JATIMTIMES - Selain kaya budaya, ternyata Indonesia juga terkenal dengan kuliner khasnya yang lezat. Salah satunya adalah rawon. Banyak orang luar negeri yang sengaja datang ke Indonesia untuk mencicipi rawon.
Rawon merupakan masakan khas Jawa Timur. Makanan berkuah ini menggunakan kluwek sehingga warnanya hitam.
Baca Juga : Unisma Kukuhkan 2 Guru Besar Baru dari Fakultas Peternakan
Sementara itu, bagian daging sapi yang biasa digunakan untuk masak rawon adalah sengkel dan sadung lamur.
Sajian rawon ini biasanya disajikan bersama nasi panas, dengan tambahan tauge dan taburan bawang goreng.
Sup Terenak di Dunia
Rawon baru saja mendapatkan penghargaan sebagai sup terenak dari Taste Atlas.
Rawon mengungguli sejumlah masakan dari negara lain yang juga tak kalah enak, mulai dari Jepang hingga Thailand.
Taste Atlas membuat penilaian tersebut berdasarkan peringkat yang diberikan oleh komunitas pembaca mereka.
Taste Atlas mencatat keunikan hidangan ini adalah buah kluweknya. “Bumbu Indonesia yang tidak biasa ini sangat beracun saat mentah dan selalu perlu difermentasi sebelum dikonsumsi. Itu digiling dengan bahan dan rempah-rempah lain, memberikan hidangan rasa yang bersahaja dan asam serta warna hitam gelap yang unik,” demikian tertulis di situs tersebut.
Lantas, bagaimana sejarah rawon, sup terenak di dunia yang kalahkan ramen dari Jepang? Dilansir dari berbagai sumber, berikut ulasan selengkapnya.
Sejarah Rawon
Sebuah catatan sejarah menyebutkan kalau sajian rawon sudah ada dan dikonsumsi masyarakat sejak 1.000 tahun lalu.
Hal ini tercantum dalam Prasasti Taji yang ada sejak 901 Masehi yang ditemukan di dekat Ponorogo, Jawa Timur.
Dalam prasasti itu, penulisan rawon tidak seperti yang kita kenal sekarang. Melainkan dengan sebutan rarawwan (sayur rawon).
Karena dicatat pada sebuah prasasti, bisa disimpulkan bahwa sajian itu pernah disantap oleh kalangan kerajaan.
Rawon awalnya disiapkan untuk acara kerajaan serta acara khusus. Sering pula disajikan pada para bangsawan.
Seiring berjalannya waktu, rawon menjadi populer di kalangan masyarakat biasa dengan cakupan yang lebih luas.
Bukti sejarah tentang keberadaan rawon juga tercatat dalam Serat Wulangan Olah-olah Warna-warni pada tahun 1926.
Menurut sejarahnya, hidangan rawon diolah menggunakan daging kerbau. Namun, sekarang tidak lagi karena sulit mendapatnya.
Diperlukan waktu memasak rawon yang cukup lama agar daging jadi empuk dengan bumbu meresap.
Kini, hidangan rawon tidak hanya ada di Jawa Timur. Kita bisa menemukannya di daerah lain dengan cita rasa yang bervariasi.
Keunikan Rawon
Salah satu hal yang membuat sajian rawon jadi khas dan menarik adalah warna kuahnya yang hitam pekat.
Tampilan itu ternyata berasal dari bahan bernama kluwek yang asalnya dari pepohonan liar. Bijinya sering jadi bumbu dapur.
Kluwek adalah buah yang bentuknya lebih menyerupai batu karena kulitnya yang keras berwarna cokelat muda dan isinya hitam.
Baca Juga : Empat Santri Dipulangkan Paksa dari Pondok Pesantren Milik Gus Samsudin Pasca Penahanan
Buah kluek berkualitas baik adalah ketika digoyang, maka daging buah di dalamnya juga akan ikut bergerak.
Kluwek dipercaya bisa meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah kanker, mencegah hipertensi, hingga mencegah anemia.
