JATIMTIMES - Pada sebuah wawancara eksklusif dengan Dr. Abdul Aziz S. R., Dosen Ilmu Politik di FISIP Universitas Brawijaya selasa (16/10), ia memberikan pandangan akademisi politik tentang pengangkatan Kaesang Pangarep sebagai Ketum PSI.
Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, baru-baru ini terpilih sebagai Ketua Umum PSI (Partai Solidaritas Indonesia). Sehingga kini, pertanyaan muncul mengenai penerapan prinsip "satu keluarga satu partai" yang konon dianut oleh PDIP, partai yang mengusung Presiden Joko Widodo.
Baca Juga : Pusing Cari Artikel Jurnal? Mahasiswa Wajib Catat 4 Website Ini
Dr. Abdul Aziz S. R. mengemukakan bahwa batas definisi "satu keluarga" dalam konteks ini masih cukup samar. Apakah ini merujuk pada anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah atau mencakup anak-anak, istri, dan anggota keluarga lainnya.
Namun, jika definisi "satu keluarga" diperluas untuk mencakup keluarga inti Jokowi, situasinya bisa menjadi lebih rumit. Presiden Joko Widodo mungkin dipecat dari PDIP jika prinsip ini ditegakkan secara konsisten.
“Tapi kalau menggunakan definisi yang longgar, artinya Kaesang itu oke sudah rumah tangga sendiri kan gitu ya. Nah, si Kaesang jadi ketua partai itu saya kira itu hak politik warga negara. Hak politik warga negara, siapa saja bisa di situ,” tegasnya.
Pengangkatan Kaesang sebagai Ketua Umum PSI juga mengundang pertanyaan mengenai proses dan kualifikasi. PSI dalam AD ART-nya memiliki prosedur pengkaderan yang harus diikuti sebelum seseorang dapat menjadi kader dan kemudian terpilih sebagai pemimpin partai.
“PSI itu kalau kita baca AD ART-nya, dia tidak konsisten di situ. Mestinya ada proses dulu, ada proses pengkaderan sekian lama untuk kemudian jadi kader, baru kemudian ada pemilihan kan gitu,” imbuhnya.
Baca Juga : Usai Dapat Jalan dari MK, Said Didu Sebut Gibran Bakal Dilamar Partai Kuning
Menurut Dr. Abdul Aziz, kemungkinan faktor-faktor seperti status Kaesang sebagai anak Presiden, loyalitas PSI terhadap Joko Widodo, dan kekayaannya yang signifikan mungkin turut mempengaruhi keputusan partai ini. Namun, dari segi kapasitas dan kematangan politik, Dr. Abdul Aziz mengungkapkan keraguan apakah Kaesang sudah memadai.
Dr. Abdul Aziz mencatat bahwa pidato-pidato Kaesang terkesan terlalu kekanak-kanakan dan berupaya untuk mengadopsi gaya milenial. Namun, ia menyebutkan bahwa pemilih milenial juga cerdas dan dapat membedakan pidato yang sesuai dengan forum resmi dan yang tidak. Dalam pandangannya, ada potensi masalah dalam gaya komunikasi Kaesang yang terlalu santai dan kurang serius untuk forum resmi.
“Dugaan saya milenial juga gak tertarik dengan pidatonya itu. Dengan gaya yang seperti itu yang terlalu kekanak-kanakan. Saya kira milenial kan juga cerdas ini kan gitu ya. Saya kira problemnya ada di situ” tandasnya.