JATIMTIMES - Belakangan ini langkah pengendalian demam berdarah dengue (DBD) dengan menyebarkan nyamuk Aedes Aegypti melalui bakteri Wolbachia tengah menjadi sorotan. Salah satu tokoh yang menyoroti hal tersebut adalah mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.
Siti Fadilah mengaku prihatin atas adanya program pemerintah berupa penyebaran telur nyamuk Aedes Aegypti yang terpapar bakteri Wolbachia dalam jumlah jutaan.
Baca Juga : Suara Perubahan Ada di Tangan Rakyat, Tolak Golput Demi Kemajuan Bangsa!
Diketahui, pelepasan 200 juta nyamuk Wolbachia di Pulau Bali yang dijadwalkan pada 13 November 2023 telah ditunda sampai waktu yang tak bisa ditentukan.
Siti menuntut agar pihak pemerintah juga segera menghentikan rencana pelepasan nyamuk Wolbachia di 5 kota lainnya: Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang dan Bontang.
Menurut Siti, pelepasan ratusan juta nyamuk Wolbachia di Indonesia ini membawa risiko parah. Di antaranya risiko terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
"Belum ada studi menyeluruh di Bali, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang dan Bontang secara jangka panjang, sehingga berisiko terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, termasuk keselamatan dan kesehatan kerja (K3)," ungkap Siti, dikutip YouTube MRohman Official, Selasa (14/11/2023).
Selain itu, menurut Siti,pelepasan jutaan nyamuk berpotensi merusak industri pariwisata, serta ekonomi penduduk setempat. "Siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan dan dampak yang tak terhitung?" tanya Siti.
Siti melalui “Gerakan Sehat Untuk Rakyat" menuntut agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh sebelum pelepasan nyamuk. "Penyebaran ini mengancam keamanan nasional sehingga perlu diinvestigasi risiko IP technology melalui Wolbachia. Serta perlu adanya transparansi penuh, publik harus tahu dan menyatakan persetujuan," tegas Siti.
Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan menerapkan inovasi teknologi Wolbachia untuk menurunkan penyebaran demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia.
Selain di Indonesia, pemanfaatan teknologi Wolbachia juga telah dilaksanakan di sembilan negara lain dan hasilnya terbukti efektif untuk pencegahan dengue. Adapun negara yang dimaksud adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, Kaledonia Baru, dan Sri Lanka.
Teknologi Wolbachia ini melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Stranas (Strategi Nasional). Pilot project di Indonesia dilaksanakan di lima kota, yaitu Kota Semarang, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Kupang dan Kota Bontang, berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaran Pilot project Implementasi Wolbachia sebagai inovasi penanggulangan dengue.
Baca Juga : Kaum Hawa Wajib Pahami Kanker Serviks dan Gejalanya, Simak Penjelasan Dokter RSI Unisma
Menuru Kemenkes, efektivitas Wolbachia sendiri telah diteliti sejak 2011 yang dilakukan oleh WMP di Yogyakarta dengan dukungan filantropi Yayasan Tahija. Penelitian dilakukan melaui fase persiapan dan pelepasan Aedes aegypti berwolbachia dalam skala terbatas (2011-2015).
Kemenkes melalui laman resminya mengklaim jika Wolbachia ini dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes Aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia. Jika Aedes Aegypti jantan berwolbachia kawin dengan Aedes Aegypti betina, maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblok. Selain itu, jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia, maka seluruh telurnya akan mengandung Wolbachia.
Sebelumnya uji coba penyebaran nyamuk berwolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada tahun 2022. Hasilnya, di lokasi yang telah disebar Wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen, dan menurunkan proporsi dirawat di rumah sakit sebesar 86%.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Emma Rahmi Aryani juga menegaskan adanya penurunan penyebaran dengue yang signifikan setelah adanya penerapan Wolbachia.
“Jumlah kasus di Kota Yogyakarta pada bulan Januari hingga Mei 2023 dibanding pola maksimum dan minimum di 7 tahun sebelumnya (2015 – 2022) berada di bawah garis minimum,” terang Emma, dikutip situs resmi Kemenkes, Selasa (14/11/2023).
“Masyarakat pada awalnya memang ada kekhawatiran karena pemahaman dari masyarakat itu nyamuk ini dilepas kok bisa mengurangi (DBD). Tapi seiring berjalan dan kita sudah ada edukasi, ada sosialisasi, sekarang masyarakat justru semakin paham, bahwa sebenarnya teknologi ini untuk mengurangi DBD,” jelas Sigit Hartobudiono, lurah Patangpuluhan Yogyakarta
Meski begitu, keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang telah ada di Indonesia. Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus seperti Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.