JATIMTIMES - Memasuki musim penghujan, tidak menutup kemungkinan adanya bencana alam seperti banjir dan longsor terjadi setiap waktu. Namun dalam persiapannya, beberapa daerah di di Jawa Timur masih belum maksimal, terutama dalam peralatan. Hal ini dikarenakan banyak peralatan penanggualangan bencana di kabupaten yang belum memadai.
Hal ini disampaikan Hari Putri Lestari (HPL) anggota Komisi A DPRD Propinsi Jatim, saat menggelar dialog dengan komunitas relawan bencana Brandal Alas di Desa Glundengan Wuluhan Jember pada Kamis (30/11/023) malam.
Baca Juga : 4 Kecamatan Terdampak Angin Kencang, di Jabung Puluhan Rumah Hingga Fasum Rusak
Menurut HPL, banyak daerah terutama daerah dengan rawan bencana, peralatan masih kurang. Terutama daerah yang memiliki desa langganan banjir setiap musim hujan.
“Kami melihat, banyak daerah yang belum siap menghadapi bencana. Banyak daerah yang peduli bencana, tapi tidak diiringi dengan adanya pembinaan terhadap jajaran di bawahnya,” ujar HPL sebutan Hari Putri Lestari.
HPL mencontohkan, salah satu hal kecil yang sering diabaikan adalah terhadap keberadaan desa yang selama ini sering menjadi langganan banjir saat musim hujan. Dengan anggaran DD (Dana Desa) dan ADD (Alokasi Dana Desa) yang dikucurkan pemerintah pusat, seharusnya desa memiliki peralatan tanggap bencana sendiri.
“Ya minimal memiliki perahu karet lah, toh anggaran DD cukup besar, mulai dari Rp 800 juta hingga 1,5 miliar. Pemerintah desa jangan hanya memikirkan infrastruktur, tapi kepentingan lain juga harus dipikirkan. Jangan kalau pas ada banjir, hanya mengandalkan peralatan dari pemerintah kabupaten, yang mana peralatannya juga tidak memadai untuk mengcover desa di daerahnya,” ujar HPL.
Padahal menurut politisi dari PDI Perjuangan ini, untuk desa yang menjadi langganan banjir, terutama yang berada di pesisir pantai, keberadaan perahu karet sangat vital. Terutama untuk mengevakuasi lansia, balita dan yang sakit.
Baca Juga : Bappeda Gelar FGD dengan Pemuda untuk Susun RKPD Kota Malang 2025
“Kalau nunggu peralatan dari kabupaten, tentu akan sangat terbatas. Padahal dari BMKG, Indonesia berpotensi terjadi Tsunami. Untuk desa yang ada di pesisir pantai, harus peka terhadap kebutuhan ini. Selama penganggaran DD sesuai keperuntukannya, dan pembahasannya melibatkan semua komponen, Insya Alloh tidak ada masalah. Yang bermasalah, karena dalam pembahasan APBDes, pemerintah desa lebih banyak melibatkan timnya, dibandingkan melibatkan tokoh masyarakat, aktivis maupun tokoh pemuda maupun agamanya,” bebernya.
HPL berjanji, pihaknya akan menyampaikan soal kesiapan bencana ini ke Komisi E DPRD Propinsi Jatim, yang membidangi kebencanaan.
“Kebencanaan bidangnya di komisi E, kebetulan dulu saya ada di dalamnya. Sekarang saat menggelar dialog dengan warga, ada keluhan, meski bukan bidang komisi saya, tidak masalah. Karena sejatinya, saya menjadi anggota dewan, mewakili semua aspirasi masyarakat,” pungkas HPL. (*)