free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Agama

Kisah Seorang Tabiin yang Dapat Mandat Kembangkan Ilmu Nahwu di Masa Khalifah Ali

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Yunan Helmy

19 - Apr - 2024, 17:44

Placeholder
Ilustrasi (pixabay)

JATIMTIMES - Pada masa kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA, terdapat seorang tabiin yang diberikan mandat untuk mengembangkan ilmu nahwu. Sosok tabiin itu adalah Abu Al-Aswad Ad-Du'ali. 

Ilmu nahwu menjadi sebuah hal yang penting bagi umat Islam dalam memahami Al-Quran. Dalam kajian linguistik modern, nahwu disebut pula dengan istilah sintaksis. 

Baca Juga : Sedang Bersedih? Baca dan Dalami Makna Surat Ad Duha 

Nahwu sendiri merupakan ilmu yang mengkaji peran atau kedudukan kata dalam sebuah struktur kalimat. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam buku Linguistik Arab karya Azis Anwar Fachrudin.

Ilmu ini  lahir karena dua faktor, yakni faktor agama dan nasionalisme Arab. Dari latar faktor agama, dinilai masih banyak kesalahan dalam pembacaan Al-Quran setelah Islam menyebar ke segala penjuru.

Kesalahan yang dimaksud adalah tentang kesalahan berbahasa Arab karena pudarnya kefasihan, sehingga hal ini menjadi kekhawatiran banyak pihak, seperti para khutaba dan bulagha atau ahli retorika.

Terkait faktor nasionalisme Arab, munculnya ilmu nahwu karena bangsa Arab ingin menjaga kemurnian bahasa Arab yang dinilai telah tercampur dengan bahasa lainnya.

Kisah tentang tabiin yang mendapat amanah dari Ali bin Abi Thalib untuk mengembangkan ilmu nahwu bermula saat Abu Al Aswad Ad Du'ali mendengar kesalahan fatal saat seseorang membaca Al-Quran Surat At Taubah Ayat 3.

Sebelum Ad Du'ali mengetahui kesalahan pelafalan Al-Quran ini, para tokoh Islam lain, salah satunya Gubernur Basrah Ubaydillah bin Ziyad, telah resah akan hal ini.

Seperti yang diolah dari sumber buku 10 Tema Fenomenal dalam Ilmu Al-Qur'an karya Mochammad Arifin,  kesalahan bunyi bacaan adalah "Anna Allaha bari'un min al-musyrikiin wa rosulihi" yang berarti "Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rasul-Nya."

Harusnya, bacaan surat itu berbunyi, "Anna Allaha bari'un min al-musyrikiin wa rosuluhu" yang berarti "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik."

Gubernur Ubaydillah pun bahkan pernah meminta tolong kepada Ad Du'ali agar mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan hal itu. 

Ad-Du'ali kemudian melihat dan mendengar sendiri atas kesalahan pelafalan ini. Dari sini ia kemudian membuat sebuah pedoman baku tentang pelafalan Al-Quran.

Bersama penulis lainnya, dia pun kemudian mulai merumuskan sebuah sistem, yakni sistem shakl (dammah, fathah, kasrah, dan sukun). Terhadap semua yang diucapkan oleh Ad du'ali, penulis tersebut diminta untuk mencatatkan.

"Letakkan titik di atas setiap huruf yang saya baca maftüh (dengan mulut terbuka). Jika saya merapatkan mulut (dammah), maka letakkanlah titik di atas huruf itu. Jika saya membaca dengan kasrah, maka tulislah titik di bawah huruf itu. Dan ketika saya membaca huruf dengan ghunnah, maka letakkanlah dua titik di atas huruf itu," kata Ad Du'ali.

Baca Juga : Hilang Rasa Romantis saat Usia Pernikahan Tahunan, Ini 5 Tips Disayang Suami Ala Buya Yahya

Dan mulai dari situ, masyarakat pun  kemudian memakai pedoman dari Ad Du'ali. Mereka menggunakan titik sebagai tanda untuk menunjukkan harakat huruf dan kalimat.

amurid Ad-Du'ali, yakni Nashr bin Ashim dan Abdullah bin Hurmuz, kemudian meneruskan ilmu tersebut 
 
Sementara itu, dari sumber yang sama, dalam riwayat lain berbeda, perintah untuk Ad-Du'ali membuat pedoman bukan muncul dari Ubaydillah, melainkan dari Ali bin Abi Thalib.

Saat Ad-Du'ali menemui sang khalifah, ia kemudian bertanya, "Apa yang sedang Anda pikirkan?" Ali bin Abi Thalib RA menjawab, "Aku mendengar di daerahmu terjadi lahn, maka aku ingin menulis sebuah risalah tentang dasar-dasar bahasa Arab."

Setelah itu, beberapa hari setelah, Ad-Du'ali datang dan kemudian membawa sebuah lembaran yang berisi catatan pedoman yang ia buat.

"Bismillah ar-Rahman ar-Rahim, Kalam (seluruhnya) adalah isim, fi'il, dan huruf. Isim adalah (kata) yang menerangkan tentang sesuatu yang diberi nama, fi'il adalah (kata) yang menerangkan tentang perbuatan (sesuatu) yang diberi nama, sedangkan huruf adalah (kata) yang menerangkan makna yang tidak (ditunjukkan) baik dengan isim maupun fi'il."

Setelah itu, hari berikutnya Ad-Du'ali datang lagi juga membawa sebuah lembaran lagi. Dalam catatan lembaran itu, Ad-Du'ali ia menjelaskan tentang huruf-huruf nashab, yakni إن أن, ليت, لعل كأن. NamunAd-Du'ali tidak memasukkan لكن. 

Hal ini kemudian memicu pertanyaan bagi Ali bin Abi Thalib. Ia kemudian  bertanya kepada Ad-Du'ali. "Mengapa engkau tidak memasukkannya?"

Ad-Du'ali kemudian menjawab, "Aku tidak menganggapnya sebagai huruf nashab." Ali bin Abi Thalib kembali berkata, "Ia termasuk huruf nashab, tambahkan ke dalamnya".

 


Topik

Agama Kisah Islami tabiin ilmu nahwu Ali bin Abi Thalib



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anggara Sudiongko

Editor

Yunan Helmy