JATIMTIMES - Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Blitar, Jawa Timur, mengumumkan rencananya untuk memberikan pendampingan trauma healing kepada 17 tersangka kasus penganiayaan terhadap Muhammad Ali Rofi (14 tahun) santri Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq, Desa Kalipang, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.
Baharuddin Tauhid, Kepala Kemenag Kabupaten Blitar, mengindikasikan upaya ini untuk membantu 17 tersangka, yang berusia di bawah 18 tahun, mengatasi trauma mendalam setelah terlibat dalam insiden pengeroyokan yang menyebabkan kematian korban.
Baca Juga : Polres Blitar Kota Gerebek Gudang Minuman Keras Ilegal, Tiga Tersangka Ditahan
"Kami akan melakukan pendampingan trauma healing bagi 17 santri Ponpes Tahsinul Akhlaq yang terlibat dalam kasus pengeroyokan. Ini adalah langkah untuk membantu mereka mengatasi trauma yang mereka alami setelah insiden tragis tersebut," ujar Baharuddin kepada wartawan pada Rabu (10/1/2024).
Dia menambahkan bahwa Kemenag akan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, terutama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dalam melaksanakan kegiatan trauma healing bagi 17 tersangka. Hal ini diharapkan dapat membantu para tersangka untuk pulih dari traumatis akibat peristiwa yang terjadi.
Menurut Baharuddin, pihak Kemenag sebelumnya telah menerbitkan panduan agar pondok pesantren lebih bersahabat bagi anak-anak, dengan harapan agar pendidikan yang membangun karakter anak dapat diimplementasikan dengan baik. Dia juga mengimbau agar pengasuh dan pengurus pondok pesantren di wilayah Kabupaten Blitar untuk memberikan pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai kebaikan, guna mencegah kejadian serupa di masa depan.
"Kami berharap agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi, dan pondok pesantren bisa menjadi lingkungan pendidikan yang mendukung bagi anak-anak," ungkapnya.
Di sisi lain, Gus Wafa Bahrul Alim, salah satu pimpinan Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Blitar, menegaskan bahwa para pelaku penganiayaan menyesali perbuatan mereka. Ia mencatat bahwa saat ini mereka cenderung menjadi lebih pendiam dan terganggu oleh rasa takut setelah mengetahui tentang meninggalnya korban.
"Anak-anak ingin memberi efek jera, tetapi kemungkinan naluri mereka belum sinkron sehingga terjadi tindakan yang berlebihan. Mereka semua merasa menyesal atas perbuatannya," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, sebuah tragedi menyelimuti Pondok Pesantren di Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Santri bernama MAR (14) yang sebelumnya menjadi korban pengeroyokan oleh teman-temannya usai dituduh mencuri uang sesama santri, akhirnya meninggal dunia setelah dirawat di rumah sakit.
Insiden yang mengguncang ini terjadi pada Rabu, 3 Januari 2024, saat MA dikeroyok dan kemudian pingsan. Ia segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Baca Juga : Jokowi Tak Hadir di HUT PDIP, Megawati Beri Potongan Tumpeng Pertama ke Wapres Ma'ruf Amin
Namun, nasib tragis menimpanya ketika pada Minggu, 7 Januari 2024, MAR dinyatakan meninggal dunia setelah berjuang keras melawan akibat dari serangan yang dialaminya.
Pengeroyokan terhadap korban terjadi setelah para santri kembali ke pondok pesantren setelah libur panjang. Sekitar pukul 23.00 WIB, setelah para santri kembali ke pondok pesantren, korban dihadapkan pada tuduhan mencuri uang milik sesama santri.
Pengeroyokan terjadi sebagai respons terhadap dugaan pencurian tersebut, menandai insiden tragis dalam kehidupan pondok pesantren. Tidak berselang lama setelah kejadian, sekitar pukul 24.00 WIB, korban tak sadarkan diri akibat serangan yang dialaminya. Upaya membawanya ke rumah sakit di Kecamatan Sutojayan untuk mendapatkan perawatan mendesak tidak berjalan lancar.
Pihak rumah sakit menolak menerima korban karena tidak ada yang bersedia bertanggung jawab atas pasien dalam kondisi darurat. Situasi semakin genting ketika pesantren terpaksa menghubungi keluarga korban, mendesak mereka untuk segera memberikan pertolongan medis yang diperlukan.
Ketika orang tua korban tiba dan menyaksikan kondisi yang mengenaskan yang dialami anak mereka, keberatan tak terelakkan. Mereka memutuskan untuk melaporkan insiden yang menimpa anaknya ke Polsek Lodoyo Timur, memulai langkah hukum sebagai respons atas kejadian tragis tersebut.
Satuan Reserse Kriminal Polres Blitar telah menetapkan 17 tersangka dalam kasus pengeroyokan santri tersebut. Meskipun demikian, para tersangka tidak ditahan setelah mendapatkan jaminan dari keluarga dan berjanji tidak akan melarikan diri.