JATIMTIMES - Kasus mafia tanah yang menyeret 5 tersangka, terdiri dari pegawai Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Batu telah dilimpahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Batu kepada Pengadilan Negeri (PN) Malang, Rabu (31/1/2024).
5 terdakwa terdiri dari inisial SA, EW, HEA, N dan A telah memalsukan sertifikat tanah yang terjadi di Kabupaten Malang dan Kota Batu.
Baca Juga : Polisi Beberkan Peran Tersangka Kasus Curanmor di Kota Malang
Sebelum dilimpahkannya kasus tersebut kepada Kejari Batu, 5 terdakwa sudah ditangkap oleh anggota Subdit I Kamneg Ditreskrimum Polda Jatim pada bulan November 2023 silam. Kini setelah dilimpahkan, seluruhnya kewenangan diberikan kepada PN Malang.
“Setelah dilakukan pelimpahan oleh JPU kepada PN Malang yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut,” ucap Kepala Seksi Intelijen Kejari Batu, M. Januar Ferdian.
Sehingga pemeriksaan perkara oleh hakim dalam persidangan berdasarkan pada dakwaan dari JPU. Dengan demikian, JPU akan melaksanakan hasil putusan hakim yang merupakan kewenangan Jaksa sebagai eksekutor dalam putusan hakim.
Para tersangka dijerat dengan dakwaan berbeda-beda. Diantaranya, terdakwa SA dengan dakwaan Primair, Pasal 264 ayat 1 ke-1 KUHP Junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Subsidair, Pasal 263 ayat 1 KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Terdakwa EW dan HEAl dakwaan Primair, Pasal 264 ayat 2 KUHP Junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Junto Pasal 64 ayat 1 KUHP, Subsidair, Pasal 264 ayat 1 ke-1 KUHP Junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Lebih Subsidiair : Pasal 263 ayat 2 KUHP Junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Junto Pasal 64 ayat 1 KUHP, Lebih Subsidiair Lagi Pasal 263 ayat 1 KUHP Junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Januar.
Kemudian untuk terdakwa N dengan dakwaan Primair, Pasal 264 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Junto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Subsidair pasal 263 ayat (2) KUHP Junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Junto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca Juga : Erick Thohir Buka Suara Soal Rumor Shin Tae yong Dapat Tawaran Melatih di Negara Lain
Januar pun menjelaskan, awal mula terjadinya tindak pidana mafia tanah kasus tersebut terjadi pada tahun 2016, saat pemilik tanah ingin mendaftarkan balik nama objek tanah sertifikat sebanyak 11 bidang.
Pemilik tanah tersebut lalu menghubungi EW (Istri Terdakwa HEA) untuk minta tolong agar dibantu dalam proses mensertifikatkan sebanyak 11 bidang tanah tersebut. Modus operandinya, EW menutuskan untuk bekerja sama dengan N (salah satu PNS di Kota Batu) untuk melakukan pengurusan dan penerbitan sertifikat dengan waktu satu Minggu. Padahal lazimnya pengurusan bisa memakan waktu 4 bulan.
“Percepatan pengurusan dan penerbitan sertifikat tersebut EW minta biaya tambahan kepada saksi Supatimah dan Joko Purnomo sebesar Rp 300 juta. Ini sudah di luar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk pengurusan 11 sertifikat,” tambah Januar di kantornya.
Sementara terdakwa SA bertugas pembuatan akta, dokumen dan kelengkapan administrasi lainnya yang dipalsukan dari Notaris Novita Sari. Lalu terdakwa AL (PNS Kota Batu selaku petugas yang menerima berkas).
Lainnya terdakwa N (PNS Kota Batu selaku Petugas) bertugas memproses pendaftaran hingga penerbitan sertifikat tersebut tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.