free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Muncul Isu DAU Rp 126 Miliar untuk Bungkam Hak Angket DPRD Kabupaten Blitar

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

04 - Nov - 2023, 22:10

Placeholder
Rumah pribadi Bupati Blitar Mak Rini yang diduga disewa Pemkab Blitar untuk rumah dinas wabup Blitar.

JATIMTIMES - Kabupaten Blitar tengah menjadi sorotan publik karena alokasi dana transfer sebesar Rp 126 miliar yang diberikan dalam bentuk dana alokasi umum (DAU) untuk tahun 2024. 

Dana DAU senilai Rp 126 miliar ini sejatinya untuk berbagai keperluan, termasuk mendukung penggajian formasi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), pembiayaan kelurahan, dan pendanaan layanan publik di sektor pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum. 

Baca Juga : Gunung Penanggungan Terbakar, Jalur Pendakian Ditutup

 

Namun, kabar miring mulai beredar, dana tersebut diduga akan digunakan untuk menghambat penyelidikan yang tengah berlangsung oleh panitia khusus (pansus) mengenai hak angket dan hak interpelasi yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar.

 Salah satu kasus yang menjadi fokus pansus hak angket adalah kontroversi seputar sewa rumah dinas Wakil Bupati Kabupaten Blitar Rahmat Santoso. Ternyata, rumah yang disewa untuk rumah dinas wakil bupati adalah milik pribadi Bupati Blitar Rini Syarifah. Bahkan, lebih ironisnya lagi, rumah dinas wakil bupati ini ditempati Bupati Blitar dan keluarganya, padahal seharusnya tempat tinggal wabup Blitar.

 Data yang dihimpun menyebutkan bahwa sewa rumah dinas selama 20 bulan di tahun 2021 dan 2022, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar telah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 490 juta. 

Meski muncul kecurigaan bahwa dana DAU Rp 126 miliar akan dialihkan untuk kepentingan lain, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Kurdiyanto, dengan tegas membantahnya. Kurdiyanto menjelaskan bahwa DAU memiliki alokasi yang sudah diatur secara jelas dan tidak dapat digunakan untuk tujuan lain, termasuk menjadi dana pokir.

 "Bukan pokir, itu DAU yang ditentukan. Itu dana buat gaji PPPK dan kenaikan gaji ASN sebesar 8 persen  yaitu sesuai rincian alokasi transfer daerah 2024," kata Kurdiyanto, Jumat (03/11/2023).

 Namun, masyarakat dan sejumlah pihak merasa perlu untuk mengawasi penggunaan dana DAU ini dengan cermat, terutama dalam konteks tahun politik.

 "Ini tahun politik, para OPD harus cermat, teliti, dan hati-hati dalam menggunakan anggaran. Banyak jebakan batman, bisa-bisa para OPD malah hanya dijadikan tumbal politik semata. Kalau dana Rp 126 miliar itu dipaksakan jadi dana pokir, saya pastikan akan berurusan dengan hukum," tegas Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar Mujianto.

Mujianto menekankan pentingnya kecermatan dan transparansi dalam pengelolaan anggaran di tahun politik. Ia mengingatkan bahwa dana sebesar Rp 126 miliar seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk memenuhi agenda politik semata.

 "Estimasi gaji PPPK dan tambahan dana desa saja sudah sekitar Rp 120 miliar sendiri. Belum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Jangan sampai nanti banyak PPPK yang gak gajian dan bonus atlet yang tak terbayarkan. Malah beralasan anggaran terbatas," tandasnya.

Sesuai dengan surat dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI No S-128/PK/2023 tanggal 21 September. BPKAD dan DPRD Kabupaten Blitar didesak untuk segera membahas pengalokasian dana Rp 126 miliar tersebut agar terang benderang dan bisa diawasi masyarakat.

"Kami minta BPKAD segera membahas bersama DPRD. Ini bukan dana 'bancakan' buat pokir, melainkan dana buat gaji PPPK dan kenaikan dana desa juga. Jangan main-main, masyarakat melihat. Jika gara-gara dijanjikan pokir, menjadi pro penguasa dengan menolak hak angket dan interpelasi," pungkas Mujianto. 

Pendapat Mujianto pun didukung oleh banyak kalangan. Mereka mendesak agar DPRD Kabupaten Blitar dan BPKAD segera membahas alokasi dana tersebut sesuai dengan surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Tujuannya adalah untuk menjaga transparansi dan memastikan bahwa dana tersebut digunakan sesuai dengan peruntukannya.

 Sejauh ini, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adalah dua fraksi yang secara serius mengajukan penyelidikan dengan hak angket dan hak interpelasi. Namun, Fraksi Gerakan Pembangunan Nasional (GPN), yang terdiri dari partai Gerindra, Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), belum memberikan respons resmi terkait isu ini.

