free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Profil

Gus Iqdam, Cucu Kiai Abdul Ghofur: Inovator Salat Tarawih Kilat 10 Menit di Blitar

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

15 - Mar - 2024, 22:28

Placeholder
Gus Iqdam dan KH Abdul Ghofur.(Foto: Istimewa)

JATIMTIMES - Pendakwah muda yang berasal dari tanah Blitar, Jawa Timur, Muhammad Iqdam Kholid atau yang akrab disapa Gus Iqdam telah meraih ketenaran dalam waktu singkat. Ceramah-ceramahnya yang khas dan mudah dipahami telah menyebar luas melalui berbagai platform media sosial, menjadikan namanya semakin populer dan dicintai oleh banyak orang.

 Namun, sedikit yang mengetahui bahwa di balik kesuksesannya itu, terdapat sebuah warisan spiritual yang besar dari seorang waliyullah yang kondang sebagai inisiator salat tarawih kilat di Blitar.

Baca Juga : Safari Ramadan Pertama 1445 H, Sekda Kota Kediri Ajak Masyarakat Tingkatkan Keimanan dan Rasa Kemanusiaan

Gus Iqdam, yang lahir di Blitar pada 27 September 1994, merupakan anak bungsu dari pasangan KH Kholid dan Ny Hj Lanratul Farida. Namun, nasab keilmuan dan spiritualitasnya terhubung melalui jalur ibunya, yang membawa namanya kepada seorang tokoh besar, seorang waliyullah yang penuh berkah.

Waliyullah yang dimaksud adalah KH Zubaidi Abdul Ghofur, yang akrab dipanggil Mbah Yai Bad. Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren Mambaul Hikam Mantenan di Udanawu, Blitar, dan merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dalam perkembangan Islam di daerah tersebut. Mbah Yai Bad juga diyakini sebagai seorang wali Allah, yang menandakan keberkahan dan kesucian dari warisan spiritual yang diturunkan kepada Gus Iqdam.

Ketika Gus Iqdam membagikan kisah silsilahnya, dia mengungkapkan asal-usul panggilannya yang khas. Gus, panggilan yang melekat padanya, memiliki akar yang dalam dalam kehidupan keluarganya. Itu berasal dari ibunya, yang merupakan putri dari seorang tokoh agama yang sangat dihormati di Blitar, yaitu almaghfurlah KH Zubaidi Abdul Ghofur. Beliau dikenal sebagai mursyid thoriqoh yang terkenal, terutama di wilayah Blitar Barat.

"Mbah Yai Ghofur ini siapa?" kata Gus Iqdam dengan penuh semangat. "Mbah Yai Ghofur adalah sosok yang mulia. Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren Mambaul Hikam, salah satu pesantren tertua di Blitar Barat," lanjutnya dengan penuh kagum.

KH Abdul Ghofur atau Mbah Yai Bad lahir dari pasangan Kiai Asnawi dan Nyai Sholihah, yang berasal dari Desa Blangkah, Kecamatan Pakis, Kabupaten Trenggalek. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat alim dan memiliki kedalaman ilmu dalam berbagai bidang keilmuan. Riwayat kehidupannya mencatat perjalanan spiritualnya di berbagai pondok pesantren ternama, seperti Ponpes Mangunsari di Nganjuk dan Ponpes Balong di Kediri. 

Pada 1907, KH Abdul Ghofur mendirikan Pondok Pesantren Mambaul Hikam di Desa Mantenan, Kecamatan Udanawu, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

Pada usia dewasa, Abdul Ghofur menikah dengan Nyai Musri’ah, putri sulung dari Haji Munajat, seorang tokoh kaya dan dermawan di Mantenan. Kedalaman keimanan dan kesalehan Abdul Ghofur membuatnya diangkat menjadi putra menantu oleh Haji Munajat. 

Setelah menunaikan ibadah haji, Abdul Ghofur menetap di Desa Mantenan, Kecamatan Udanawu, Kabupaten Blitar, tempat di mana beliau kemudian mengabdikan hidupnya untuk menyebarkan ajaran Islam dan membimbing umat.

Dalam perjuangannya, KH Abdul Ghofur merintis dakwah dengan pendekatan yang unik dan penuh kesabaran. Beliau mendirikan musala-musala kecil sebagai basis dakwah, dan secara langsung bersilaturahmi ke rumah-rumah warga untuk memberikan pemahaman agama Islam dan mengajak mereka beribadah. Usaha dakwahnya tidak hanya menghasilkan pengikut di kalangan warga sekitar, tetapi juga menarik minat banyak warga dari luar daerah, terutama Desa Mantenan.