Kluwek harus diolah dengan benar karena jika tidak, bisa menyebabkan kontaminasi zat-zat bahaya bagi tubuh.
Rawon biasanya dinikmati bersama nasi putih, dilengkapi dengan tauge, bawang goreng, telur asin, dan kerupuk udang.
Bagi yang suka cita rasa pedas, tentu bisa menambah sambal terasi yang makin melengkapi cita rasa rawon.
Tak hanya tampilannya yang kompleks dan unik. Cita rasa rawon juga sangat lezat.
Sementara itu, warna hitam kuah rawon melambangkan filosofi kehidupan yang kompleks dan beragam, dengan segala kebaikan dan keburukan yang ada di dalamnya.
Dalam kehidupan, tidak selalu ada yang hitam atau putih, melainkan berbagai nuansa abu-abu di antaranya. Ini mengajarkan kita untuk menerima kehidupan dengan segala nuansanya.
Resep Rawon:
Bahan-bahan:
• 500 gram daging sapi (pilih potongan yang Anda sukai)
• 2 batang serai, memarkan
• 4 lembar daun salam
• 4 lembar daun jeruk purut
• 2 cm lengkuas, memarkan
• 4 buah keluak, rendam dalam air panas dan hancurkan
• 2 liter air
• 2 sendok makan minyak goreng
• Garam secukupnya
• Gula secukupnya
• Air asam jawa secukupnya
Bumbu Halus:
• 5 butir bawang merah
• 3 siung bawang putih
• 4 buah cabai merah keriting (sesuaikan dengan tingkat kepedasan yang diinginkan)
• 4 buah cabai rawit (jika suka pedas)
• 1 sendok teh ketumbar
• 1 sendok teh jintan
• 1/2 sendok teh terasi (opsional)
Langkah-langkah:
1. Tumis bumbu halus dengan minyak goreng hingga harum dan matang.
2. Masukkan potongan daging sapi, aduk hingga berubah warna.
3. Tambahkan serai, daun salam, daun jeruk purut, lengkuas, dan keluak yang sudah dihancurkan. Aduk rata.
4. Tuangkan air dan biarkan mendidih. Kemudian, kecilkan api dan biarkan mendidih dengan pelan-pelan hingga daging empuk dan kuah mengental. Ini bisa memakan waktu beberapa jam, tergantung pada jenis daging yang digunakan.
5. Setelah kuah mengental, tambahkan garam, gula, dan air asam jawa sesuai dengan selera Anda.
6. Sajikan Rawon dengan nasi putih, telur asin, tauge, dan sambal.
Warung Rawon Legendaris di Malang
Rawon Rampal
Berdiri sejak tahun 1957, Rawon Rampal nyaris tak pernah sepi pembeli. Memang rawon racikan sang pendiri, almarhumah Mbah Syari’ah ini cepat sekali dikenal kelezatannya.
Harganya memang terbilang cukup mahal, para pelanggan tidak peduli. Deretan mobil masih saja setia menghampiri rumah makan kecil di Jalan Panglima Sudirman No. 71A ini.
Selama 60 tahun berdiri, cara memasak rawon di tempat ini tidak berubah yaitu menggunakan tungku dan arang. Asapnya bisa memberikan aroma yang berbeda dari rawon yang dimasak di atas kompor gas.
Warung Brintik
Satu lagi rumah makan lawas yang menyediakan rawon legendaris, yaitu Warung Nasi Brintik. Tempat ini telah berdiri sejak tahun 1942. Diberi nama Brintik karena pendirinya, almarhumah Nafsiah, memiliki rambut keriting atau brintik dalam Bahasa Jawa.
Sejak tahun 1974 hingga saat ini, Warung Brintik berlokasi di Jalan Ahmad Dahlan No 39. Tempatnya terkesan kuno dan memang dibiarkan seperti itu agar pelanggan bisa bernostalgia.
Sama seperti rumah makan legendaris lainnya, Warung Brintik tetap mempertahankan resep agar rasa tidak berubah. Meski saat ini dikelola oleh generasi ketiga, namun kualitas rawon tetap sama seperti saat pertama berdiri.