JATIMTIMES - Belakangan ini viral di media sosial yang memperlihatkan guru SD tampak mengejek siswanya, karena bawa bekal ulat sagu. Guru bahkan sampai terheran-heran hingga menanyakan efek setelah makan ulat sagu tersebut. Netizen pun banyak menyayangkan sikap guru yang terkesan mengejek lauk bekal siswa.
Perlu diketahui, ulat sagu Ulat sagu adalah larva kumbang penggerek Rhynchophorus ferrugineus. Ulat sagu juga dikenal memiliki kandungan protein, tetapi sebagian besar adalah lemak. Ulat sagu menjadi menu tambahan bagi masyarakat pesisir Papua. 100 gr ulat sagu mengandung 181 kalori dengan 6,1 gr protein dan 13,1 gr lemak.
Baca Juga : Gus Baha: Suka Jajan Termasuk Sedekah
Ulat sagu bentuknya berwarna putih dan terlihat gemuk. Bagi masyarakat Papua khususnya yang tinggal di kawasan pesisir, ulat sagu merupakan menu makanan favorit. Ulat sagu merupakan kuliner favorit sejak masa prasejarah, temuan arkeologi berupa pecahan gerabah di situs-situs di Kawasan Danau Sentani membuktikan bahwa manusia pada masa prasejarah
Namun yang perlu diingat bahwa mengonsumsi ulat sagu harus dilakukan dengan hati-hati karena beberapa spesies dapat beracun. Selalu pastikan bahwa ulat sagu yang dikonsumsi aman dan berasal dari sumber yang terpercaya.
Lantas bagaimana hukum makan ulat sagu dalam islam?
Beberapa ulama mengatakan bahwa sebaiknya umat Muslim makan makanan yang layak dikonsumsi saja. Dalam mazhab Imam Syafi’i, ulat termasuk makanan yang tidak boleh dikonsumsi, karena binatang yang boleh dimakan tanpa disembelih hanya belalang dan ikan. Maka makan ulat hukumnya haram.
Pada dasarnya, dalam mazhab Syafi‘i, hukum memakan ulat adalah diharamkan, kecuali ulat yang berada dalam keju, cuka, kacang hijau, buah-buahan, dan sejenisnya yang menjadi bagian dari makanan, di mana ulat-ulat tersebut lahir dari bahan-bahan yang suci.
Terdapat tiga pendapat ulama dalam mazhab Syafi‘i tentang kehalalan ulat ini.
Pendapat pertama menyatakan bahwa ulat itu halal untuk dimakan. Pendapat kedua menyatakan bahwa haram untuk dimakan.
Pendapat ketiga menyatakan bahwa ulat itu halal untuk dimakan bersama makanan yang ia lahir daripadanya, bukan secara terpisah karena haram memakannya secara terpisah.
Al-Khatib al-Syirbini menyatakan bahwa mengutip pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi‘i, dihalalkan untuk memakan ulat yang lahir dari makanan seperti cuka, keju, dan buah-buahan, hanya jika ia dimakan secara bersama. Misalnya makan ulat beserta buahnya.
Begitu juga hukumnya apabila ulat mati dalam makanan itu, yakni halal untuk dimakan mengikut pendapat yang kuat. Hal ini karena ulat kesulitan untuk dipisahkan dari buah atau lainnya.
Sebagian ulama kemudian menyandarkan hukum daging yang berulat dengan hukum buah-buahan yang mengandungi ulat. Namun jika ulat mudah diambil dari asalnya maka haram makan bersama. Misalnya ulat pada daging yang mudah dibersihkan, maka haram hukumnya.
Pendapat kedua mengatakan bahwa ulat itu halal secara mutlak, karena ulat dianggap sebahagian daripada buah. Sedangkan pendapat ketiga mengatakan haram secara mutlak karena ulat itu diklaim sebagai bangkai.
Namun, ulama Hanafiyah berpendapat bahwa ulat sagu dan sejenisnya, sebelum ruh ditiupkan padanya, tidak masalah untuk dikonsumsi karena kumbang tersebut bukanlah bangkai. Tetapi setelah ruh ditiupkan pada ulat tersebut, tidak boleh lagi dimakan.
Allah SWT menyeru kita untuk mengonsumsi makanan yang baik, sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَ يُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا کُلُوۡا مِنۡ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقۡنٰكُمۡ وَاشۡكُرُوۡا لِلّٰهِ اِنۡ کُنۡتُمۡ اِيَّاهُ تَعۡبُدُوۡنَ
“Ya orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya kepada-Nya menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172)
Demikian penjelasan hukum makan ulat sagu dalam islam. Semoga bermanfaat.