JATIMTIMES - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang mengkonfirmasi ditemukan adanya satu warga yang diduga terinfeksi virus chikungunya. Adanya warga yang terinfeksi virus chikungunya tersebut merupakan kejadian baru, mengingat di tahun 2023 lalu tidak terkonfirmasi adanya warga yang terjangkit virus yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Malang Wiyanto Wijoyo melalui Kasubsi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kabupaten Malang Choiriah menuturkan, infeksi virus chikungunya tersebut diduga ditemukan di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang pada rentang antara Januari - Februari 2024 lalu.
Baca Juga : Lewat Safari Ramadan, Pj Wali Kota Malang Ingin Optimalkan UMKM
"Sejak Januari - Februari 2024, dilaporkan ada satu orang yang diduga terinfeksi virus chikungunya," tuturnya.
Meski diduga terinfeksi virus chikungunya, namun salah seorang warga tersebut akhirnya dinyatakan pulih setelah menjalani perawatan. "Tahun lalu (2023) tidak ada laporan kasus chikungunya. Tahun ini (2024) ada satu, tapi sudah sembuh," imbuhnya.
Ciri-ciri seseorang yang terinfeksi virus chikungunya tersebut biasanya mengeluh pegal-pegal, nyeri pada pergelangan kaki, lutut, tangan, hingga pinggul. Namun, gejala infeksi virus chikungunya tersebut pada beberapa kasus juga dirasakan oleh mereka yang terinfeksi demam berdarah dengue (DBD).
"Para penderita DBD maupun chikungunya biasanya mengalami demam mendadak, bahkan suhu tubuhnya bisa lebih dari 38,5 derajat celsius. Kemudian disertai menggigil, beberapa di antaranya juga ada yang mengeluhkan nyeri di belakang bola mata," jelasnya.
Meski gejalanya hampir sama, namun terdapat ciri khas yang dominan pada virus chikungunya. Yakni penderitanya biasanya mengalami nyeri pada bagian persendian. Mulai dari pergelangan kaki hingga pinggul.
Baca Juga : Pemkab Blitar Terapkan Jam Kerja Khusus Selama Ramadan, ASN Ngantor Lebih Pagi
"Kami mengimbau kepada masyarakat untuk memperhatikan kebersihan lingkungan. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) bisa dilakukan dengan cara 3M. Yaitu mulai dari menguras, menutup dan mengubur," pungkasnya.
Penjabaran dari 3M tersebut yaitu menguras tempat penampungan air. Kemudian menutup tempat-tempat penampungan air. Sedangkan M yang ketiga adalah mendaur ulang berbagai barang yang berpotensi sebagai tempat berkembang biak nyamuk Aedes Aegypti.
"Selain itu, memelihara ikan pemangsa jentik juga bisa menjadi alternatif. Sehingga jentik atau larva tersebut tidak menjadi nyamuk. Jika diperlukan, penggunaan obat nyamuk serta membersihkan tempat penampungan air juga perlu rutin dilakukan," pungkasnya.