Di tengah masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, KH Abdul Ghofur juga turut serta dalam medan perang untuk membela tanah air. Kontribusi beliau dalam pembelaan tanah air menjadi bukti kesetiaan dan kecintaannya terhadap Indonesia. Pendekatan dakwah beliau yang bersahaja dan penuh kepedulian berhasil membawa perubahan signifikan dalam pemahaman agama dan praktik ibadah masyarakat setempat.

Salah satu inovasi dakwah yang dijalankan oleh KH Abdul Ghofur adalah pengenalan salat tarawih kilat, yang kini dikenal sebagai salat tarawih tercepat di dunia. Dalam menghadapi masyarakat yang awalnya enggan beribadah secara khusyuk, beliau mempercepat pelaksanaan salat tarawih menjadi hanya 7 sampai 10 menit, tanpa mengurangi keabsahan dan kekhusyukan dalam ibadah. Upaya ini berhasil menarik minat masyarakat dan memperkuat pengaruh Islam di daerah tersebut.

Baca Juga : Bolehkah Wanita Salat Duhur sebelum Jumatan Selesai? Ini Penjelasan Buya Yahya dan UAS

Tradisi salat tarawih yang berlangsung hanya dalam waktu 10 menit di pondok pesantren tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sejak lebih dari satu abad yang lalu. Meskipun tergolong sebagai salat tarawih tercepat di dunia, tidak ada protes yang muncul dari ulama dan warga setempat. 

Justru, salat tarawih kilat ini menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat, dan jumlah jamaah yang memadati masjid di Pondok Pesantren Mambaul Hikam selalu lebih ramai dibandingkan dengan tempat lain.

Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hikam yang juga Paman Gus Iqdam, KH  Dliya'udin Azzamzammi, atau yang akrab disapa Gus Diya, mengungkapkan bahwa tradisi salat tarawih kilat ini telah berlangsung sejak pendirian pondok pesantren tersebut oleh kakeknya, KH Abdul Ghofur, sekitar 160 tahun yang lalu. Gus Diya menjelaskan bahwa tradisi ini diawali atas inisiatif kakeknya untuk mempermudah masyarakat dalam menjalankan ibadah salat tarawih.

“Salat tarawih cepat ini sejak zaman kakek saya, sudah lebih dari 160 tahun, kami hanya melanjutkan tradisi saja, dan sesuai syariat ini tidak melanggar karena gerakan dan bacaannya sama,” jelas Gus Diya.

Alasan di balik kecepatan pelaksanaan salat tarawih ini adalah untuk mengakomodasi kondisi masyarakat di Desa Mantenan pada zaman dahulu, yang mayoritas bekerja dari pagi hingga sore. Kakek Gus Diya sadar bahwa jika salat tarawih terlalu lama, banyak yang tidak akan mampu menjalankannya karena kelelahan akibat bekerja. Oleh karena itu, inisiatif untuk mempercepat salat tarawih di Pondok Pesantren Mambaul Hikam menjadi sebuah solusi yang tepat agar masyarakat tetap dapat 
melaksanakan ibadah tersebut.

Pondok Pesantren Mambaul Hikam, yang lebih dikenal dengan sebutan Pondok Mantenan, menjadi pusat pendidikan agama Islam yang dijalankan oleh KH Abdul Ghofur. Sejarahnya yang kaya akan perjuangan dan keteladanan beliau telah menginspirasi banyak orang, termasuk cucunya, Gus Iqdam.
Gus Iqdam, sebagai cucu dari KH Abdul Ghofur, meneruskan warisan spiritual dan perjuangan dakwah kakeknya. 

Melalui ceramah-ceramahnya yang khas dan mudah dipahami, Gus Iqdam membawa pesan-pesan keagamaan kepada masyarakat dengan semangat dan kepedulian yang sama seperti yang dilakukan oleh Mbah Yai Bad.

Sebagai tokoh muda yang diperhatikan oleh banyak orang, Gus Iqdam memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan melanjutkan perjuangan dakwah dan pendidikan agama Islam yang telah diletakkan oleh para pendahulunya. Dengan keberkahan dan kearifan yang ia peroleh dari warisan keluarganya, Gus Iqdam diharapkan dapat terus berkontribusi dalam pembangunan spiritual dan moral umat, serta memperluas cakrawala dakwah Islam di negeri ini.


Topik

Profil Gus Iqdam. Blitar tarawih kilat



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy