JATIMTIMES - Lesunya perhotelan di Kabupaten Malang disebut tak lepas dari keberadaan Kabupaten Malang sebagai wilayah aglomerasi. Hal tersebut diakui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Malang. Hotel di Kabupaten Malang sebagai sektor turunan pariwisata belum mampu menjadi pilihan wisatawan yang cenderung memilih Kota Malang dan Kota Batu.
"Jadi, karena wilayah aglomerasi pergerakan wisata yang di Malang dari luar daerah ini memang membedakan antara tempat tujuan wisata, dengan penginapan dan kuliner. Intinya kurang begitu diminati karena memilih Kota Batu dan Kota Malang untuk menginap," ungkap Kadisparbud Purwoto, belum lama ini.
Baca Juga : Hari Kedua Masa Tenang, Gibran Hadiri Pengajian Malam di Markas ST Gus Iqdam di Blitar
Beberapa hal yang mempengaruhi ialah tidak adanya pusat keramaian malam di Kabupaten Malang yang berdeka dengan lokasi penginapan. Berbeda dengan Kota Malang yang memiliki jujugan seperti Kayutangan Heritage. Maupun Kota Batu yang juga memiliki destinasi malam serupa.
"Mereka (wisatawan) memang berlibur ke tempat wisata di Kabupaten Malang, tapi menginap di hotel Kota Malang. Sedangkan yang di luar itu baru dipilih ketika di Kota Malang sudah penuh, baru ke Singosari, Lawang, atau Kepanjen," kata dia.
"Karena mereka ingin ketika selepas wisata malamnya bisa ke pusat keramaian. Itu yang banyak jadi pertimbangan," tambah mantan Camat Wajak itu.
Pihaknya sudah banyak berkoordinasi dengan biro travel wisata dan agen pelaku wisata. Masalah ini juga dianggapnya menjadi pekerjaan rumah jangka panjang untuk bisa menunjang kebutuhan sektor pendukung. Meski diakui pula, hal tersebut tak mudah diwujudkan.
"Makannya kita dengan adanya Aglomerasi Kota Batu, Kota Malang, dan kabupaten, mestinya jadi kabupaten induk. Malah seperti teranaktirikan. Yang sesungguhnya banyak mendapat manfaat Kota Malang yang menyediakan hotel. Tanpa melakukan promo sudah mendapatkan dampak dari wisata yang dipromokan oleh kita," tutur Purwoto.
"Mau gimana lagi, untuk urusan hotel dan restoran ini memang masih belum maksimal. Kecuali kita bisa menciptakan (wisata) kota baru dengan daya tarik baru," imbuhnya.
Baca Juga : Kikil Lamien dan Pletok, Kombinasi Sajian Hangat Musim Hujan di Februari
Sebelumnya diberitakan, perhotelan di Kabupaten Malang tak menunjukkan geliat positif selama libur panjang akhir pekan dan imlek 8-11 Februari 2024. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat okupansi hotel belum menunjukkan peningkatan signifikan. Hal tersebut disadari sebagai dampak tidak langsung dari situasi politik nasional.
Ketua PHRI Kabupaten Malang Wahyu Indriyanti mengungkapkan persentase kenaikan okupansi tak sampai 50 persen dari kondisi normal atau di kisaran 15-25 persen. Pengusaha hotel di Kabupaten Malang menyadari situasi masyarakat yang berbeda jelang masa Pemilu secara tidak langsung ikut berpengaruh.
Sebagai gambaran, situasinya tak seperti masa-masa menjelang libur Natal dan tahun baru (Nataru) yang menunjukkan tren lonjakan. Dari kondisi normal 60-65 persen, kenaikan saat Nataru okupansinya bisa menjadi 80-90 persen sejak tahun 2023 lalu. Apalagi setelah masyarakat dihantam sekitar dua tahun pandemi.
Dari data yang didapat dari situs resmi Pemkab Malang malangkab.go.id, jumlah hotel di Kabupaten Malang sudah lebih dari 60 hotel. Jumlah itu berkembang pesat sejak tiga tahun terakhir. Sedangkan dalam catatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), di Kabupaten Malang tercatat ada 154 hotel dan penginapan. Sedangkan restoran jumlahnya mencapai 3.215.