JATIMTIMES - Ahli gizi Hafizha Anisa, S.Gz menyoroti beragam pernyataan pendukung paslon capres nomor urut 02 Prabowo-Gibran yang mendukung adanya program makan siang gratis. Di mana banyak pendukung yang mengklaim jika Indonesia bisa meniru program makan siang gratis seperti di Jepang.
Diketahui, Jepang adalah salah satu negara maju di dunia yang dikenal dengan kemajuan teknologi, budaya, dan pendidikannya. Termasuk ada salah satu program yang telah berjalan sejak lama dan memberikan dampak positif bagi generasi muda, yakni makan siang gratis di sekolah.
Baca Juga : Buruan Daftar, Unisma Buka Pendaftaran Maba Jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau 2024
Program makan siang di sekolah atau yang disebut dengan kyushoku (給食) di Jepang telah dimulai sejak tahun 1889 tepatnya tahun ke-22 era Meiji. Dan program tersebut diperuntukkan bagi penduduk yang kurang mampu.
Merespons ramainya program makan siang gratis di Jepang yang hendak ditiru oleh Indonesia, Hafizha Anisa menegaskan bahwa Indonesia tak bisa berkaca ke Jepang buat program makan. Sebab ada sederet alasan yang membuat Indonesia tidak bisa menjalankannya.
Menurut Hafizha, program makan siang gratis di Jepang bersistem subsidi sebagian. Sementara yang gratis 100 persen adalah mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Sedangkan di Indonesia, kata Hafizha rencananya akan digratiskan untuk semua.
"Mereka (Jepang) pakai budaya beberes sendiri, mulai makan sendiri, banyak yang ga ada kantinnya. Yang ngatur gurunya. Mau bebankan jobdesk ini ke guru kita? Naikin dulu gajinya," ujar Hafizha.
Selain itu, mayoritas sekolah di Jepang memiliki kebun. Sehingga beragam hasil kebun sekolah bisa dipakai untuk makan siang gratis.
"Kurikulum SD Jepang itu pengenalan budi pekerti. Ga seberat SD Indonesia," ucap Hafizha melanjutkan alasan Indonesia tak bisa berkaca pada program Jepang.
"Karena rata-rata pendidikan ortu bagus, anak sekolah Jepang sudah pasti sarapan dari rumah. Makan bareng ortu. Makanya program maksi di Jepang bagus bgt. Liat aja kemasan dessert sana, kalau buat pagi sepaket isi 4 (ortu + 2 anak) dan buat dessert sore isi 3 (ibu + 2 anak, bpk kerja)," sambung keterangan Hafizha.
Sementara itu, Hafizha juga membandingkan dengan sekolah di Indonesia. Di mana menurut dia, 1 dari 3 anak berangkat sekolah dengan perut kosong. "Penelitian buanyak. Masif & sesuai fakta di lapangan," katanya.
"Ga sedikit yg berangkat modal minum teh manis hangat ke sekolah. Karena apa? Ya ortu sibuk, pada belum teredukasi seberapa pentingnya gizi sarapan, belum lg bonding time ngobrol makan bersama," imbuh Hafizha.
Baca Juga : Bupati Banyuwangi Minta Semua Pihak Sabar Menunggu Hasil Pemilu
Dia pun menilai jika program makan siang gratis tetap saja merugikan. Pasalnya hanya anak sekolah yang dapat, sementara orang tuanya harus di rumah kelaparan. Apalagi jika bahan panganan terus mahal.
"Oke anak yg ga mampu beli makan, dpt makan di sekolah. Terus orangtuanya gimana? Kelaparan dirumah? Makan siang & malam apa kalau bahan makanan harganya melejit? Mau dikasih makan sekeluarga? Pas lulus sekolah gimana? Mau dpt gaji kecil, tetap jadi org miskin & dpt makan gratis??," ujarnya.
Menurut Hafizha, setiap orang ingin bebas memilih menu makanannya sendiri. Dia bahkan mengumpakan manusia seperti burung di sangkar.
"Bahkan burung dalam sangkar yg bapak kalian rawat, dimandikan tiap hari, dikasih makan tiap hari. Akan lebih memilih HIDUP BEBAS mencari makannya sendiri, terbang mencari makan mandiri kalau diberikan KEMAMPUAN," ucapnya.
"Karena memegang kendali atas hidup sendiri itulah bagian dari kehidupan," imbuhnya.
Jika hendak berkaca, Hafizha meminta agar Indonesia meniru program makan siang gratis di India. Di mana penerimanya sampai 100 juta orang dan gratis sampai 100 persen.
"Kalau pada mau buat perbandingan, bandingan dg program makan siang di India. Penerima sampai 100jt org. Gratis 100%. Tp tetap rata-rata anak udah sarapan dari rumah, karena orangtuanya sudah teredukasi," pungkas Hafizha.