JATIMTIMES - Sejumlah pejabat militer senior Israel mengakui bahwa 5.000 militan Hamas tewas akibat serangan-serangan di Jalur Gaza. Disebutkan juga bahwa militer Israel mengerahkan perangkat lunak pemetaan berteknologi tinggi untuk berupaya mengurangi kematian non-kombatan di Jalur Gaza.
Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (5/12/2023), Kementerian Kesehatan Gaza, yang dikuasai Hamas, melaporkan bahwa rentetan serangan militer Israel, setelah serangan pada 7 Oktober lalu, telah menewaskan sedikitnya 15.900 orang sejauh ini. Kebanyakan korban tewas merupakan anak-anak dan wanita.
Baca Juga : KPU Buka Suara soal Timnas AMIN Usulkan Paslon Hadir di Tiap Debat
Salah satu pejabat senior militer Israel mengatakan kepada wartawan dalam sebuah pengarahan bahwa laporan media menyebut 5.000 militan Hamas tewas akibat serangan-serangan di Jalur Gaza itu benar.
"Jumlah tersebut kurang lebih benar."
"Saya tidak mengatakan tidak buruk jika kita memiliki rasio dua banding satu," ujar salah satu pejabat militer senior Israel, yang tidak disebut namanya.
Pejabat itu juga mengatakan penggunaan tameng manusia merupakan bagian dari 'strategi inti' Hamas.
"Mudah-mudahan itu (rasionya-red) akan jauh lebih rendah (dalam fase perang mendatang)," ucap pejabat militer senior Israel tersebut.
Diketahui, meningkatnya jumlah korban tewas dan krisis kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza memicu kemarahan di sebagian besar dunia. Israel mulai membombardir target-target di Jalur Gaza, bersamaan dengan operasi darat, dengan tujuan menumpas Hamas setelah serangan mengejutkan pada 7 Oktober lalu.
Menurut para pejabat Tel Aviv, serangan Hamas itu telah menewaskan sekitar 1.200 orang dan membuat lebih dari 240 orang lainnya disandera.
Sementara sebelumnya sekutu Israel yakni Amerika Serikat (AS) telah memperingatkan Tel Aviv agar mengambil lebih banyak tindakan untuk mencegah jatuhnya korban sipil ketika operasi militer mereka beralih ke wilayah selatan Jalur Gaza, yang menjadi lokasi banyak warga sipil mencari perlindungan usai mengungsi dari wilayah utara yang hancur.
Demi mewujudkan hal itu, menurut para pejabat senior Israel itu, militer menggunakan perangkat lunak pemetaan berteknologi tinggi untuk melacak pergerakan penduduk sipil di dalam Jalur gaza dan menerbitkan perintah evakuasi.
Baca Juga : Daftar Gunung Api Erupsi di Indonesia dalam Sebulan TerakhirÂ
Sistem ini menggabungkan telepon seluler dan sinyal-sinyal lainnya, pengawasan udara dan informasi dari sumber-sumber lokal, serta kecerdasan buatan atau AI, untuk mempertahankan peta yang terus diperbarui yang menunjukkan konsentrasi populasi di seluruh wilayah Jalur Gaza.
Masing-masing dari 623 sel pada peta itu diberi kode warna, dengan warna hijau menunjukkan wilayah di mana setidaknya 75 persen penduduknya telah dievakuasi.
"Di wilayah selatan, karena jumlah penduduk meningkat dua kali lipat, operasinya jauh lebih tepat. Kami membutuhkan lebih banyak waktu untuk memastikan upaya kami (dalam memperingatkan warga sipil) efektif," sebut pejabat militer senior Israel tersebut.
Peta tersebut -- menurut pihak militer merupakan hasil penelitian dan pengembangan selama delapan tahun -- tersedia bagi para komandan dan unit di lapangan.
Peta ini digunakan untuk mengkoordinasikan upaya-upaya untuk memperingatkan warga sipil agar meninggalkan daerah-daerah tertentu sebelum terjadinya serangan melalui SMS, panggilan telepon, selebaran dan pengumuman lainnya, dan untuk melacak efektivitas pesan-pesan itu secara real-time.
Meski begitu, kantor kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), OCHA, mempertanyakan kegunaan alat tersebut di wilayah dengan akses telekomunikasi dan listrik bersifat sporadis. Pada Senin (4/12) malam perusahaan telekomunikasi di Jalur Gaza menyatakan layanan telepon seluler dan internet telah terputus di seluruh wilayah itu.
"Saya bisa meyakinkan Anda bahwa kami melakukan segala daya kami untuk mengurangi korban sipil. Tetapi ini adalah bagian dari konsekuensi perang," ucap pejabat militer senior Israel itu.