi Penataran), Jimbe, dan Lwang Wentar (Candi Sawentar) menjadi fokus utama dari kunjungan tersebut. Di Balitar sendiri, kunjungan dilakukan untuk mencari ketenangan spiritual.

Dari Blitar, Hayam Wuruk dan rombongan melanjutkan perjalanan ke selatan hingga mencapai Lodaya. Di sana, mereka menghabiskan beberapa hari untuk beristirahat sambil menikmati keindahan pemandangan pantai selatan yang menakjubkan.

Setelah kunjungan ke berbagai tempat suci dan penting di Blitar, Hayam Wuruk dan rombongan terakhirnya mencapai Candi Simping. Di sana, sang raja memiliki tujuan yang mulia: memperbaiki candi makam leluhurnya, Rade Wijaya sang pendiri Kerajaan Majapahit. Ketika melihat kondisi Candi Simping yang agak miring ke barat, beliau segera memerintahkan pasukannya untuk menegakkan kembali menaranya ke arah timur.

Proses perbaikan tidak dilakukan sembarangan. Hayam Wuruk memastikan bahwa perbaikan tersebut sesuai dengan bunyi prasasti yang dibaca kembali. Panjang dan lebar candi diukur dengan teliti, sementara di sebelah timur sudah dipersiapkan sebuah tugu sebagai penanda. Selain itu, tanah dari gurung-gurung di sekitar dipergunakan sebagai denah untuk candi makam leluhurnya.

Tidak hanya sekali, Hayam Wuruk kembali mengunjungi Candi Simping pada tahun Saka angin delapan utama (1285), untuk tujuan pemindahan makam kakeknya. Segala persiapan dan persajian dilakukan sesuai dengan adat, dengan upacara yang dipimpin oleh Rajaparakrama. Hal ini mencerminkan komitmen Hayam Wuruk dalam memelihara dan menghormati warisan leluhur serta tradisi Majapahit.

Setelah menyelesaikan tugasnya di Candi Simping, Hayam Wuruk segera menuju pura untuk beristirahat. Namun, kegembiraannya terganggu oleh kabar bahwa Adimenteri Gajah Mada sedang sakit. Raja Hayam Wuruk sangat terpukul mendengar hal tersebut, karena Gajah Mada telah memberikan segala tenaganya untuk kemajuan Jawa, Bali, dan Kota Sadeng dalam memerangi musuh-musuh Majapahit.

Penggalan kisah ini adalah bagian dari perjalanan Hayam Wuruk ke wilayah Blitar yang tercatat dalam Kitab Negarakertagama. Selain itu, para pakar sejarah meyakini bahwa Hayam Wuruk sering melakukan kunjungan ke Blitar karena wilayah tersebut dipercaya sebagai tanah suci kaum Brahmana yang telah disucikan oleh para pendahulu Majapahit. Hal ini menunjukkan kedalaman makna kunjungan raja dalam memelihara tradisi dan nilai-nilai keagamaan serta kebudayaan.

"Ketika kita merayakan Festival Desawarnana#2, kita sebenarnya sedang menghargai dan mengenang jejak-jejak kebesaran serta kebijaksanaan yang ditinggalkan oleh Raja Hayam Wuruk dalam perjalanan bersejarahnya di tanah Blitar. Ini adalah cara kita untuk menghormati warisan budaya dan sejarah nenek moyang kita, serta menyalakan kembali api semangat untuk melestarikan nilai-nilai yang mereka wariskan kepada kita,” pungkas Rahmanto Adi dari Sulud Sukma.


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya Festival Desawarnana Blitar Desa Jimbe Hayam Wuruk



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Nurlayla Ratri