free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Pendidikan

Lulusan S2 Luar Negeri Ini Pilih Pulang dan Berkarir Jadi Guru SD 

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Yunan Helmy

04 - Mar - 2024, 17:03

Placeholder
Galih Sulistyaningra, lulusan pascasarjana di University College London yang memilih pulang ke Indonesia dan menjadi guru SD. (Foto: Instagram @Gakihtyanr)

JATIMTIMES - Kebanyakan orang berpikir cukup menempuh pendidikan S1 untuk menjadi pengajar sekolah dasar (SD). Namun berbeda dengan sosok Galih Sulistyaningra. Lulusan S2 kampus ternama luar negeri tersebut justru memilih kembali ke Indonesia dan menjadi guru SD.

Galih sendiri adalah alumnus Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Kemudian ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S2 ke luar negeri. Ia mengambil Education Planning, Economics and International Development di University College London (UCL) pada tahun 2019.

Baca Juga : Perang, Pemerintahan, dan Persahabatan: Melihat Kembali Peran Raden Ronggo Prawirodirdjo I dalam Perang Suksesi Jawa III

Diketahui, UCL adalah salah satu kampus top dunia di Inggris. Berdasarkan QS World University Ranking 2023, UCL berada di urutan nomor sembilan dari kampus terbaik dunia.

Galih juga berhasil menjadi perempuan asal Indonesia pertama di jurusan yang dipilihnya. Ia bahkan lolos beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP.

Menariknya, sebagai lulusan kampus luar negeri ternama, Galih justru memilih pulang ke tanah air. Mengabdikan ilmu yang didapat menjadi guru di SD Petojo Utara, Jakarta Pusat.

Rupanya menjadi guru SD menjadi alasan Galih untuk melanjutkan S2 ke Inggris. Ia menilai ada ketimpangan kualitas pendidikan di Indonesia. Baik itu dari sisi literasi hingga pedagogi kritis. 

“Saya disadarkan kalau ternyata kita itu selama belajar di sekolah ada satu gaya belajar yang seharusnya tidak dilakukan. Mungkin ini jadi salah satu dosa besar para pendidik di zaman dulu gitu ya,” ujar Galih dilansir dari laman LPDP, Senin (4/3/2024).

Galih sendiri tumbuh di keluarga pendidik. Hampir seluruh keluarganya adalah seorang pengajar. Keluarga besarnya juga mendorong agar Galih menjadi penerus keluarga untuk mendidik anak bangsa. 

Namun saat melanjutkan S2, Galih mengaku kerap mendapat cibiran dari keluarganya sendiri. Banyak anggapan saat selesai sarjana pendidikan, harusnya segera mengajar di sekolah dan menjadi guru PNS. 

"Sarjana pendidikan ya ngajar di sekolah. Jadi guru PNS!” begitulah Galih menirukan tanggapan keluarganya sendiri.

Dia pun memaklumi tanggapan keluarganya. Galih juga ingin membuktikan bahwa meski menjadi guru SD, dibutuhkan bekal pengetahuan yang banyak sekali. 

“Jadi, udah kepikiran apa yang mau dilakukan, sehingga sepertinya itu yang kemudian memudahkan juga jalan untuk bisa diterima beasiswa LPDP,” kata Galih. 

Saat menempuh S2 di Inggris, ia pun menemukan perspektif baru. Galih diajarkan tentang kontekstualisasi. Bahwa setiap negara memiliki masalahnya sendiri yang tentunya terdapat perbedaan formulasi penanganannya. 

“Sebenarnya tidak adil untuk kita membandingkan setiap negara. Tapi kalau saya boleh cerita apa sih yang kemudian membuat pendidikan di Inggris misalnya itu lebih maju daripada pendidikan kita di Indonesia," ujarnya. 

Baca Juga : 6 Tips Nyaman Berpuasa bagi Penderita Maag  

Jadi, menurut Galih, di sekitar kampusnya mudah sekali menemukan buku. Banyak dari orang tua yang juga punya tradisi membaca di rumah dengan anak-anaknya. 

“Karena mereka sudah terbiasa baca buku, mereka sudah terbiasa melihat kalau kita baca buku kan baik itu fiksi atau non-fiksi, kita membaca kalimat, kita terpapar dengan banyak vocabularies gitu ya, kosa kata, dan kita terpapar juga dengan berbagai sudut pandang,’ tutur Galih. 

la mengatakan sebetulnya kebiasaan membaca ini cocok dengan kurikulum Merdeka Belajar di Indonesia. Di Merdeka Belajar terdapat Profil Pelajar Pancasila yang salah satunya terdapat dimensi bernalar kritis. Artinya, karakter nalar kritis ini diharapkan ada di anak-anak Indonesia. 

Masalahnya, bagaimana caranya membangun karakter bernalar kritis pada anak didik? Apalagi jika dari pendidiknya belum berada di level yang setara. 

“Bernalar kritis itu erat hubungannya dengan literasi. Guru-guru juga perlu punya literatur yang banyak, perlu punya perbandingan teori pendidikan, metode pendidikan, dan sebagainya yang mana menurut saya, bukannya $11 itu tidak cukup, tapi ketika kita punya pengalaman S72. Di sana kita belajar untuk bisa memformulasikan opini," jelas Galih. 

Tingginya wawasan dan pengetahuan guru juga bisa dipakai untuk memahami dan mengenalkan kepada anak didik terkait emosi dan kekerasan. Galih melihat fenomena bullying, diskriminasi, dan kekerasan anak terjadi dan kian parah bermuara dari gagalnya mengidentifikasi dan mengenalkan permasalahan tersebut.

“Jadi pertama, mengenali dan mengidentifikasi emosi, lalu yang kedua, bagaimana kemudian mengolah emosi, khususnya emosi-emosi negatif, itu seperti apa. Dan yang ketiga, saya juga mengenalkan jenis-jenis kekerasan. Sehingga juga mereka paham bahwa tidak semua candaan yang mereka anggap lucu itu dianggap lucu oleh orang lain, bisa jadi itu menyakitkan. Dan itu ada hubungannya juga dengan regulasi emosi,’ tutur Galih dalam menerapkan pendidikan di kelasnya. 

Galih juga membangun komunitas bernama Bekal Pendidik yang targetnya adalah para calon guru atau guru-guru muda sejawat. 

Bekal Pendidik muncul di masa pandemi saat perjumpaan daring sedang marak. Sejumlah praktisi pendidikan tercatat pernah diundang Galih untuk diajak berdiskusi mulai dari pejabat Kemendikbud, dosen, antropolog, dan lainnya. Bekal Pendidik juga berkembang sebagai platform mentorship beasiswa khusus untuk rekan-rekan dari jurusan S1 Pendidikan yang ingin melanjutkan ke S2 Pendidikan juga. 

“Seperti paradigma tentang Merdeka Belajar itu seperti apa, filosofi-filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara itu bagaimana, dan banyak sekali teori maupun metode pendidikan yang menurut saya justru saya pelajari itu bukan di Indonesia. Itu jadi satu Kekhawatiran dan keresahan yang menurut saya menggugah untuk bisa saya tularkan ke teman-teman calon pendidik,” pungkas Galih. 


Topik

Pendidikan Lulusan S2 Luar Negeri Guru SD University College London



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Binti Nikmatur

Editor

Yunan Helmy