JATIMTIMES - Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, menjelaskan pernyataannya terkait pemilih pemula lebih tertarik pada gimik dari visi misi. Ganjar mengaku menghormati gimik dari politikus lain, namun menurutnya gimik juga perlu diisi edukasi.
"Saya menghormati gimik orang, tapi hari ini anak-anak muda mesti diedukasi," kata Ganjar di kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Kamis (30/11/2023).
Baca Juga : Sandera Israel Sebut Bertemu Pimpinan Hamas, Ungkap Perlakuan Asli Militernya
Ganjar lalu menyebut dirinya pernah mendengar cerita anak muda yang tak suka gimik. Mendengar itu, Ganjar pun menilai perlu adanya edukasi politik kepada anak muda.
"Dia menyampaikan, 'kami anak muda tersinggung kalau sekadar dikasih gimik', maka perlu pencerdasan edukasi politik, berdasarkan apa programnya untuk anak muda," ujarnya.
"Ketika saya ketemu anak muda, tidak semua anak muda suka gimik kok, mereka pingin ekonomi kreatif yang saya punyai, 'anda bisa fasilitasi nggak ya? Apakah anda kemudian bisa hadirkan creative hub untuk saya apa nggak ya? Apakah IP yang saya miliki bisa dijaminkan bank?' Itu anak muda," sambungnya.
Ganjar pun menilai, sebenarnya gimik boleh digunakan. Namun, ia mengingatkan agar tidak menghilangkan substansi dan edukasi.
"Jadi boleh pakai gimik tapi jangan menghilangkan substansi," tuturnya.
Sementara sebelumnya, Ganjar mengatakan saat ini pemilih pemula tidak terlalu tertarik pada visi misi yang ditawarkan oleh peserta pemilu. Ganjar menyebut mereka cenderung lebih tertarik pada gimik-gimik politik.
"Banyak teman-teman media ketika bertanya kepada saya, apa visi misinya? Apa programnya? Dan sebagainya. Itu di kalangan pemilih, apalagi di kalangan pemilih pemula, itu tidak nggak terlalu tertarik, yang tertarik lebih pada gimik," kata Ganjar saat menghadiri dialog santai dengan PWI dan Dewan Pers di kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Kamis (30/11).
Baca Juga : Alissa Wahid Soroti Pemuda yang Pilih Pemimpin Indonesia Hanya Karena Gaya dan Gimik
Seharusnya kata Ganjar, publik harus lebih tertarik pada visi misi dan gagasan. Hal itu, menurutnya, agar demokrasi dapat berjalan secara substansial.
"Padahal selalu para peneliti, para pemerhati, mengatakan bagaimana demokrasi bisa berjalan secara substansi, tidak prosedural, dan kemudian para kandidat bisa menyampaikan apa yang menjadi ide dan gagasan melihat kondisi dan solusi," jelasnya.