JATIMTIMES - Pertanyaan seperti kapan lulus? kapan menikah? kapan punya anak? kerja dimana? dan pertanyaan klise lainnya, kerap didapatkan seseorang ketika berkumpul bersama keluarga, saudara dan lingkup pertemanan. Hal ini tak jarang justru membuat seseorang tak nyaman, bingung menjawab atau bahkan down.
Terkait hal tersebut, Winda Hardyanti SSos MSi Pakar Komunikasi dari salah satu perguruan tinggi di Kota Malang memberikan tips bagaimana menghadapi situasi tersebut.
Baca Juga : SBY Datang Kantor Sepi, Ketua DPC PKB Tulungagung Angkat Bicara
Dijelaskannya, bahwa deretan pertanyaan yang kerap muncul saat berkumpul bersama keluarga ataupun teman adalah berkaitan dengan budaya orang Indonesia yang menyukai basa-basi untuk memulai obrolan.
Di sisi lain, hal tersebut juga merupakan bentuk kepedulian orang lain terhadap seseorang, namun dengan cara yang berbeda, seperti halnya berbasa-basi dengan pertanyaan klise.
Artinya, ditinjau dari sisi komunikasi interpersonal, pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membuka diri atau melakukan self disclosure.
"Mereka bertanya agar mendapatkan feedback. Tetapi, ya begitu, tidak semua orang nyaman dan suka dengan pertanyaan yang cenderung ke arah capaian personal," kata dosen Ilmu Komunikasi ini.
Sebuah teori dari Joseph Devito, dijelaskan Winda bahwa banyak faktor yang mempengaruhi diri dalam keterbukaan diri dalam komunikasi interpersonal dipengaruhi banyak faktor.
Faktor tersebut diantaranya ada perbedaan situasi di dalam kerumunan besar dan dalam lingkungan yang lebih personal. Pada faktor ini, seseorang kurang nyaman dan cenderung enggan dalam menanggapi pertanyaan yang diberikan. Sisi lain ada pula mereka yang memberikan tanggapan namun tidak terlalu dalam.
"Saat berada di kerumunan besar, individu cenderung merasa kurang nyaman untuk memberikan tanggapan yang mendalam terhadap pertanyaan yang diajukan,” terangnya.
Faktor kedua adalah adanya perasaan afiliasi, kesukaan atau kedekatan. Kedekatan terhadap seseorang menjadi terkadang membuat seseorang merasa lebih nyaman dan tidak canggung untuk menjawab pertanyaan lebih dalam. Faktor selanjutnya perbedaan kompetensi penanya dan penjawab juga berpengaruh. Ketika kondisinya tak seimbang, maka berpotensi adanya gesekan counter back dalam percakapan tersebut.
Berikutnya adalah faktor diadik. Faktor ini ada keterbukaan satu dengan yang lainnya. Artinya keduanya saling terbuka. Imbasnya tentu menimbulkan sikap saling empati.
Sehingga, bukan hanya karena telah lama bertemu, kemudian langsung melontarkan pertanyaan klise yang dapat membuat seseorang kurang nyaman.
Baca Juga : Usung Ipuk Fiestiandani Sebagai Cabup, Partai Golkar Banyuwangi Optimis Menang Dalam Pilkada 2024
"Maka dari itu, banyak hal yang harus diperhatikan sebelum melontarkan pertanyaan. Semua harus memenuhi faktor keterbukaan diri tersebut," tegasnya.
Meski begitu, seseorang tetap memiliki kendali penuh atas bagaimana dalam menanggapi pertanyaan yang dilontarkan seseorang.
Untuk itu, Winda mengatakan agar seseorang mengubah pola pikir terhadap pertanyaan orang lain. Hal ini tentunya akan jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan langsung memberikan jawaban negatif.
Pertanyaan klise yang dijawab dengan mindset negatif, menurut Winda malah menjadikan komunikasi yang tidak efektif. Hal ini dapat berdampak pada hubungan yang kurang harmonis pada kedua belah pihak.
"Misalnya saja, ketika ada yang melontarkan pertanyaan ‘Kapan lulus?’ baiknya dijawab dengan ‘Mohon doanya ya’. Anggaplah mereka peduli, hanya saja belum paham konteks," tambahnya.
Winda menambahkan, dalam merespon pertanyaan-pertanyaan klise, harus dihadapi dengan santai, netral dan elegan. Hal ini bertujuan agar emosi seseorang tetap stabil.
Menghadapi situasi dengan serbuan pertanyaan klise, mengubah topik pembicaraan dapat pula dilakukan. Meski begitu, perlu diperhatikan juga agar dalam pengalihan topik tidak terlalu menyimpang jauh. Tujuannya, menyamarkan bahwa seseorang itu dalam kondisi tidak nyaman saat mendapatkan pertanyaan yang klise.
"Peduki boleh saja, tapi harus paham apa dan siapa orang yang ditanyai. Opsi topik yang tidak berdampak pada komunikasi yang tidak efektif masih banyak. Ini menjadi keberlangsungan relasi. Misalnya saja hobi ataupun kegiatan dan kesibukan lainnya," pungkasnya.