 Ketua DPRD Kabupaten Blitar Suwito menjelaskan bahwa pengajuan hak angket dan hak interpelasi ini didorong oleh beberapa isu yang memerlukan klarifikasi. Salah satunya adalah skandal sewa rumah dinas wakil bupati yang sebenarnya merupakan rumah pribadi bupati Blitar. Lebih lanjut, muncul pertanyaan apakah terdapat penyalahgunaan wewenang dalam hal ini.

Baca Juga : Kiai Kampung Jombang-Mojokerto Deklarasi Dukung Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024

 

 “Usulan itu di antaranya, skandal sewa rumah dinas wabup yang notabene adalah rumah Bupati Rini Syarifah.dan ditempati keluarganya sendiri. Masyarakat kini bertanya-tanya, apakah terdapat penyalahgunaan wewenang dalam skandal ini," tandas Suwito.

 Selain itu, hak interpelasi yang digagas oleh Fraksi PDIP terkait dengan pembentukan Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID). Tim ini diduga memiliki banyak kejanggalan dan berpotensi mengandung unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Bahkan, terdapat informasi bahwa saudara kandung bupati Blitar juga terlibat dalam TP2ID tersebut.

Masalah utama yang dihadapi TP2ID adalah kebablasan dalam pelaksanaan kewenangannya. Tim ini diduga telah melakukan pemanggilan terhadap para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) secara tidak sah. Kabar adanya dugaan jual beli jabatan, monopoli pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Blitar semakin menambah kerumitan isu ini.

 "Masalahnya, TP2ID ini diduga bekerja melebihi kewenangannya. Ada dugaan TP2ID sudah kebablasan memanggili para kepala OPD. Isu ini berkembang lagi dengan adanya dugaan jual beli jabatan, monopoli pengadaan barang dan jasa dalam Pemkab Blitar," imbuh Suwito.

 Ketua DPRD Kabupaten Blitar menjelaskan bahwa hak angket ini akan memungkinkan lembaga legislatif untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam dengan menghadirkan pihak-pihak terkait, termasuk bupati Blitar, untuk memberikan keterangan secara resmi. Dengan demikian, kebenaran seputar sewa rumah dinas wabup dan permasalahan lainnya dapat terungkap.

 Menurut Suwito, keberadaan hak interpelasi juga sangat penting dalam rangka mengawasi kinerja pemerintah daerah. Melalui hak ini, DPRD dapat mengajukan pertanyaan dan meminta klarifikasi terhadap tindakan atau kebijakan yang dinilai kontroversial atau meragukan. Dalam konteks TP2ID, hak interpelasi memungkinkan DPRD untuk menguji transparansi dan keberlanjutan program-program inovatif yang diusung oleh tim tersebut.

 Namun, hingga saat ini, Fraksi GPN masih belum memberikan tanggapan resmi terkait usulan hak angket dan hak interpelasi. Hal ini menjadi perhatian tersendiri mengingat pentingnya isu-isu yang tengah diselidiki oleh DPRD Kabupaten Blitar. Masyarakat dan para pemangku kepentingan berharap agar semua fraksi di DPRD dapat bersikap tegas dalam menegakkan keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.

 Dalam menghadapi tantangan ini, peran media massa juga sangat penting. Media massa memiliki peran kunci dalam memberikan informasi yang akurat, objektif, dan berimbang kepada masyarakat. Pemberitaan yang cermat dan berlandaskan pada fakta akan membantu masyarakat untuk memahami isu-isu ini dengan lebih baik dan membantu dalam pengawasan terhadap penggunaan dana publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

 Seiring berjalannya waktu, isu seputar penggunaan dana DAU sebesar Rp 126 miliar di Kabupaten Blitar akan terus berkembang. Pansus hak angket dan hak interpelasi yang telah diajukan oleh beberapa fraksi di DPRD Kabupaten Blitar menjadi langkah awal dalam mengungkap kebenaran dan menjaga transparansi dalam penggunaan dana publik. 

Masyarakat Kabupaten Blitar, sebagai pemegang kepentingan utama, juga memiliki peran penting dalam mengawasi proses ini. Dengan kerja sama yang baik antara lembaga legislatif, eksekutif, dan masyarakat, diharapkan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik dan menghasilkan keputusan yang adil dan transparan.

 "Menariknya lagi, soal sewa rumah. Mosok to wabupe gak ngerti. Bupatine di media bilang, kalau sudah sepakat dengan Pak Wabup. Akhirnya saling berbalas pantun. Untuk itu, pentingnya digelar hak angket, secara kelembagaan kami bisa memanggil bupati untuk ditanya, yang sebenarnya," pungkas ketua DPRD Kabupaten Blitar.

 


Topik

Peristiwa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy