JATIMTIMES - Berjalannya tatanan demokrasi di Indonesia sedang menjadi sorotan beberapa hari terakhir. Sejumlah unsur dan elemen penyelenggara pemerintah, dinilai kurang memperhatikan etika berdemokrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Hal tersebut juga disampaikan dalam aksi Seruan Luhur oleh Akademisi dan Masyarakat Sipil Malang Raya untuk Reformasi Jilid 2, Senin (5/2/2024). Dalam hal ini, unsur penyelenggara pemerintah baik eksekutif, legislatif dan yudikatif dinilai tak memberikan teladan yang baik bagi masyarakat.
Baca Juga : Seruan ke Jokowi Hentikan Keberpihakan di Capres Tanpa Kehadiran Rektor UM, Ada Apa?
Salah satu massa aksi yang berasal dari kalangan ibu rumah tangga Happy Budi Febriasih (48) mengatakan, hal itu dilihat dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang semakin terlihat nyata. Bahkan menurutnya, dilakukan tanpa ada rasa malu dan sungkan.
"Ketika pemimpin ini suri tauladan bagi warga negaranya, namun praktek kolusi, korupsi, nepotisme apapun yang sudah dilakukan dengan telanjang dan dengan kasat mata tanpa malu, bahwa mereka adalah pemimpin yang dipilih oleh kita, kemudian melakukan hal itu. Itu yang kemudian kami takutkan," jelas Happy, Senin (5/2/2024).
Wanita yang juga menjadi pegiat homeschooling ini menyesalkan hal tersebut. Pasalnya, kondisi etika dalam berdemokrasi yang saat ini terjadi, menurutnya cukup bertolak belakang dalam pendidikan dan edukasi yang dilakukan dalam homeschooling.
"Kami sekuat tenaga mengajarkan etika, kewarganegaraan bagaimana seharusnya sebagai warga negara yang baik, tetapi kemudian hari ini kita melihat adanya praktek praktek yang saya khawatirkan di lingkungan rumah," jelas Happy.
Lebih-lebih hal itu sangat memprihatinkan saat kondisi tersebut menurutnya terjadi di semua lini. Baik oleh pimpinan tertinggi, lembaga eksekutif, legislatif bahkan juga terjadi pada lembaga yudikatif. Salah satu yang ia contohkan adalah sikap presiden yang secara terbuka menyatakan untuk boleh berkampanye.
"Memang boleh, presiden sebagai warga negara, presiden sebagai pribadi boleh melakukan. Tapi dia itu presiden lo, di atas hukum ada etika moral, itu dan harusnya tidak dilakukan oleh presiden. Kalau kemarin mungkin soal MK dan lain-lain kita sudah gregetan," terang Happy.
Baca Juga : Aksi Unair Memanggil, Tujuh Guru Besar : Jelang Lengser Presiden Jangan Nodai Prinsip Demokrasi
Selain itu, partai politik (parpol) yang secara sah sebagai lembaga yang berkontestasi elektoral juga melakukan hal yang sama. "Sekarang kita juga tahu ada parpol yang berlawanan dengan pemerintah, kenapa presiden juga diam. Kenapa kok kayak gitu. Ya mungkin dalam pikiran saya sebagai ibu rumah tangga tidak begitu," tutur Happy.
Dirinya menilai, hal itu diperparah lantaran seakan-akan sudah berlangsung dan terjadi secara sistemik. Baik legislatif maupun eksekutif dengan menjalankan perannya masing-masing.
"Iya, sistemik seperti itu. Kemudian misalnya penyelenggara pemilu misalnya juga kayak gitu, kemudian pengawas pemilu juga, kayanya kemudian hal-hal yang seharus mereka lakukan secara ideal tidak pernah dilakukan. Jadi menyedihkan sekali," terangnya.