JATIMTIMES - Pendiri Majelis Ta’lim Sabilu Taubah Muhammad Iqdam Kholid atau dikenal Gus Iqdam meminta jemaahnya agar mengamalkan doa ini, jika cobaan hidupnya dirasa sulit.
Menurut pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hikam II di Desa Karanggayam, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, Jawa Timur itu doa ini menjadi upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Berikut ini doa yang dianjurkan dibaca oleh Gus Iqdam, setiap selesai salat fardhu sebanyak 100 kali:
لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
La Ilaha Illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Minadzolimin
Artinya: "Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim."
Diketahui, ayat tersebut dikenal sebagai doa Nabi Yunus As yang dipanjatkan ketika terjebak dalam perut ikan paus.
Baca Juga : IKA Unisma Nyatakan Sikap atas Dinamika Politik, "Matinya Demokrasi: Presiden Harus Sadar Diri"
Doa tersebut diucapkan oleh Nabi Yunus saat Dia berada di dalam perut ikan paus setelah dia dibuang ke laut oleh kaumnya.
Menurut Gus Iqdam, bagi jemaahnya yang merasa dirinya banyak dosa, doa Nabi Yunus tersebut dianjurkan dibaca agar diampuni oleh Allah.
"Doa ini menegaskan bahwa saya minta ampunan ya Allah, saya ini tukang mabuk, tapi saya juga ingin berhenti. Saya ini tukang zina, tapi saya ingin berhenti. Saya ini hambanya Allah. Saya rindu dengan Allah. Saya tidak ingin, hidup saya ini dipenuhi sampai akhir hayat ini, dipenuhi dengan kemaksiatan," ucapnya.
Baca Juga : Tim Ilmuwan Uji Drone untuk Prediksi Dampak Perubahan Iklim di Antartika
Gus Iqdam menegaskan bahwa doa tersebut seperti mengungkapkan bahwa umat muslim butuh kepada Allah. Sehingga setiap permintaan yang diinginkan, Dia meminta agar umat islam membaca doa Nabi Yunus tersebut. "Saya butuh Allah. Minta saja, jangan hanya menunggu hidayah-hidayah saja," tegasnya.
Lebih lanjut Gus Iqdam menyebut jika umat muslim belum bisa meninggalkan kemaksiatan, maka upayakan untuk selalu dekat dengan Allah. Salah satunya dengan mengamalkan doa Yunus tersebut.
Selain itu, Gus Iqdam juga menilai orang yang melakukan kemaksiatan sejatinya juga ingin memilih menjadi orang yang baik.
"Kadang orang lain tidak mengerti, bahwa ada kalanya orang (bermaksiat atau berbuat dosa) mungkin karena keterpaksaan hidupnya, karena tanggung hidupnya, karena darurat. Kita tidak pantas menilai orang lain (yang melakukan maksiat) karena kita sendiri belum menjadi orang baik," pungkas Gus Iqdam.