JATIMTIMES - Belakangan ini beredar narasi viral di media sosial yang menyebutkan jika ada penyebaran 'nyamuk Bill Gates' di Indonesia. Narasi ini muncul setelah adanya kekhawatiran sejumlah pihak soal efektivitas penyebaran nyamuk wolbachia demi menangkap demam berdarah dengue (DBD).
Hingga Sabtu (18/11/2023), kata kunci 'nyamuk wolbachia bill gates' menjadi trending dalam penelusuran Google. Banyak masyarakat yang mencari tahu soal kebenaran narasi viral tersebut.
Baca Juga : Warganet Ributkan Hasil Akhir Laga Tinju Jefri Nichol vs El Rumi
Peneliti yang juga pakar dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoervan pun turut menyoroti soal narasi viral 'nyamuk Bill Gates' tersebut. Sebab narasi itu menurut Prof Zubairi menimbulkan pro dan kontra masyarakat.
Lebih lanjut, Prof Zubairi menjelaskan melalui akun X pribadinya. Ia menjelaskan bahwa sebenarnya nyamuk Bill Gates ini bernama Wolbachia, suatu proyek yang dikembangkan oleh World Mosquito Program (WMP) yaitu perusahaan milik Monash University.
"Mungkin karena proyek ini mendapatkan dukungan dari Bill & Melinda Gates Foundation, maka banyak dikenal sebagai nyamuk Bill Gates," jelas dokter yang dikenal sebagai pioner penanganan HIV dan AIDS di Indonesia tersebut, dikutip akun X-nya @ProfesorZubairi, Sabtu (18/11/2023).
Tujuan dikembangkannya proyek ini, kata Prof Zubairi adalah untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah (DBD), demam kuning, dan chikungunya. Bakteri Wolbachia ini juga dianggap dapat melumpuhkan virus dengeu yang terkandung dalam nyamuk aedes aegypti.
"Gampangnya, ini seperti vaksin, tapi yang divaksin itu nyamuknya agar tidak menyebarkan virus ke manusia. Selain itu, nyamuk hanya akan bekerja untuk mengurangi jumlah spesies nyamuk sasaran," jelasnya.
"Nyamuk ini sudah berhasil digunakan di beberapa bagian Brazil, kepulauan Cayman, Panama, India, dan Singapura," imbuh Prof Zubairi.
Di Indonesia sendiri, nyamuk Wolbachia sudah disebar, tepatnya di Yogyakarta. Menurut dokter asal Yogyakarta itu, setelah nyamuk Wolbachia diteliti oleh UGM, hasilnya mengejutkan, kasus DBD pada daerah yang diteliti mengalami penurunan sampai 77%. Begitupun dengan presentase pasien yang dirawat di RS. Turun sampai 86%.
"Tahun ini, giliran Bali menjadi tempat penyebaran selanjutnya. Namun Pj Gubernur Bali sepakat melakukan penundaan karena ada masyarakat yang belum setuju," kata Prof Zubairi.
Memang di balik manfaatnya, menurut dokter spesialis penyakit dalam itu, masih terdapat kontra yang juga populer di masyarakat. Seperti kemungkinan adanya mutasi yang bisa mengarah pada sifat ganas dan sudah ada metode pembasmian nyamuk untuk melindungi manusia.
"Jadi masyarakat kontra menganggap tidak perlu adanya penyebaran nyamuk Wolbachia," jelasnya.
Padahal kata Prof Zubairi, Environmental Protection Agency (EPA) sendiri menyatakan kalau nyamuk transgenik atau Wolbachia ini tidak menimbulkan risiko bagi manusia, hewan, atau lingkungan.
"Untuk diketahui, hanya nyamuk transgenik jantan yang dilepaskan karena tidak akan menggigit manusia. Sehingga tidak membahayakan dan tidak ikut menyebarkan virus Zika serta patogen lainnya," ungkapnya.
Begitu juga di Amerika Serikat, kata Prof Zubairi penggunaan nyamuk transgenik sudah diatur oleh EPA. Izin Penggunaan Eksperimental atau EUP harus diberikan terlebih dahulu sebelum melakukan penyebaran.
"Begitulah ilmu pengetahuan, terus berkembang dengan berbagai pro dan kontranya. Suatu hal yang baru memang akan selalu menimbulkan diskusi," tandas Prof Zubairi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, beredar di media sosial postingan yang menyebut penyebaran nyamuk Wolbachia digunakan untuk membentuk genetik LGBT di masyarakat. Postingan itu beredar sejak tengah pekan ini.
Salah satu akun di Facebook menarasikan nyamuk wolbachia sebagai berikut:
"Penyebaran nyamuk wolbachia adalah misi bill gates sebagai bapak LGBT sedunia,utk membentuk genetik LGBT melalui nyamuk tsb,yg mana Wolbachia berasal dari lalat drosophila,manusia akan jd vektor mekanik penyebar kerusakan genetik laki2 feminim.Mereka itu antek dajjal, kalau mereka bilang baik, padahal itu adalah buruk. Jngan mau di bodohi dengan mereka...emang mereka pikir siapa mereka."
Lantas nyamuk wolbachia Bill Gates pun menjadi perbincangan hangat di berbagai lini massa. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi menegaskan bahwa klaim dalam postingan itu tidak benar.
"Klaim dalam postingan itu hoaks. Tidak ada hubungan antara nyamuk Wolbachia dengan LGBT," ujar dr Nadia.
"Saat ini program penyebaran nyamuk wolbachia terus dijalankan sesuai tahapan yakni di Bontang, Semarang, Kupang, Jakarta Barat, dan Bandung. Sementara di Bali masih dalam tahap sosialisasi, di sana kerjasama antara Pemda Bali dan World Mosquito Program," imbuh dr Nadia.